Oleh : M. Syafi'i, S.HI
Jeringo Gunungsari Kab. Lobar. NTB
A. PENDAHULUAN
Kesufian adalah wilayah yang menghubungkan dimensi lahiriah manusia dengan dimensi batiniyahnya. Dan, pengalaman kesufian ini hanya dapat didalami dalam kedirian batiniyah manusia. dalam dimensi kemanusiaannya yang ruhani, seorang sufi hidup laksana puncak gunung es yang tampak. Namun di bawahnya, ada aspek-aspek dunia yang terselubung dan tersembunyi oleh indra yang justru merupakan fondasi dari yang terlihat nyata itu. Kehidupan batiniah seorang sufi bagai dunia tak bertepi, tanpa batas. Namun demikian, dia tetap mengakui dan menerima batasan-batasan lahiriah dengan menghormati hukum-hukum alam. Seorang sufi sepenuhnya tengelam dalam kebahagiaan yang tiada tara dalam jiawanya. Secara lahiriah, dia berjuang ke arah kualitas hidup yang lebih baik di muka bumi serta melakukan yang terbaik tanpa memperhatikan secara berlebih-lebihan suatu hasil akhir. Perjuangan dan kerja lahir perlu diiringi dengan penjernihan dan penataan hati.
Dari mana pun asal sufi, mereka pada esensinya sama, yakni memancarkan cahaya dan kesadaran hati manusia serta penghormatan dan pengabdian secara lahiriah bagi kemanusiaan. Perbedaan yang tampak di antara seorang sufi dan sufi lainnya hanya pada materi-materi yang berkaitan dengan praktik- praktik spritual ataupun resep penjernihan hati. Manisnya buah yang diresapi dan dirasakan seorang sufi dengan yang lainnya tidaklah berbeda. Itu hanya laksana pohon-pohon yang kelihatannya berbeda dan mungkin berbunga di musim yang berbeda.
Makalah yang sederhana ini insya' Allah akan memberi kita gambaran tentang bagaiman pendekatan Kajian keislaman tentang pengalaman para Sufi.
B. PEMBAHASAN
Sebelum kita membahas tentang pengalaman para Sufi terlebih dahulu kita mengenal kalimat atau istilah Sufi secara Lugawi dan Istilahi dengan tujuan agar apa yang kita kaji lebih terarah dan tepat sasaran maka :
A. Pengertian Tasawuf atau Sufisme
1. Secara Lughawi ( Etimologi )
Pengertian Tasauf secara Lughawi/ Etimologi terdiri atas beberapa macam pengertian :
Pertama : Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan Ahlu Suffah ( أهل الصفة ) yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulallah SAW yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam diserambi- serambi Masjid Nabawi, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Dan hal ini disebut dalam surat Al-Kahfi ayat 28 yang berbunyi :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28).
Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
Dalam Tafsir Al - Bagawi disebutkan bahwa menurut Imam Qatadah ayat ini diturunkan pada Ahli Suffah yang jumlah mereka pada saat itu 700 orang.
Kedua, ada yang mengatakan Tasawuf berasal dari kata Shafa' ( صفاء ) berarti suci. Dan yang termasuk membenarkan pendapat ini adalah Imam Abul Fathi Al-Busty sehingga ada ulama' sufi mengatakan :
وقالت طائفة انما سميت الصوفية صوفية لصفاء اسرارها ونفقاء أثارها
“Segolongan (ahli tasawuf) berkata: bahwa pemberian nama shufiyah karena kesucian hatinya dan kebersihan tingkah lakunya.
Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata Shaf ( صف ) makna sahf ini dinisbahkan kepada orang-orang yang kita sholat selalu berada di posisi yang paling depan
Keempat, ada yang mengkatakan bahwa istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari bani shufah
Kelima, Tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani yakni Saufi ( سوفي ) istilah ini disamakan maknanya dengan kata " Hikmah " ( حكمة ) yang berarti kebijaksanaan dan Kata Sophos dalam bahasa Yunani menunjukkan kondisi jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran
Keenam, ada juga yang mengatakan Tasawuf itu berasal dari kata " Shaufanah " ( الصوفانة ) yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula dalam kesederhanaannya.
Ketujuh, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata " Sifat " ( الصفة ) karena inti ilmu tasawuf itu adalah bersifat dengan semua sifat yang baik dan meninggalkan semua sifat yang tidak terfuji.
Kedelapan,ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata " Shuf " ( صوف ) yang berarti bulu domba atau Wol kasar. Hal ini karena para sufi mengkhususkan diri mereka dengan memakai pakaian yang berasal dari bulu domba. Hanya kain wol yang dipakai kaum sufi adalah wol yang kasar bukan wol halus yang dipakai sekarang. Memakai wol pada saat itu adalah sebagai simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya ialah memakai sutra, oleh orang-orang yang mewah hidupnya dikalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan dalam keadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutra dan sebagai gantinya memakai wol kasar. Ini menggambarkan ketidak cendrungan mereka kepada kehidupan duniawi. walaupun dalam kenyataannya, tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol.
Tampaknya dari kedelapan terma itu yang banyak diakui kedekatanya dengan makna Tasawuf yang dipahami sekarang adalah terma yang kedelapan, yakni terma " Shuf " dan diantara mereka yang lebih cenderung mengakui terma yang kedelapan ini antara lain Al-Kalabadzi, Asy-syukhrawardi, al-Qusyairi, dan lainnya, Sehingga Barmawie Umarie mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada yang mengoyahkan pendapat bahwa Tasawuf berasal dari wazan ( timbangan ) Tafa'ul ( تفعل ). Dan secara Ilmu Sharef timbangan Tafa'ul adalah timbangan fiil Tsulasy Mazid Biharpaen ( ثلاثي مزيد بحرفين ) Kata kerja yang asal katanya tiga huruf dan mendapatkan tambahan dua huruf.
Yang jelas dari segi bahasa atau asal usul penggunaan kata tersebut dapat dikatakan bahwa kata tasawuf berkonotasi pada kebijakan, kesucian hati dari godaan hawa nafsu, memutuskan ketergantungannya dengan kehidupan material yang dapat menggangu hubungan dengan tuhan, hidup dalam kezuhudan dan menenggelamkan diri dalam ibadah sehingga semakin dekat dengan-Nya.
2. Secara Istilah ( Terminology )
Secara Terminologi, tasawuf diartikan beragam. Hal ini di antaranya karena berbeda cara memandang aktifitas-aktifitas para sufi. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi yang difomulasikan oleh para ahli-ahli tasawuf.
1. Menurut Al-Jurairi. Ketiaka ditanya tentang Tasawuf, Al-Jurairi menjawab :
أَلدُّخُوْلُ فِي خُلُقٍ سَنِيٍّ وَالْخُرُوْجُ مِنْ كُلِّ خُلُقِ دُنـُـوِّيٍّ
Artinya :
Masuk ke dalam segala budi ( Akhlaq ) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah
2. Menurut Al-Junaidi. Ia memberikan rumusan tentang tasawuf sebagai berikut :
هُوَ أَنْ يُمِيْتُكَ اْلحَقُّ عَنْكَ وَيُحْيِيْكَ بِهِ
Artinya :
( Tasawuf ) adalah ( Kesadaran ) bahwa yang hak ( Allah ) adalah yang mematikanmu dan yang menghidupkanmu
3. Menurut ’Amir bin Usman Al-Maliki. ia pernah berkata :
أَنْ يَكُوْنَ اْلعَبْدُ فِي كُلِّ وَقْتٍ بِمَا هُوَ أَوْلَى فِي اْلوَقْتِ
Artinya :
( Tasawuf ) adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setiap saat.
4. Menurut Ma’ruf al-Kharkhi. Ia mengungkapkan : “ Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk ”.
Dari beberapa penjelasan diatas sudah dapat diambil pengertian tasawuf, dimana di dalamnya mengandung ajaran-ajaran tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara-cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan nafsu, kehidupan duniawi, cara- cara mendekatkan diri kepada Allah serta fana dalam kekekalan-Nya sehingga sampai kepada pengenalan hati yang dalam akan Allah. Ajarannya memperlihatkan ketangguhan jiwa dalam menghadapi berbagai problema hidup yang senentiasa datang silih berganti .
Sedangkan orang yang menjalankan tasawuf tersebut disebut dengan istilah Mutasawwif dan sufi.
B. Pengalaman Orang-orang sufi
B.1. Pengertian
Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan
Orang Sufi menurut penjelasan di atas adalah orang menjalankan Tasawuf itu sendiri. Untuk lebih jelas tentang pengalaman orang sufi marilah kita lihat bagaimana bagaiman gambaran tentang amalan dan pengelaman para sufi.
B.2. pengalaman – Pengalaman Orang Sufi
Pada Pengalaman orang-orang sufi ini kami hanya menampilkan 3 orang tokoh saja diantara sekian banyak tokoh-tokoh sufi yang ada. inya’ Allah tiga orang ini cukup menjadi gambaran dalam pendekatan kajian keislaman tentang pengalaman- pengalaman orang Sufi.
1. Al- Hallaj
a. Biografi Singkatnya
Nama lengkapnya Abu Bakar Al- Mughist Al- Husain ibn mansur ibn Muhammad Al Badawi. Ia dilahirkan sekitar tahun 244 H/ 858M. di daerah Thur, dekat Baidha, salah satu kota kecil di wilayah Perisa. lalu berkembang dewasa di Wasith dan Irak.
Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Al-Junaid al-Baghdady, Abul Husain an-Nury, Amr al-Makky, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar, “Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.” Pada akhir hayatnya yang dramatis, Al-Hallaj dibunuh oleh penguasa dzalim ketika itu, di dekat gerbang Ath-Thaq, pada hari Selasa di bulan Dzul Qa’dah tahun 309 H
b. Pengalaman Sufinya
” Al – Hallaj dan Paham Al – Hulul dan Wahdatus Syuhud ”
Pemikiran Al – Hulul bermula dari pendapatnya bahwa diri manusia terdapat sifat – sifat ketuhanan, ia berpendapat demikian karena sebelumnya Tuhan menjadikan makhluq. ia melihatnya dirinya sendiri dan ia pun cinta kepadanya sendiri. cinta yang tak dapat disifatkan dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini.. ia mengeluarkan dari yang tiada dalam bentuk ( kopy ) dari dirinya yang mempunyai segala sifat dan namanya. bentuk ( Kopiyan ) itu adalah Nabi Adam. ia memuliakannnya dan pada diri adamlah Allah muncul dalam bentuknya.
Teori ini tampak dalam sya’irnya :
” Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya, membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang.Kemudian kelihatan baginya mahluk-Nya, dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum. ”
Dan Sya’irnya :
” Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur disatukan dengan air murni. Jika sesuatu menyentuh Engkau, ia meyentuhku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah aku.”
2. Abu Yazid al-Bustami,
a. Biografi Singkatnya
Abu Yazid al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Dia lahir sekitar tahun 200 H (813 M) di Bustam, bagian Timur Laut Persia. Di Bustam ini pula ia meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M); dan makamnya masih ada hingga saat ini (Fariduddin al-Attar, 1979: 100)nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Dia lahir sekitar tahun 200 H (813 M) di Bustam, bagian Timur Laut Persia. Di Bustam ini pula ia meninggal dunia pada tahun 261 H (875 M); dan makamnya masih ada hingga saat ini (Fariduddin al-Attar, 1979: 100)
b. Pengalaman Sufinya
Abu Yazid al-Bustami dan paham Al Fana
Abu Yazid termasuk seorang yang memperkenalkan Fana dan Baqa. setelah fase ini didahului, seorang sufi akan menyatu ( Ittihad ) dengan tuhannya. Antara dirinya dan tuahn sudah terjalin cinta yang selanjutnya maka ia bermesraan dengan tuhan, ia mendekat, sampai tidak ada jarak dan akhirnya menyatu dengan Tuhan. setelah itu , Ana ( saya ) dan Anta ( kamu ) sudah tidak ada, yang ada hanyalah ana. setelah menyatu dengan tuhan, tidak ada lagi ucapan. kalau masih menyebut Allah ( Dia ) berarti Tuhan masih jauh dan belum menyatu antara kau dan Aku. Ucapan inilah yang terlontar dari abu Yazid Sehabis Sholat Subuh ia pernah berucap sebagai pengalaman Ittihad :
إني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني
Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah Allah Tidak ada tuhan selain aku maka sembahlah aku
3. Abu Bakr Muhammad ibn al-‘Arabi al-Hatimi al-Tai
a. Biografi Singkatnya
Bernama lengkap Abu Bakr Muhammad ibn al-‘Arabi al-Hatimi al-Tai,1 sufi asal Murcia, Spanyol ini lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H bertepatan dengan 28 Juli 1165. Dirinya dijuluki ”Syaikh al-Akbar” (Sang Mahaguru) dan ”Muhyiddin” (”Sang Penghidup Agama”). Kendati tidak mendirikan tarekat populer—atau agama massa menurut istilah Fazlur Rahman—pengaruh Ibn ‘Arabi atas para sufi meluas dengan cepat, melalui murid-murid terdekatnya yang mengulas ajaran-ajaran dengan terminologi intelektual maupun filosofis
b. Pengalaman Sufinya
” Ibnu 'Arabi dan paham Wahdatul Wujud ”
Menurut Ibnu Arabi, Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah hakikatnya Alam.Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khalik dan wujud yang baru yang disebut Makhluk. bahkan antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu . Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam hakekat yang satu. untuk peryataan tersebut Ibn Arabi mengemukakannya lewat sya’irnya :
العبد رب والرب عبد # يا ليت شعري من المكلف
إن قلت عبد فذاك رب # أوقلت رب أنى يكلف
Artinya : Hamba adalah tuhan, dan Tuhan adalah Hamba, Demi perasaanku, siapakah yang mukallaf ? Jika engkau katakan Hamba, padahal dia ( pada hakikatnya ) Tuhan juga atau engkau katakan Tuhan, lalu siapa yang dibebani Taklif
Analisis
Dalam menjawab masalah ini kita memerlukan pendekatan Sufi karena kalau kita melihat dengan pendekatan yang lain maka hasil hukumnya pun akan berbeda, dan untuk lebih mendalaminya kita memerlukan Maqam setingkat itu untuk faham dengan apa yang mereka katakan karena setiap orang memiliki maqam yang berbeda beda, maka ketiak seseorang melihat dengan pengetahuan dan maqamnya maka seukuran maqam itulah yang ia bisa faham tentang masalah tersebut.
Sehingga ada ungkapan:
من لم يذوق لم يعرف
Siapa yang tidak pernah merasakan maka ia tidak mengetahuinya
Para Sufi biasanya mengeluarkan kata-kata seperti di atas ketika berada Maqam dan Hal " Ittihad " yang menurut Harun Nasution, Itihad adalah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata " hai aku "
Dan ungkapan seperti itu juga dikenal dengan Hulul dalam konsep Al- Hallaj, Hulul yang terjadi pada Al Hallaj tidaklah real karena memberi pengertian secea jelas tentang adanya perbedaan antara hamba dan tuhan. dengan begitu, hulul yang terjadi hanya sekedar kesadaran psikis yang berlangsung pada kondisi fana ( lebur ), atau menurut ungkapannya sekedar terleburnya nasut dan lahut, atau dapat dikatakan antara keduanya tetap ada perbedaan, seperti dalam syarirnya ” Air tidak dapat menjadi anggur meskipun keduanya telah bercampur aduk ” . Dari uraian diatas, tampak bahwa redaksi apa pun yang muncul dari ummat islam maupun non – Islam terhadap Al- Hallaj, ia tetap mempunyai andil yang besar dalam perkembangan tasawuf.
Demikian pula fana’ terjadi karena kondisi takut atau dalam kondisi Raja’ dan pada kondisi Hub ( cinta ) sehingga hati menjadi tidak hadir saat menyaksikan sebahagian hakikat atau muncul darinya ucapan-ucapan atau perbuatan laksana apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mabuk lillah yang disebut dengan ” Syathahat ”
Syathahat yang diucapkan para sufi hendaknya dipahami secara sufi pula, sehingga Al – Hallaj tidak perlu dikafirkan dan mengalami nasib yang menyedihkan, tapi takdir menentukan demikian.
C. Pendekatan Kajian Keislaman tentang Pengalaman orang Sufi
Ajaran Sufi pada dasarnya berkosentrasi pada kehidupan ruhaniyah, mendekatkan diri kepada Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati, dzikir, ibadah lainnya serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mungkin layak dikatakan bahwa praktek spritual (tasawuf) adalah inti ajaran sufisme. Sudut pandangan teori-teori dan metafisikanya telah dielaborasikan oleh para sufi tapi tentu saja kehidupan dalam sufi dapat kita jumpa dalam meditasi (dzikir), shalat, puasa dan praktek sehari-hari lainnya. Dalam faktanya, sebahagian besar sufi menetapkan beragam dan bermacam-macam praktek tasawuf. Praktek-praktek yang bersifat mediatif ini benar jika dihubungkan dengan apa yang disebut sebagai “mengingat” nama-nama Allah. Peraktek – praktek yang dijalani para sufi disebut Tariqah.
Maka Thariqah adalah jalan yang ditempuh oleh para sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah. dan Thariqah juga mengandung pengertian organisasi . Yang mempunyai syeikh, upacara ritual dan bentuk dzikir tertentu. Dengan demikian ada dua pengertian tariqat.
(1) Tarekat sebagai pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalani kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu tingkat kerohanian tertentu. Tarekat dalam artian ini adalah dari sisi amaliyah.
(2) Tarekat sebagai sebuah perkumpulan atau organisasi yang didirikan menurut aturan yang telah ditetapkan oleh seorang syeikh yang menganut suatu aliran tarekat tertentu.
Untuk melihat hubungan antara dua pengertian di atas dan juga hubungannya dengan tasawuf menarik untuk dikutip apa yang ditulis Abuddin Nata berikut:
“Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang syeikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan sebagaimana yang disebutkan diatas. Dengan kata lain, Tarekat adalah tasawuf yang melembaga.
Dengan demikian, Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan Tarikat itu adalah cara atau jalan yang ditempuh seseorang Salik dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Para Sufi menyusun sebuah sistem,alur praktik- praktik spritual ataupun resep penjernihan hati yang dalam Ajaran tasawuf Akhlaqi terdiri dari tiga tingkat yang diberi nama: Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Dan dalam ajaran tasawuf Irfani upaya – upaya tersebut disebut : Riyadhah, Tafakkur, Tazkiyat An – Nafs dan Dzikrullah
1. Takhalli adalah usaha membersihkan diri dari semua perilaku tercela, baik maksiat batin maupun maksiat lahir. hal ini disebut dengan istilah : Riadah ( Latihan-latihan Rohaniyah )
2. Tahalli adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan dari akhlak-akhlak tercela. Diantara sikap mental yang sangat penting untuk diisikan kedalam jiwa manusia adalah Tobat, Zuhud Faqr ( Fakir ),Sabar, Syukur, Rela ( Rida ) dan Tawakal. hal ini disebut dengan istilah : Maqam ( tingkatan atau stasiun ) dan menurut para Sufi maqam adalah :tingkatan seorang Hamba di hadapan Allah dalam hal ibadah dan latihan – latihan ( riyadah ) jiwa yang dilakukannya. Dan dikalangan para Sufi urutan maqam ini berbeda beda :
Menurut Al Kalabadzi dalam bukunya At- Ta'aruf lil mazahib At- Tashawwuf – menjadkan tobat sebagai kunci ketaatan, kemudian zuhud, sabar, faqr, Tawadhu, Khauf, Takwa, ikhlas, Syukur, Tawakkal, reda, yakin, dzikir, uns, qarb dan Mahabbah.
Apa yang dirumuskan Al- Gazali lebih sedidkit lagi. Ia merumuskan Maqam seperti berikut ini : Tobat, sabar,syukur, khuf, Raja', Tawakkal, Mahabbah,Rida, ikhlas, muhasabah dan Muraqabah.
3, Tajalli, berarti tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah diupayakan pada langkah-langkah diatas langgeng, berkelanjutan dan terus meningkat, maka mesti rasa ketuhanan di dalam semua aktifitas akan melahirkan kecintaan dan kerinduan kepada- Nya. hal ini disebut dengan istilah : Hal ( Keadaan atau kondisi Psikologis ketika seorang Sufi mencapai Maqam tertentu ) contoh : seorang yang tengah berada dalam maqam tobat akan menemukan hal ( perasaan ) betapa indahnya bertobat dan betapa nikmatnya menyadari dosa-dosa di hadapan tuhan. Perasaan ini akan menjadikan benteng kuat untuk tidak mengerjakan kembali dosa-dosa yang pernah dilakun .
untuk melanggengkan rasa kedekatan dengan Tuhan ini, para sufi mengajarkan hal- hal berikut: Muhasabah (Waspada) dan Muraqabah (Mawas Diri), Hub ( Cinta ), Raja’ ( Berharap/ Optimisme ) dan Khauf ( Takut ), Syauq ( Rindu ),Uns ( Intim ) tak pernah merasa sepi, Thuma'ninah ( tentram), Musyahadah dan Yakin .
Dan Tujuan akhir dari alur dan resep-resep di atas menurut Tasawuf Akhlaqi adalah untuk mencapai Kesucian jiwa yang merupakan satu-satunya jalan yang dapat menghantarkan seorang kehadirat Allah. Dan menurut Tasawuf Irfani adalah Ma’rifat ( mengenal Allah ) dia adalah puncak kedekatan manusia dengan Allah.
Al-Qur’an sebagai kitab suci yang di dalamnya ditemukan sejumlah ayat yang berbicara atau paling tidak berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas. Di dalam Al-Qur’an ditemukan perintah beribadah dan berdzikir, diantaranya:
•
Artinya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. ( Q.S. Al- Bayyinah; 5 )
Artinya : Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. ( Q.S. Hadid: 16 )
Tentang Tobat / minta Ampun :
Artinya : Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.
Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia, Al-Qur’an di antaranya menegaskan:
•• •
Artinya :
Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
Imam Qatadah dalam Tafsir Al Bagawi mengatakan bahwa Firman Allah SWT pada surat Al-Kahfi ayat ; 28 diturunkan pada Ahli Suffah :
قوله عز وجل: { وَاصْبِرْ نَفْسَكَ } الآية نزلت في عيينة بن حصن الفزاري أتى النبي صلى الله عليه وسلم قبل أن يسلم وعنده جماعة من الفقراء فيهم سلمان وعليه شملة قد عرق فيها وبيده خوصة يشقها ثم ينسجها فقال عيينة للنبي صلى الله عليه وسلم: أما يؤذيك ريح هؤلاء ونحن سادات مضر وأشرافها فإن أسلمنا أسلم الناس وما يمنعنا من اتباعك إلا هؤلاء فنحهم عنك حتى نتبعك أو اجعل لنا مجلسا ولهم مجلسا فأنزل الله عز وجل: { وَاصْبِرْ نَفْسَكَ } أي: احبس يا محمد نفسك { مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ } طرفي النهار { يُرِيدُونَ وَجْهَهُ } أي: يريدون الله لا يريدون به عرضا من الدنيا
قال قتادة: نزلت في أصحاب الصفة وكانوا سبعمائة رجل فقراء في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرجعون إلى تجارة ولا إلى زرع ولا ضرع يصلون صلاة وينتظرون أخرى فلما نزلت هذه الآية قال النبي صلى الله عليه وسلم: "الحمد لله الذي جعل في أمتي من أمرت أن أصبر نفسي معهم "
Dalam Al-Qur'an dinyatakan :
Artinya :dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang dikenal sebagai ahli Tafsir, memahami kata " Menyembahku " ( ليعبدون ) dengan " Mengenalku " ( ليعرفون ). Tampak jelas, bahwa bagi kaum Sufi, pengenalan kepada Allah merupakan tujuan primer dan pijakan mendasar ( Iltizam ) dalam suatu proses Ibadah.
Dan ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran tasawuf, diantaranya adalah hadist yang artinya:
”Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata: Wahai Nabi Allah berwasiatlah kepadaku. Nabi berkata: Bertakwalah kepada Allah karena, itu adalah himpunan setiap kebaikan. Berjihadlah, karena itu kehidupan seorang rubbani muslim, Berdzikirlah, karena itu adalah nur bagimu.”
Tentang kwalitas dan kwantitas ibadah Rasulullah, Aisyah r.a pernah berkata:
أَنَّ نَبِيَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْمَ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ : لِمَ تَصْنَعُ هَذاَ ياَرَسُوْلَ اللهِ وَقَدَ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ : أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا ( رواه البخاري ومسلم )
“Sesungguhnya Nabi SAW bangun di tengah malam (untuk melaksanakan shalat) sehingga kedua telapak kakinya menjadi lecet. Saya berkata kepadanya:”Wahai Rasulullah mengapa anda masih berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang bagimu?” Nabi SAW, lalu menjawab:”Salahkah aku jika ingin menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur”.
Pengalaman sufistik Muhammad dalam sejarah hidupnya secara tidak langsung memberikan pijakan tersendiri bagi pengalaman sufistik yang dialami para sufi. Pengalaman sufistik Muhammad yang paling mencolok dalam sejarah hidupnya antara lain adalah pengalaman sufistik di gua Hira, al-ru’yâ as- sâdiqah, pewahyuhan, mushâdahah pada malam isrâ’-mi’râj, dan kondisi fanâ’.
Pengalaman-pengalaman sufistik Muhammad itu dapat dipandang sebagai implementasi (pelaksanaan) tajalli yang ia alami setelah melalui proses takhalli (pengosongan dari kesadaran nilai-nilai yang secara sosiologis melingkupi) dan tahalli (pengisian). Pada proses takhalli, Muhammad telah berupaya untuk kembali kepada Tuhan melalui khalwah (menyendiri, bersemedi) yang secara terus menerus ia lakukan di gua Hira selama kurang lebih tujuh tahun.
Sementara upaya Muhammad untuk menyempurnakan perilaku hidupnya ini bisa kita sebut sebagai proses pengisian atau tahalli pada dirinya. Pada proses tahalli itu, potensi-potensi berakhlak luhur yang ada pada dirinya mengalami penyempurnaan. Penyempurnaan ini ditandai dengan sifat keagungan, kemuliaan, kejujuran, serta kesadarannya yang sampai pada tahap kesadaran spiritual yang amat tinggi. Dari situlah, kemudian Muhammad dapat bertajalli (dirinya termanifestasi dalam pengetahuan ketuhanan ) , suatu tingkatan di mana ia memperoleh pengalaman-pengalaman sufistik bersama Allah .
Ayat –ayat dan hadits-hadits yang dikutip di atas hanya sebahagian dari ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengemukakan hal-hal kehidupan ruhaniyah para Sufi. Kehidupan yang didominasi oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada Tuhan, bersyukur dan ridha serta dekat dengan Allah. Kehidupan seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah sendiri serta para sahabat-sahabatnya, khususnya mereka yang dijuluki ahl al-shuffah. ( أهل الصفة )
Karena itu, setelah mengutip sejumlah ayat yang berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf dan menjelaskannya, Muhammad Abdullah asy-Syarkawi mengatakan:
“Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asal mula tasawuf Islam dapat ditemukan semangat ruhaninya dalam Al-Qur’an al-Karim, sebagaimana juga dapat ditemukan dalam sabda dan kehidupan Nabi saw., baik sebelum maupun sesudah diutus menjadi nabi. Awal mula tasawuf Islam juga dapat ditemukan pada masa sahabat Nabi saw beserta para generasi sesudahnya.”
Abu Nashr As-Siraj Al-Thusi mengatakan bahwa ajaran tasawuf pada dasarnya digali dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Karena amalan para sahabat, menurutnya, tentu saja tidak keluar dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Analisis
Menurut hemat penulis jika beberapa konsep yang ada di dalam tasawuf seperti Taubah, Al-zuhd, al-tawakal, al-syukr dan lainnya dirujuk kepada Al-Qur’an, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran dan pengalaman mereka walaupun dalam perkembangannya mungkin dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh asing sehingga di kalangan Sufi ada yang benar dan salah sebagaimana hal ini terjadi pada selain mereka.
Dan dalam kaitan ini pula, menurut Amin Syukur ada dua aliran dalam tasawuf : pertama, aliran Tasawuf Sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al- hadis secara ketat, serta mengaitkan ahwal dan maqamat mereka kepada dua sumber tersebut. Kedua , aliran tasawuf falsafi yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi,dalam pemakaian tema-tema filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karan itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf, dan juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
D. Beberapa Pengalaman Sufistik yang luar biasa
Dikalangan sufi ada pristiwa – peristiwa yang luar biasa yang sering kita istilahkan dengan ” karamah ” dan kalau merujuk pada Al – Qur’an dan hadis ternyata hal yang demikian ada adanya seperti :
1. Dalam Surat Yunus ayat 62 :
Artinya :Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
2. Surat Maryam ayat 25 :
•
Artinya : dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,
3. Surat Ali Imran ayat 37 :
• •
Artinya : Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
4. Surat Al Kahfi Ayat 16 – 18 :
• •
Artinya : dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.dan kamu mengira mereka itu bangun, Padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.
Imam Fakhrur Rozi dalam tafsirnya telah menerangkan ayat ini atas bahwasanya Karamat itu ada dan ia mengatakan :
احتج أصحابنا الصوفية بهذه الأية على صحة القول بالكرامات وهو استدلال ظاهر
Allah dalam Hadis Qudsi berfirman :
ما يتقرب عبد إلي بمثل أداء ماافترضت عليه و لايزال العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ولسانه الذي ينطق به ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشي بها فبي يسمع فبي يبصر وبي ينطق وبي يعقل وبي يبطش وبي يمشي
والله أعلم بالصواب
Penutup
Tasawuf atau Sufisme adalah ilmu yang mengandung ajaran-ajaran tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara-cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan nafsu, kehidupan duniawi, cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta fana dalam kekekalan-Nya sehingga sampai kepada pengenalan hati yang dalam akan Allah ( Ma'rifatullah ).
Sufi adalah orang yang menjalankan tasawuf. Sedangkan Tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh para sufi untuk dapat dekat kepada Allah. Thariqah juga mengandung pengertian organisasi.
Tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah walaupun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh unsur asing. Tasawuf telah berkembang sejak akhir abad ke dua Hijriah walaupun pada abad pertama hijriyah telah kelihatan dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) yang dipraktekkan Rasulullah dan para sahabat.
Berbagai ungkapan yang keluar dari Sufi soleh yang kontradiksi hendaknya dipahami secara sufi pula, sehingga kita tidak menghukum orang dengan hukuman salah apalagi sampai mengkafirkannya sebelum benar-benar faham masalahnya agar kita tidak termasuk dalam Ayat :
•
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( Al- Isra’ : 36 )
Dan sesuatu yang luar biasa yang keluar dari tangan kaum sufi ( Insan ) yang saleh itu adalah Karamah yang diberikan Allah kepada mereka dan Allah Maha kuasa atas itu semua.
================================================
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an Al Karim
Syaikh Abdullah Hafiz, Tasawuf dalam pandangan Ulama Salaf, Pustaka Al Kautsar Cet. 3, 2001
Syaikh Nibhani, Karamatul Auliya’, Darul fikr
Dr. K.H. Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik Sosial,Mizan, Bandung,2006
Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag dan Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu Tasawuf,Pustaka setia, Bandung,2008
Drs. Mahjuddin, M.Pd. Akhlak Tasawuf II Pencarian Ma’rifat Bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagian Batin Bagi Sufi Kontempurer,Kalam Mulia, Jakarta, 2010.
Ahmad bin Muhammad bin Ajibah Al Husniy, Iqazul Himam,Al-Haramaen,Singapura-Jiddah
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011
Ihsan Muhammad Dahlan, Sirajuttalibin, Al haramaen, Jilid I
Alamat: http://istanailmu.com/2011/04/14/study-tasawuf/html
Lampiran :
Istilah – Istilah Sufi
1. Tobat adalah :Rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati disertai permohonan Ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa
2. Zuhud adalah : Sikap mengurangi keterkaitan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesedaran
3. Faqr adalah : Tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki
4. Sabar ; Pengekangan tuntutan nafsu dan amarah
5. Sykur : ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima
6. Rida : Menerima dengan rasa puas apa yang dianugrahkan Allah SWT
7. Wara’ : Meninggalkan hal-hal yang syubhat
8. Tuma’ninah : Ketenangan jiwa atau Sakinah
9. Yaqin : Hilangnya Keragu-raguan
10. Ilmu Yaqin : Keyaqinan yang dapat menerima kebenaran kongkrit dan Abstrak, lalu berakhir dengan kuatnya suatu keyakinan
11. ’Ainul Yaqin : Keyaqinan yang muncul dari penglihatan mata batin, lalu menimbulkan kebenaran yang luar biasa
12. Haqqul Yaqin : Keyakinan yang diawali dengan tersingkapnya tabir, kemudian terlihat suatu warna keyaqinan, lalu muncul Fana’ dalam kebenaran keyakinan (Ta’rif Ibnul Qayyim Al Jawziyyah )
13. Tawakkal :Menyerahkan segala urusan kepada Allah, membersihkannya dari ikhtiar yang keliru dan tetap menapakai kawasan-kawasan hukum dan ketentuan
14. Muhasabah : Waspada adalah : meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah
15. Muraqabah : Mawas diri adalah : Meneliti dengan cermat apakah segala perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang kehendaki-nya.
16. Cinta : Mahabbah adalah :Kecendrungan hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan
17. Raja’ : Berharap adalah : Perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi
18. Kauf : Takut adalah : kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti, yang akan menimpa diri pada masa yang akan datang
19. Syauq : rindu adalah : Rindu ingin segera bertemu dengan Tuhan
20. Uns : intim adalah : Sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi
21. Ilmu Ladunni : Ilmu yang datang lewat ilham yang dibisikkan ke dalam hati manusia
22. Riyadah : Melatih jiwa melepaskan ketergantungan terhadap kelezatan duniawi yang fatamorgana, lalau menghubungkan diri dengan realitas rohani dan ilahi
23. Kasyaf ( Illuminasi ): Pintu gerbang kemenangan yang besar ( Terbuka Hijab )
24. Takhalli : Usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlaq yang tercela
25. Tahalli : Upaya mengisi atau menghiasi diri dengan sikap, perilaku dan akhlaq terfuji
26. Tajalli : terungkapnya Nur Gaib agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlaq dan terbiasa melakukan perbuatan luhur tidak berkurang
27. Fana’ : Musnah dan lenyap adalah : hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, menghingkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu / suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan tuhan
28. Baqa’ ; tetap adalah : mendirikan sifat-sifat terfuji kepada Allah
29. Hulul : Menempati suatu tempat adalah : Paham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh –tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada daalam tubuh itu dilenyapkan
30. Wahdatul Wujud : Kesatuan Wujud
31. Lahut : Sifat dasar ketuhanan
32. Nasut : Sifat dasar Kemanusiaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar