Selasa, 03 April 2012

PEBDEKATAN PENGALAMAN ORANG – ORANG SUFI

MAKALAH ‎: PEBDEKATAN PENGALAMAN ORANG – ORANG SUFI‎
Oleh : M. Syafi'i, S.HI
Jeringo Gunungsari Kab. Lobar. NTB

A. PENDAHULUAN
Kesufian adalah wilayah yang menghubungkan dimensi lahiriah manusia dengan dimensi ‎batiniyahnya. Dan, pengalaman kesufian ini hanya dapat didalami dalam kedirian batiniyah ‎manusia. dalam dimensi kemanusiaannya yang ruhani, seorang sufi hidup laksana puncak gunung es ‎yang tampak. Namun di bawahnya, ada aspek-aspek dunia yang terselubung dan tersembunyi oleh ‎indra yang justru merupakan fondasi dari yang terlihat nyata itu. Kehidupan batiniah seorang sufi ‎bagai dunia tak bertepi, tanpa batas. Namun demikian, dia tetap mengakui dan menerima batasan-‎batasan lahiriah dengan menghormati hukum-hukum alam. Seorang sufi sepenuhnya tengelam ‎dalam kebahagiaan yang tiada tara dalam jiawanya. Secara lahiriah, dia berjuang ke arah kualitas ‎hidup yang lebih baik di muka bumi serta melakukan yang terbaik tanpa memperhatikan secara ‎berlebih-lebihan suatu hasil akhir. Perjuangan dan kerja lahir perlu diiringi dengan penjernihan dan ‎penataan hati.‎




Dari mana pun asal sufi, mereka pada esensinya sama, yakni memancarkan cahaya dan ‎kesadaran hati manusia serta penghormatan dan pengabdian secara lahiriah bagi kemanusiaan. ‎Perbedaan yang tampak di antara seorang sufi dan sufi lainnya hanya pada materi-materi yang ‎berkaitan dengan praktik- praktik spritual ataupun resep penjernihan hati. Manisnya buah yang ‎diresapi dan dirasakan seorang sufi dengan yang lainnya tidaklah berbeda. Itu hanya laksana pohon-‎pohon yang kelihatannya berbeda dan mungkin berbunga di musim yang berbeda.‎
Makalah yang sederhana ini insya' Allah akan memberi kita gambaran tentang bagaiman ‎pendekatan Kajian keislaman tentang pengalaman para Sufi.‎


B. PEMBAHASAN
Sebelum kita membahas tentang pengalaman para Sufi terlebih dahulu kita mengenal kalimat atau ‎istilah Sufi secara Lugawi dan Istilahi dengan tujuan agar apa yang kita kaji lebih terarah dan tepat ‎sasaran maka :‎

A. Pengertian Tasawuf atau Sufisme‎

‎1.‎ Secara Lughawi ( Etimologi )‎

Pengertian Tasauf secara Lughawi/ Etimologi terdiri atas beberapa macam pengertian :‎
Pertama : Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan Ahlu Suffah ( ‎أهل الصفة‎ ) ‎yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulallah SAW yang hidupnya diisi dengan banyak ‎berdiam diserambi- serambi Masjid Nabawi, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah ‎kepada Allah. Dan hal ini disebut dalam surat Al-Kahfi ayat 28 yang berbunyi :‎
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ‏ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28).‏
Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru ‎Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu ‎berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti ‎orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan ‎adalah keadaannya itu melewati batas.‎

Dalam Tafsir Al - Bagawi‎ ‎ disebutkan bahwa menurut Imam Qatadah ayat ini diturunkan ‎pada Ahli Suffah yang jumlah mereka pada saat itu 700 orang.‎

Kedua, ada yang mengatakan Tasawuf berasal dari kata Shafa' ( ‎صفاء‎ ) berarti suci. Dan yang ‎termasuk membenarkan pendapat ini adalah Imam Abul Fathi Al-Busty sehingga ada ulama' sufi ‎mengatakan :‎
وقالت طائفة انما سميت الصوفية صوفية لصفاء اسرارها ونفقاء أثارها
‎“Segolongan (ahli tasawuf) berkata: bahwa pemberian nama shufiyah karena kesucian ‎hatinya dan kebersihan tingkah lakunya.‎

Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata Shaf ( ‎صف‎ ) makna ‎sahf ini dinisbahkan kepada orang-orang yang kita sholat selalu berada di posisi yang paling depan

Keempat, ada yang mengkatakan bahwa istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari ‎bani shufah

Kelima, Tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani ‎yakni Saufi ( ‎سوفي‎ ) istilah ini disamakan maknanya dengan kata " Hikmah " ( ‎حكمة‎ ) yang berarti ‎kebijaksanaan dan Kata Sophos dalam bahasa Yunani menunjukkan kondisi jiwa yang senantiasa ‎cenderung kepada kebenaran

Keenam, ada juga yang mengatakan Tasawuf itu berasal dari kata " Shaufanah " ( ‎الصوفانة‎ ) ‎yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir di ‎tanah arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula dalam kesederhanaannya.‎

Ketujuh, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata " Sifat " ( ‎الصفة‎ ) karena ‎inti ilmu tasawuf itu adalah bersifat dengan semua sifat yang baik dan meninggalkan semua sifat ‎yang tidak terfuji.‎
Kedelapan,ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata " Shuf " ( ‎صوف‎ ) yang ‎berarti bulu domba atau Wol kasar. Hal ini karena para sufi mengkhususkan diri mereka dengan ‎memakai pakaian yang berasal dari bulu domba. Hanya kain wol yang dipakai kaum sufi adalah wol ‎yang kasar bukan wol halus yang dipakai sekarang. Memakai wol pada saat itu adalah sebagai ‎simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya ialah memakai sutra, oleh orang-orang yang ‎mewah hidupnya dikalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan ‎dalam keadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutra dan sebagai gantinya ‎memakai wol kasar. Ini menggambarkan ketidak cendrungan mereka kepada kehidupan duniawi. ‎walaupun dalam kenyataannya, tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol.‎

Tampaknya dari kedelapan terma itu yang banyak diakui kedekatanya dengan makna Tasawuf yang ‎dipahami sekarang adalah terma yang kedelapan, yakni terma " Shuf " dan diantara mereka yang ‎lebih cenderung mengakui terma yang kedelapan ini antara lain Al-Kalabadzi, Asy-syukhrawardi, al-‎Qusyairi, dan lainnya, Sehingga Barmawie Umarie mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada ‎yang mengoyahkan pendapat bahwa Tasawuf berasal dari wazan ( timbangan ) Tafa'ul ( ‎تفعل‎ ). Dan ‎secara Ilmu Sharef timbangan Tafa'ul adalah timbangan fiil Tsulasy Mazid Biharpaen ( ‎ثلاثي مزيد بحرفين‎ ) ‎Kata kerja yang asal katanya tiga huruf dan mendapatkan tambahan dua huruf. ‎
Yang jelas dari segi bahasa atau asal usul penggunaan kata tersebut dapat dikatakan bahwa ‎kata tasawuf berkonotasi pada kebijakan, kesucian hati dari godaan hawa nafsu, memutuskan ‎ketergantungannya dengan kehidupan material yang dapat menggangu hubungan dengan tuhan, ‎hidup dalam kezuhudan dan menenggelamkan diri dalam ibadah sehingga semakin dekat dengan-‎Nya.‎

‎2.‎ Secara Istilah ( Terminology )‎

Secara Terminologi, tasawuf diartikan beragam. Hal ini di antaranya karena berbeda cara ‎memandang aktifitas-aktifitas para sufi. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi yang ‎difomulasikan oleh para ahli-ahli tasawuf. ‎
‎1.‎ Menurut Al-Jurairi. Ketiaka ditanya tentang Tasawuf, Al-Jurairi menjawab :‎
أَلدُّخُوْلُ فِي خُلُقٍ سَنِيٍّ وَالْخُرُوْجُ مِنْ كُلِّ خُلُقِ دُنـُـوِّيٍّ
Artinya : ‎
Masuk ke dalam segala budi ( Akhlaq ) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah
‎2.‎ Menurut Al-Junaidi. Ia memberikan rumusan tentang tasawuf sebagai berikut :‎
هُوَ أَنْ يُمِيْتُكَ اْلحَقُّ عَنْكَ وَيُحْيِيْكَ بِهِ‏
Artinya :‎
‎( Tasawuf ) adalah ( Kesadaran ) bahwa yang hak ( Allah ) adalah yang mematikanmu dan yang ‎menghidupkanmu
‎3.‎ Menurut ’Amir bin Usman Al-Maliki. ia pernah berkata :‎
أَنْ يَكُوْنَ اْلعَبْدُ فِي كُلِّ وَقْتٍ بِمَا هُوَ أَوْلَى فِي اْلوَقْتِ
Artinya :‎
‎( Tasawuf ) adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setiap saat.‎
‎4.‎ Menurut Ma’ruf al-Kharkhi. Ia mengungkapkan : “ Tasawuf adalah mengambil hakikat dan ‎meninggalkan yang ada di tangan makhluk ”. ‎

Dari beberapa penjelasan diatas sudah dapat diambil pengertian tasawuf, dimana di dalamnya ‎mengandung ajaran-ajaran tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara-cara ‎membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan nafsu, kehidupan duniawi, cara- cara ‎mendekatkan diri kepada Allah serta fana dalam kekekalan-Nya sehingga sampai kepada pengenalan ‎hati yang dalam akan Allah. Ajarannya memperlihatkan ketangguhan jiwa dalam menghadapi ‎berbagai problema hidup yang senentiasa datang silih berganti ‎.‎
Sedangkan orang yang menjalankan tasawuf tersebut disebut dengan istilah Mutasawwif dan ‎sufi.‎

B. Pengalaman Orang-orang sufi ‎
B.1. Pengertian ‎
Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-‎alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut ‎pengetahuan
Orang Sufi menurut penjelasan di atas adalah orang menjalankan Tasawuf itu sendiri. Untuk ‎lebih jelas tentang pengalaman orang sufi marilah kita lihat bagaimana bagaiman gambaran tentang ‎amalan dan pengelaman para sufi.‎

B.2. pengalaman – Pengalaman Orang Sufi‎
Pada Pengalaman orang-orang sufi ini kami hanya menampilkan 3 orang tokoh saja diantara sekian ‎banyak tokoh-tokoh sufi yang ada. inya’ Allah tiga orang ini cukup menjadi gambaran dalam ‎pendekatan kajian keislaman tentang pengalaman- pengalaman orang Sufi.‎

‎1. Al- Hallaj‎
a. Biografi Singkatnya‎
Nama lengkapnya Abu Bakar Al- Mughist Al- Husain ibn mansur ibn Muhammad Al Badawi. ‎Ia dilahirkan sekitar tahun 244 H/ 858M. di daerah Thur, dekat Baidha, salah satu kota kecil di ‎wilayah Perisa. lalu berkembang dewasa di Wasith dan Irak. ‎
Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Al-Junaid al-Baghdady, Abul ‎Husain an-Nury, Amr al-Makky, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak ‎oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, ‎Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji ‎dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai ‎golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah ‎seorang a’lim Rabbany.” Pada akhir hayatnya yang dramatis, Al-Hallaj dibunuh oleh penguasa ‎dzalim ketika itu, di dekat gerbang Ath-Thaq, pada hari Selasa di bulan Dzul Qa’dah tahun 309 H‎

b. Pengalaman Sufinya
‎” Al – Hallaj dan Paham Al – Hulul dan Wahdatus Syuhud ”‎
Pemikiran Al – Hulul bermula dari pendapatnya bahwa diri manusia terdapat sifat – sifat ‎ketuhanan, ia berpendapat demikian karena sebelumnya Tuhan menjadikan makhluq. ia melihatnya ‎dirinya sendiri dan ia pun cinta kepadanya sendiri. cinta yang tak dapat disifatkan dan cinta inilah ‎yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini.. ia mengeluarkan dari yang tiada dalam ‎bentuk ( kopy ) dari dirinya yang mempunyai segala sifat dan namanya. bentuk ( Kopiyan ) itu ‎adalah Nabi Adam. ia memuliakannnya dan pada diri adamlah Allah muncul dalam bentuknya.‎
Teori ini tampak dalam sya’irnya :‎
‎” Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya, membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya ‎yang gemilang.Kemudian kelihatan baginya mahluk-Nya, dengan nyata dalam bentuk manusia ‎yang makan dan minum. ”‎

Dan Sya’irnya :‎
‎” Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur disatukan dengan air murni. Jika ‎sesuatu menyentuh Engkau, ia meyentuhku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah ‎aku.” ‎

‎2.‎ Abu Yazid al-Bustami, ‎
a. Biografi Singkatnya‎
Abu Yazid al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Dia ‎lahir sekitar tahun 200 H (813 M) di Bustam, bagian Timur Laut Persia. Di Bustam ini pula ia ‎meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M); dan makamnya masih ada hingga saat ini (Fariduddin ‎al-Attar, 1979: 100)nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Dia lahir ‎sekitar tahun 200 H (813 M) di Bustam, bagian Timur Laut Persia. Di Bustam ini pula ia ‎meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M); dan makamnya masih ada hingga saat ini (Fariduddin ‎al-Attar, 1979: 100)‎
b. Pengalaman Sufinya
Abu Yazid al-Bustami dan paham Al Fana
Abu Yazid termasuk seorang yang memperkenalkan Fana dan Baqa. setelah fase ini ‎didahului, seorang sufi akan menyatu ( Ittihad ) dengan tuhannya. Antara dirinya dan tuahn sudah ‎terjalin cinta yang selanjutnya maka ia bermesraan dengan tuhan, ia mendekat, sampai tidak ada ‎jarak dan akhirnya menyatu dengan Tuhan. setelah itu , Ana ( saya ) dan Anta ( kamu ) sudah tidak ‎ada, yang ada hanyalah ana. setelah menyatu dengan tuhan, tidak ada lagi ucapan. kalau masih ‎menyebut Allah ( Dia ) berarti Tuhan masih jauh dan belum menyatu antara kau dan Aku. Ucapan ‎inilah yang terlontar dari abu Yazid Sehabis Sholat Subuh ia pernah berucap sebagai pengalaman ‎Ittihad :‎
إني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني
Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah Allah Tidak ada tuhan selain aku maka sembahlah aku


‎3. Abu Bakr Muhammad ibn al-‘Arabi al-Hatimi al-Tai

a. Biografi Singkatnya
Bernama lengkap Abu Bakr Muhammad ibn al-‘Arabi al-Hatimi al-Tai,1 sufi asal Murcia, ‎Spanyol ini lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H bertepatan dengan 28 Juli 1165. Dirinya dijuluki ‎‎”Syaikh al-Akbar” (Sang Mahaguru) dan ”Muhyiddin” (”Sang Penghidup Agama”). Kendati tidak ‎mendirikan tarekat populer—atau agama massa menurut istilah Fazlur Rahman—pengaruh Ibn ‎‎‘Arabi atas para sufi meluas dengan cepat, melalui murid-murid terdekatnya yang mengulas ajaran-‎ajaran dengan terminologi intelektual maupun filosofis

b. Pengalaman Sufinya
‎ ” Ibnu 'Arabi dan paham Wahdatul Wujud ”‎

Menurut Ibnu Arabi, Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah hakikatnya ‎Alam.Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khalik dan wujud yang baru ‎yang disebut Makhluk. bahkan antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu ‎. ‎Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam hakekat yang satu. untuk peryataan tersebut Ibn Arabi ‎mengemukakannya lewat sya’irnya :‎
العبد رب والرب عبد # يا ليت شعري من المكلف‏
إن قلت عبد فذاك رب # أوقلت رب أنى يكلف‏

Artinya : Hamba adalah tuhan, dan Tuhan adalah Hamba, Demi perasaanku, siapakah yang ‎mukallaf ? Jika engkau katakan Hamba, padahal dia ( pada hakikatnya ) Tuhan juga ‎atau engkau katakan Tuhan, lalu siapa yang dibebani Taklif‎


Analisis ‎
Dalam menjawab masalah ini kita memerlukan pendekatan Sufi karena kalau kita melihat ‎dengan pendekatan yang lain maka hasil hukumnya pun akan berbeda, dan untuk lebih ‎mendalaminya kita memerlukan Maqam setingkat itu untuk faham dengan apa yang mereka katakan ‎karena setiap orang memiliki maqam yang berbeda beda, maka ketiak seseorang melihat dengan ‎pengetahuan dan maqamnya maka seukuran maqam itulah yang ia bisa faham tentang masalah ‎tersebut.‎
Sehingga ada ungkapan:‎

من لم يذوق لم يعرف
Siapa yang tidak pernah merasakan maka ia tidak mengetahuinya ‎

Para Sufi biasanya mengeluarkan kata-kata seperti di atas ketika berada Maqam dan Hal " ‎Ittihad " yang menurut Harun Nasution, Itihad adalah satu tingkatan dimana seorang sufi telah ‎merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah ‎menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata " ‎hai aku "‎
‎ ‎
Dan ungkapan seperti itu juga dikenal dengan Hulul dalam konsep Al- Hallaj, Hulul yang ‎terjadi pada Al Hallaj tidaklah real karena memberi pengertian secea jelas tentang adanya ‎perbedaan antara hamba dan tuhan. dengan begitu, hulul yang terjadi hanya sekedar kesadaran ‎psikis yang berlangsung pada kondisi fana ( lebur ), atau menurut ungkapannya sekedar terleburnya ‎nasut dan lahut, atau dapat dikatakan antara keduanya tetap ada perbedaan, seperti dalam syarirnya ‎‎” Air tidak dapat menjadi anggur meskipun keduanya telah bercampur aduk ” . Dari uraian diatas, ‎tampak bahwa redaksi apa pun yang muncul dari ummat islam maupun non – Islam terhadap Al- ‎Hallaj, ia tetap mempunyai andil yang besar dalam perkembangan tasawuf.‎

Demikian pula fana’ terjadi karena kondisi takut atau dalam kondisi Raja’ dan pada kondisi ‎Hub ( cinta ) sehingga hati menjadi tidak hadir saat menyaksikan sebahagian hakikat atau muncul ‎darinya ucapan-ucapan atau perbuatan laksana apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mabuk ‎lillah yang disebut dengan ” Syathahat ” ‎

Syathahat yang diucapkan para sufi hendaknya dipahami secara sufi pula, sehingga Al – ‎Hallaj tidak perlu dikafirkan dan mengalami nasib yang menyedihkan, tapi takdir menentukan ‎demikian.‎

C. Pendekatan Kajian Keislaman tentang Pengalaman orang Sufi‎
Ajaran Sufi pada dasarnya berkosentrasi pada kehidupan ruhaniyah, mendekatkan diri kepada ‎Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati, dzikir, ibadah lainnya serta ‎mendekatkan diri kepada Allah SWT. ‎
Mungkin layak dikatakan bahwa praktek spritual (tasawuf) adalah inti ajaran sufisme. Sudut ‎pandangan teori-teori dan metafisikanya telah dielaborasikan oleh para sufi tapi tentu saja kehidupan ‎dalam sufi dapat kita jumpa dalam meditasi (dzikir), shalat, puasa dan praktek sehari-hari lainnya. ‎Dalam faktanya, sebahagian besar sufi menetapkan beragam dan bermacam-macam praktek tasawuf. ‎Praktek-praktek yang bersifat mediatif ini benar jika dihubungkan dengan apa yang disebut sebagai ‎‎“mengingat” nama-nama Allah. Peraktek – praktek yang dijalani para sufi disebut Tariqah.‎
Maka Thariqah adalah jalan yang ditempuh oleh para sufi dalam mendekatkan diri kepada ‎Allah. dan Thariqah juga mengandung pengertian organisasi ‎. Yang mempunyai syeikh, upacara ‎ritual dan bentuk dzikir tertentu. Dengan demikian ada dua pengertian tariqat. ‎
‎(1) Tarekat sebagai pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalani ‎kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu tingkat kerohanian tertentu. Tarekat dalam artian ini adalah ‎dari sisi amaliyah. ‎
‎(2) Tarekat sebagai sebuah perkumpulan atau organisasi yang didirikan menurut aturan yang ‎telah ditetapkan oleh seorang syeikh yang menganut suatu aliran tarekat tertentu.‎
Untuk melihat hubungan antara dua pengertian di atas dan juga hubungannya dengan tasawuf ‎menarik untuk dikutip apa yang ditulis Abuddin Nata berikut:‎
‎“Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan ‎untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang syeikh. Kelompok ini kemudian menjadi ‎lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan sebagaimana ‎yang disebutkan diatas. Dengan kata lain, Tarekat adalah tasawuf yang melembaga. ‎
Dengan demikian, Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan Tarikat ‎itu adalah cara atau jalan yang ditempuh seseorang Salik dalam usahanya mendekatkan diri kepada ‎Tuhan.‎

Para Sufi menyusun sebuah sistem,alur praktik- praktik spritual ataupun resep penjernihan ‎hati yang dalam Ajaran tasawuf Akhlaqi terdiri dari tiga tingkat yang diberi nama: Takhalli, ‎Tahalli, dan Tajalli. Dan dalam ajaran tasawuf Irfani upaya – upaya tersebut disebut : Riyadhah, ‎Tafakkur, Tazkiyat An – Nafs dan Dzikrullah‎

‎1. Takhalli adalah usaha membersihkan diri dari semua perilaku tercela, baik maksiat batin ‎maupun maksiat lahir. hal ini disebut dengan istilah : Riadah ( Latihan-latihan Rohaniyah )‎
‎2. Tahalli adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan dari akhlak-akhlak tercela. ‎Diantara sikap mental yang sangat penting untuk diisikan kedalam jiwa manusia adalah Tobat, ‎Zuhud Faqr ( Fakir ),Sabar, Syukur, Rela ( Rida ) dan Tawakal. hal ini disebut dengan istilah : ‎Maqam ( tingkatan atau stasiun ) dan menurut para Sufi maqam adalah :tingkatan seorang Hamba di ‎hadapan Allah dalam hal ibadah dan latihan – latihan ( riyadah ) jiwa yang dilakukannya. Dan ‎dikalangan para Sufi urutan maqam ini berbeda beda :‎
Menurut Al Kalabadzi dalam bukunya At- Ta'aruf lil mazahib At- Tashawwuf – menjadkan ‎tobat sebagai kunci ketaatan, kemudian zuhud, sabar, faqr, Tawadhu, Khauf, Takwa, ikhlas, Syukur, ‎Tawakkal, reda, yakin, dzikir, uns, qarb dan Mahabbah.‎
Apa yang dirumuskan Al- Gazali lebih sedidkit lagi. Ia merumuskan Maqam seperti berikut ini ‎‎: Tobat, sabar,syukur, khuf, Raja', Tawakkal, Mahabbah,Rida, ikhlas, muhasabah dan Muraqabah.‎

‎3, Tajalli, berarti tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah diupayakan pada langkah-‎langkah diatas langgeng, berkelanjutan dan terus meningkat, maka mesti rasa ketuhanan di dalam ‎semua aktifitas akan melahirkan kecintaan dan kerinduan kepada- Nya. hal ini disebut dengan istilah ‎‎: Hal ( Keadaan atau kondisi Psikologis ketika seorang Sufi mencapai Maqam tertentu ) contoh : ‎seorang yang tengah berada dalam maqam tobat akan menemukan hal ( perasaan ) betapa indahnya ‎bertobat dan betapa nikmatnya menyadari dosa-dosa di hadapan tuhan. Perasaan ini akan ‎menjadikan benteng kuat untuk tidak mengerjakan kembali dosa-dosa yang pernah dilakun ‎.‎
untuk melanggengkan rasa kedekatan dengan Tuhan ini, para sufi mengajarkan hal- hal ‎berikut: Muhasabah (Waspada) dan Muraqabah (Mawas Diri), Hub ( Cinta ), Raja’ ( Berharap/ ‎Optimisme ) dan Khauf ( Takut ), Syauq ( Rindu ),Uns ( Intim ) tak pernah merasa sepi, ‎Thuma'ninah ( tentram), Musyahadah dan Yakin . ‎

Dan Tujuan akhir dari alur dan resep-resep di atas menurut Tasawuf Akhlaqi adalah untuk ‎mencapai Kesucian jiwa ‎ yang merupakan satu-satunya jalan yang dapat menghantarkan seorang ‎kehadirat Allah. Dan menurut Tasawuf Irfani adalah Ma’rifat ( mengenal Allah ) dia adalah puncak ‎kedekatan manusia dengan Allah. ‎

Al-Qur’an sebagai kitab suci yang di dalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbicara atau ‎paling tidak berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas. Di dalam Al-Qur’an ditemukan perintah ‎beribadah dan berdzikir, diantaranya: ‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya :‎
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan ‎kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan ‎menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. ( Q.S. Al- Bayyinah; 5 )‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka ‎mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka ‎seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah ‎masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka ‎adalah orang-orang yang fasik. ( Q.S. Hadid: 16 )‎

Tentang Tobat / minta Ampun :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ‎ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.‎

Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia, Al-Qur’an di antaranya menegaskan:‎
‎ ‏ ‏••‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya :‎
Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia ‎memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan ‎kamu tentang Allah.‎
Imam Qatadah dalam Tafsir Al Bagawi mengatakan bahwa Firman Allah SWT pada surat Al-Kahfi ‎ayat ; 28 diturunkan pada Ahli Suffah :‎
قوله عز وجل: { وَاصْبِرْ نَفْسَكَ } الآية نزلت في عيينة بن حصن الفزاري أتى النبي صلى الله عليه وسلم قبل أن يسلم ‏وعنده جماعة من الفقراء فيهم سلمان وعليه شملة قد عرق فيها وبيده خوصة يشقها ثم ينسجها فقال عيينة للنبي صلى ‏الله عليه وسلم: أما يؤذيك ريح هؤلاء ونحن سادات مضر وأشرافها فإن أسلمنا أسلم الناس وما يمنعنا من اتباعك إلا ‏هؤلاء فنحهم عنك حتى نتبعك أو اجعل لنا مجلسا ولهم مجلسا فأنزل الله عز وجل: { وَاصْبِرْ نَفْسَكَ } أي: احبس يا ‏محمد نفسك { مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ } طرفي النهار { يُرِيدُونَ وَجْهَهُ } أي: يريدون الله لا يريدون ‏به عرضا من الدنيا
قال قتادة: نزلت في أصحاب الصفة وكانوا سبعمائة رجل فقراء في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرجعون إلى ‏تجارة ولا إلى زرع ولا ضرع يصلون صلاة وينتظرون أخرى فلما نزلت هذه الآية قال النبي صلى الله عليه وسلم: "الحمد لله ‏الذي جعل في أمتي من أمرت أن أصبر نفسي معهم "‏

Dalam Al-Qur'an dinyatakan :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya :dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-‎Ku.‎
Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang dikenal sebagai ahli Tafsir, memahami kata " Menyembahku " ‎‎( ‎ليعبدون‎ ) dengan " Mengenalku " ( ‎ليعرفون‎ ). Tampak jelas, bahwa bagi kaum Sufi, pengenalan ‎kepada Allah merupakan tujuan primer dan pijakan mendasar ( Iltizam ) dalam suatu proses ‎Ibadah.‎

Dan ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran tasawuf, diantaranya adalah hadist yang ‎artinya: ‎
‎”Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata: Wahai Nabi Allah berwasiatlah ‎kepadaku. Nabi berkata: Bertakwalah kepada Allah karena, itu adalah himpunan setiap kebaikan. ‎Berjihadlah, karena itu kehidupan seorang rubbani muslim, Berdzikirlah, karena itu adalah nur ‎bagimu.”‎
Tentang kwalitas dan kwantitas ibadah Rasulullah, Aisyah r.a pernah berkata:‎
أَنَّ نَبِيَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْمَ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ : لِمَ تَصْنَعُ هَذاَ ياَرَسُوْلَ اللهِ وَقَدَ غَفَرَ اللهُ ‏لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ : أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا ( رواه البخاري ومسلم )‏
‎“Sesungguhnya Nabi SAW bangun di tengah malam (untuk melaksanakan shalat) sehingga ‎kedua telapak kakinya menjadi lecet. Saya berkata kepadanya:”Wahai Rasulullah mengapa anda ‎masih berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu dan yang ‎akan datang bagimu?” Nabi SAW, lalu menjawab:”Salahkah aku jika ingin menjadi seorang hamba ‎yang selalu bersyukur”.‎

Pengalaman sufistik Muhammad dalam sejarah hidupnya secara tidak langsung ‎memberikan pijakan tersendiri bagi pengalaman sufistik yang dialami para sufi. Pengalaman ‎sufistik Muhammad yang paling mencolok dalam sejarah hidupnya antara lain adalah pengalaman ‎sufistik di gua Hira, al-ru’yâ as- sâdiqah, pewahyuhan, mushâdahah pada malam isrâ’-mi’râj, dan ‎kondisi fanâ’. ‎
Pengalaman-pengalaman sufistik Muhammad itu dapat dipandang sebagai implementasi ‎‎(pelaksanaan) tajalli yang ia alami setelah melalui proses takhalli (pengosongan dari kesadaran nilai-‎nilai yang secara sosiologis melingkupi) dan tahalli (pengisian). Pada proses takhalli, Muhammad telah ‎berupaya untuk kembali kepada Tuhan melalui khalwah (menyendiri, bersemedi) yang secara ‎terus menerus ia lakukan di gua Hira selama kurang lebih tujuh tahun. ‎
Sementara upaya Muhammad untuk menyempurnakan perilaku hidupnya ini bisa kita ‎sebut sebagai proses pengisian atau tahalli pada dirinya. Pada proses tahalli itu, potensi-potensi ‎berakhlak luhur yang ada pada dirinya mengalami penyempurnaan. Penyempurnaan ini ditandai ‎dengan sifat keagungan, kemuliaan, kejujuran, serta kesadarannya yang sampai pada tahap ‎kesadaran spiritual yang amat tinggi. Dari situlah, kemudian Muhammad dapat bertajalli ‎‎(dirinya termanifestasi dalam pengetahuan ketuhanan ) , suatu tingkatan di mana ia ‎memperoleh pengalaman-pengalaman sufistik bersama Allah ‎.‎

Ayat –ayat dan hadits-hadits yang dikutip di atas hanya sebahagian dari ayat-ayat dan hadis-‎hadis yang mengemukakan hal-hal kehidupan ruhaniyah para Sufi. Kehidupan yang didominasi oleh ‎takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada Tuhan, bersyukur dan ridha serta dekat dengan ‎Allah. Kehidupan seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah sendiri serta para sahabat-‎sahabatnya, khususnya mereka yang dijuluki ahl al-shuffah. ( ‎أهل الصفة‎ )‎
Karena itu, setelah mengutip sejumlah ayat yang berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf ‎dan menjelaskannya, Muhammad Abdullah asy-Syarkawi mengatakan:‎
‎“Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asal mula tasawuf Islam dapat ditemukan ‎semangat ruhaninya dalam Al-Qur’an al-Karim, sebagaimana juga dapat ditemukan dalam sabda dan ‎kehidupan Nabi saw., baik sebelum maupun sesudah diutus menjadi nabi. Awal mula tasawuf Islam ‎juga dapat ditemukan pada masa sahabat Nabi saw beserta para generasi sesudahnya.”‎

Abu Nashr As-Siraj Al-Thusi mengatakan bahwa ajaran tasawuf pada dasarnya digali dari Al-‎Qur’an dan Al-Sunnah. Karena amalan para sahabat, menurutnya, tentu saja tidak keluar dari Al-‎Qur’an dan Al-Sunnah.‎

Analisis
Menurut hemat penulis jika beberapa konsep yang ada di dalam tasawuf seperti Taubah, Al-‎zuhd, al-tawakal, al-syukr dan lainnya dirujuk kepada Al-Qur’an, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an ‎adalah sumber utama ajaran dan pengalaman mereka walaupun dalam perkembangannya mungkin ‎dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh asing sehingga di kalangan Sufi ada yang benar dan salah ‎sebagaimana hal ini terjadi pada selain mereka. ‎
Dan dalam kaitan ini pula, menurut Amin Syukur ada dua aliran dalam tasawuf : pertama, ‎aliran Tasawuf Sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al- hadis ‎secara ketat, serta mengaitkan ahwal dan maqamat mereka kepada dua sumber tersebut. Kedua , ‎aliran tasawuf falsafi yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi,dalam ‎pemakaian tema-tema filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karan itu, tasawuf ‎yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf, dan juga tidak dapat sepenuhnya ‎dikatakan sebagai filsafat.‎


D. Beberapa Pengalaman Sufistik yang luar biasa

Dikalangan sufi ada pristiwa – peristiwa yang luar biasa yang sering kita istilahkan dengan ” ‎karamah ” dan kalau merujuk pada Al – Qur’an dan hadis ternyata hal yang demikian ada adanya ‎seperti :‎

‎1. Dalam Surat Yunus ayat 62 :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya :Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan ‎tidak (pula) mereka bersedih hati.‎

‎2. Surat Maryam ayat 25 :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan ‎menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,‎

‎3. Surat Ali Imran ayat 37 :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan ‎mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. ‎Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. ‎Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam ‎menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa ‎yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.‎

‎4. Surat Al Kahfi Ayat 16 – 18 :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka ‎carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian ‎rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. ‎dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, ‎dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam ‎tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. ‎Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan ‎Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun ‎yang dapat memberi petunjuk kepadanya.dan kamu mengira mereka itu bangun, Padahal ‎mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka ‎mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika kamu menyaksikan mereka ‎tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu ‎akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.‎

Imam Fakhrur Rozi dalam tafsirnya telah menerangkan ayat ini atas bahwasanya Karamat itu ada ‎dan ia mengatakan ‎ :‎
احتج أصحابنا الصوفية بهذه الأية على صحة القول بالكرامات وهو استدلال ظاهر

Allah dalam Hadis Qudsi berfirman :‎
ما يتقرب عبد إلي بمثل أداء ماافترضت عليه و لايزال العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي ‏يسمع به وبصره الذي يبصر به ولسانه الذي ينطق به ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشي بها فبي يسمع فبي يبصر وبي ‏ينطق وبي يعقل وبي يبطش وبي يمشي

والله أعلم بالصواب



Penutup
Tasawuf atau Sufisme adalah ilmu yang mengandung ajaran-ajaran tentang kehidupan ‎keruhanian, kebersihan jiwa, cara-cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan nafsu, ‎kehidupan duniawi, cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta fana dalam kekekalan-Nya ‎sehingga sampai kepada pengenalan hati yang dalam akan Allah ( Ma'rifatullah ). ‎
Sufi adalah orang yang menjalankan tasawuf. Sedangkan Tarekat adalah jalan yang ‎ditempuh oleh para sufi untuk dapat dekat kepada Allah. Thariqah juga mengandung pengertian ‎organisasi. ‎
Tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah walaupun dalam perkembangannya ‎dipengaruhi oleh unsur asing. Tasawuf telah berkembang sejak akhir abad ke dua Hijriah walaupun ‎pada abad pertama hijriyah telah kelihatan dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) yang ‎dipraktekkan Rasulullah dan para sahabat.‎
Berbagai ungkapan yang keluar dari Sufi soleh yang kontradiksi hendaknya dipahami secara ‎sufi pula, sehingga kita tidak menghukum orang dengan hukuman salah apalagi sampai ‎mengkafirkannya sebelum benar-benar faham masalahnya agar kita tidak termasuk dalam Ayat :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. ‎Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan ‎jawabnya. ( Al- Isra’ : 36 )‎

Dan sesuatu yang luar biasa yang keluar dari tangan kaum sufi ( Insan ) yang saleh itu adalah ‎Karamah yang diberikan Allah kepada mereka dan Allah Maha kuasa atas itu semua.‎
‎================================================‎
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an Al Karim‎
Syaikh Abdullah Hafiz, Tasawuf dalam pandangan Ulama Salaf, Pustaka Al Kautsar Cet. 3, 2001‎
Syaikh Nibhani, Karamatul Auliya’, Darul fikr
Dr. K.H. Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik Sosial,Mizan, Bandung,2006‎
Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf,Pustaka setia, Bandung,2008‎
Drs. Mahjuddin, M.Pd. Akhlak Tasawuf II Pencarian Ma’rifat Bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagian Batin Bagi ‎Sufi Kontempurer,Kalam Mulia, Jakarta, 2010. ‎
Ahmad bin Muhammad bin Ajibah Al Husniy, Iqazul Himam,Al-Haramaen,Singapura-Jiddah
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011‎
Ihsan Muhammad Dahlan, Sirajuttalibin, Al haramaen, Jilid I‎
Alamat: http://istanailmu.com/2011/04/14/study-tasawuf/html

Lampiran :‎
Istilah – Istilah Sufi‎

‎1.‎ Tobat adalah :Rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai permohonan Ampun serta ‎meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa
‎2.‎ Zuhud adalah : Sikap mengurangi keterkaitan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh ‎kesedaran
‎3.‎ Faqr adalah : Tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang ‎sudah dimiliki
‎4.‎ Sabar ; Pengekangan tuntutan nafsu dan amarah‎
‎5.‎ Sykur : ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima‎
‎6.‎ Rida : Menerima dengan rasa puas apa yang dianugrahkan Allah SWT‎
‎7.‎ Wara’ : Meninggalkan hal-hal yang syubhat
‎8.‎ Tuma’ninah : Ketenangan jiwa atau Sakinah
‎9.‎ Yaqin : Hilangnya Keragu-raguan
‎10.‎ Ilmu Yaqin : Keyaqinan yang dapat menerima kebenaran kongkrit dan Abstrak, lalu berakhir dengan kuatnya ‎suatu keyakinan
‎11.‎ ‎’Ainul Yaqin : Keyaqinan yang muncul dari penglihatan mata batin, lalu menimbulkan kebenaran yang luar ‎biasa
‎12.‎ Haqqul Yaqin : Keyakinan yang diawali dengan tersingkapnya tabir, kemudian terlihat suatu warna ‎keyaqinan, lalu muncul Fana’ dalam kebenaran keyakinan (Ta’rif Ibnul Qayyim Al Jawziyyah )‎
‎13.‎ Tawakkal :Menyerahkan segala urusan kepada Allah, membersihkannya dari ikhtiar yang keliru dan tetap ‎menapakai kawasan-kawasan hukum dan ketentuan
‎14.‎ Muhasabah : Waspada adalah : meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia ‎dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah
‎15.‎ Muraqabah : Mawas diri adalah : Meneliti dengan cermat apakah segala perbuatan sehari-hari telah sesuai ‎atau malah menyimpang dari yang kehendaki-nya.‎
‎16.‎ Cinta : Mahabbah adalah :Kecendrungan hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan
‎17.‎ Raja’ : Berharap adalah : Perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi‎
‎18.‎ Kauf : Takut adalah : kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri ‎pada masa yang akan datang
‎19.‎ Syauq : rindu adalah : Rindu ingin segera bertemu dengan Tuhan‎
‎20.‎ Uns : intim adalah : Sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi‎
‎21.‎ Ilmu Ladunni : Ilmu yang datang lewat ilham yang dibisikkan ke dalam hati manusia‎
‎22.‎ Riyadah : Melatih jiwa melepaskan ketergantungan terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalau ‎menghubungkan diri dengan realitas rohani dan ilahi
‎23.‎ Kasyaf ( Illuminasi ): Pintu gerbang kemenangan yang besar ( Terbuka Hijab )‎
‎24.‎ Takhalli : Usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlaq yang tercela
‎25.‎ Tahalli : Upaya mengisi atau menghiasi diri dengan sikap, perilaku dan akhlaq terfuji‎
‎26.‎ Tajalli : terungkapnya Nur Gaib agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi ‎dengan butir-butir mutiara akhlaq dan terbiasa melakukan perbuatan luhur tidak berkurang
‎27.‎ Fana’ : Musnah dan lenyap adalah : hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, menghingkan semua ‎kepentingan ketika berbuat sesuatu / suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu ‎dengan tuhan
‎28.‎ Baqa’ ; tetap adalah : mendirikan sifat-sifat terfuji kepada Allah
‎29.‎ Hulul : Menempati suatu tempat adalah : Paham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh –tubuh ‎manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada daalam ‎tubuh itu dilenyapkan
‎30.‎ Wahdatul Wujud : Kesatuan Wujud‎
‎31.‎ Lahut : Sifat dasar ketuhanan‎
‎32.‎ Nasut : Sifat dasar Kemanusiaan‎



Lihat Artikel lainya yang berkaitan dengan :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar