Pertanyaan 92 : Si A dan si B bersuami isteri . bertahun- tahun tidak mampunyai Anak. Dikarenakan mereka tidak bisa mendapat anak lalu mereka bercerai. Setelah lepas iddah, bekas isteri itu lalu dinikah ( dikawini ) sama si C . Lama-lama kira-kira satahun antara si A dan C dikaruniai seorang anak. Anaknya perempuan. Setelah besar dikawin anaknya itu sama si B, bekas suami Ibunya. Bagaimanakah hukumnya shah atau tidak ?
Jawab :
Diantara yang diharamkan kita mengawininya dan tidak shah adalah Robaib, yaitu jama dari kata Robibah artinya : anak perempuannya isteri kita dari orang lain. Dan keharamannya adalah disyaratkan apabila ibunya sudah kita dukhul. Akan tetapi apabila kita kawini ibunya , lalu kita ceraikan sebelum didukhul, maka tidaklah haram untuk mengawini anaknya. Jadi keharaman mengawini robibah, atau anak tiri , adalah apabila ibunya sudah didukhul. Dengan demikian daptlah kita ketahui, bahwa sebab keharaman mengawini anak perempuannya isteri itu adalah ditekankan apabila ibunya sudah didukhul. Jadi wanita yang pernah kita dukhuli dengan nikah , haramlah atas kita mengawini anak perempuannya. Sama ada anak perempuan yang sudah ada waktu kiita mendukhulinya, ataupun yang belum ada. Karena semua itu disebut juga robibah atau anak perempuan isteri. Firman Allah SWT dalam Surat An-nisa’ ayat 23
23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Artinya :Dan diharmkan atas kamu , anak – anak tiri yang pada ghalibnya berada dalam perawatan kamu , dari isteri-isterikamu yang kamu telah mendukhuli mereka itu. Maka jika belum kamu dukhuli mereka, maka tidaklah berdosa atas kamu mengawini anak-anak perempuan mereka
Tersebutlah pula dalam kitab Al Muhazzab juz II halaman 42 sebagai berikut :
ويحرم عليه ابنة المرأة بنفس العقدتحريم جمع لأنه إذا حرم عليه الجمع بين المرأة و أختها فأن يحرم الجمع بين المرأة وابنتها أولى فإن بانت الأم قبل الدخول حلت له البنت وإن دخل بالأم حرمت عليه البنت على التأبيد لقوله تعالى :
Artinya :
Dan haram atasnya, anak perempuan dari isteri dengan semata-mata aqad sebagai keharaman menggabung, karena bahwasanya , apabila haram atasnya menggabung antara isteri dan saudaranya, maka sesungguhnyakeharaman menggabung antara isteri dan anak perempuannnya adalah lebih utama. Maka jika telah putus si ibu sebelum didukhuli, halallah baginya anak perempuannya dan jika telah didukhuli ibunya, haramlah atasnya anak perempuannya atas jalan selama-lamanya. Karena firman Allah SWT. Dan diharmkan atas kamu , anak – anak tiri yang pada ghalibnya berada dalam perawatan kamu , dari isteri-isterikamu yang kamu telah mendukhuli mereka itu. Maka jika belum kamu dukhuli mereka, maka tidaklah berdosa atas kamu mengawini anak-anak perempuan mereka
Pertanyaan 93 : Ayah saya mempunyai anak laki-laki dan adik ayah saya mempunyai anak perempuan, bolehkah kawin ? dan bagaimana hukumnya ?
Jawab : Anak dari saudara laki-laki ayah disebut “ waladul ‘Am “ anak dari saudara perempuan ayah disebut “ Waladul ‘ammah “ . anak dari saudara laki-laki ibu disebut “ Waladul Khali “. Dan anak dari saudara perempuan ibu disebut “ Waladul kahalati “. Didalam bahasa kita semuanya itu disebut : sepupu,atau Misan.
Sepupu atau misan, bukanlah Mahram kita, yang diharamkan kita menikahinya. Sepupu itu adalah Ajnabi atau orang helat yang boleh kawin mengawini, walaupun terkadang dapat juga menjadi wali dalam pernikahan, yaitu sepupu, yang terdiri dari anak laki-lakinya saudara ayah kita yang laki-laki. Jadi kawin dengan misan atau sepupu itu adalah boleh, karena sepupu atau misan itu bukanlah daripada empat belas macam yang diharamkan menurut nash. Adalah :
a. 7 Orang karena Nasab ( Keturunan )yaitu :
1. Ibu, terus keatas
2. Anak perempuan, terus kebawah
3. Saudara perempuan, baik yang seibu sebapak, ataupun yang sebapak saja, ataupun yang seibu saja.
4. Saudara perempuannya ibu
5. Saudara peremouannya bapak
6. Anak perempuannya saudara laki-laki
7. Anak perempuannya saudara perempuan
b. 2 orang karena radha’ ( menyusu ) yaitu :
5. Ibu yang menyusui
6. Saudara perempuan sepersusuan
c. 4. orang karena mushaharah semenda ( berambil ambilan atau kemertuaan dan permantuan ) :
1. Ibunya isteri ( atau ibu martua )
2. Anak tiri yang ibunya telah didukhuli
3. Isterinya bapak
4. Isteri dari anak laki-laki
d. 2. orang dari jihat jama’ atau menghimpun, tetapi keharamannya tidak ta’bid ( tidak kekal ), artinya bisa menerima halal sewaktu-waktu, yaitu bila menyendiri yaitulah : Saudara perempuannya isteri dan bibinya isteri.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui akan kebolehannya perkawinan seorang terhadap sepupu atau misannya. Untuk dalilnya, baiklah kita sama membuka kitab suci Al – Qur’an pada surat An- Nisa’ ayat : 22- 23 sebagai berikut :
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
7. Pertanyaan 94 : Adakah benar atau dapatkah dibenarkan, apabila seseorang ingin meninggalkan isteri yang tua dan mengambil isteri yang muda ?
Jawab : Kalau yang anda tanyakan ini mengenai thalaq, maka dapatlah kamu jawab, walaupun thalaq itu boleh terjadi, namun dia termasuk pekerjaan yang halal yang dibenci Allah. Pada asalnya hukum thalaq ini tidak tergantung kepada isteri yang tua atau yang muda. Tetapi yang mana saja atau kedua-duanya lurus, jujur dan baik perangi, maka dimakruhkanlah menthalaqnya. Tetapi kalau salah seorang dari padanya atau kedua-duanya itu tidak mustaqimatil haal, tidak jujur, menyeleweng, buruk perangi, maka kedua-duanya itu sunnat dithalaq, jika sudah tak ada jalan lagi untuk memperbaikinya. Dan untuk selanjutnya memilih isteri yang baik. Akan tetapi jika laki-laki bermaksud tujuannya kawin cerai karena semata-mata ingin membanyakkan rasa kelezatan untuk dirinya untuk afwisseling yang tidak membosenkan, maka pekerjaannnya ini adalah pekerjaan yang tidak disukai Allah dan rasul Nya, sebagaimana dating celanya dari sabda Rasulallah Saw :
إن الله لا يحب الذواقين والذواقات
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menyukai laki-laki tukang merasai dan perempuan tukang merasai
Menurut Ibnul Atsir dalam Annihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Juz II, halaman 54 sebagai berikut :
يعني : السريعي النكاح السريعي الطلاق
Artinya : Maksudnya : Orang – orang yang cepat kawin dan cepat cerai
8. Pertanyaan 95 : Bolehkah kita berpolygami dengan isteri yang keduanya masih satu ibu dengan isteri yang pertama, tetapi lain bapak. Mohon penjelasan.
Jawaban : Memadu dua isteri yang terdiri dari dua saudara, sama ada saudara seibu sebapak atau sebapak saja atau seibu saja, adalah haram dan tidak sah perkawinan kedua isteri itu jika bersamaan akadnya, dan tidak sah yang akan belakangan jika berurut perkawinan. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ :
وأن تجمعوا بين الأختين
Artinya : Dan diharamkan atas kamu bahwa menggabung antara dua saudara permpuan
Al Baijuri memberikan Dhabit atau catatan makna saudara perempuan dengan katanya, pada hasiyahnya, pada juz II, halaman 111, sebagai berikut :
وضابطها كل أنثى ولدها أبواك أوأحدهما فالأولى شقيقة والثانية لأب أو لأم
Artinya : Dan catatan saudara perempuan itu, yaitu tiap-tiap perempuan yang dilahirkan oleh kedua ibu bapakmu atau salah seorang dari keduanya. Maka yang pertama itu : saudara seibu sebapak. Dan yang kedua saudara sebapak atau saudara seibu.
Dan tersebut dalam Fathul Mu’in pada Hamis I’anatut Talibin juz III, halaman 297 sebagai berikut :
وضابطها من يحرم الجمع بينهما كل امرأتين بينهما نسب أو رضاع يحرم تناكحهما إن فرضت إحداهما ذكرا
Artinya : Dan catatan orang yang haram digabungkan antara keduanya, yaitulah tiap-tiap dua perempuan yang di antara keduanya itu ada keturunan atau persusuan, yang haram pernikahan keduanya jika diandaikan salah seorangnya itu laki-laki.
Kesimpunya :
Menggabung dua orang perempuan yang bersaudara keduanya sebagai saudara seibu, ini tidak boleh dan tidak sah, karena jika diandaikan, salah seorang dari keduanya itu seorang laki-laki, bolehkah ia dikawinkan dengan saudara perempuannya yang seibu itu ? tentu tidak boleh. Nah maka jika keduanya itu perempuan, tidaklah boleh digabungkan sebagai dua orang isteri kita.
9. Pertanyaan :96 Seorang wanita hamil dari zina , Apakah dibolehkan kawin sebelum melahirkan anak ? Dalam kitab suci Al-Qur’an ada ayat yang artinya kurang lebih sebagai berikut :
5. Wanita hamil tidak boleh kawin kecuali setelah melahirkan
6. Wanita yang berzina tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki berzina pula dan dilarang dengan kaum mukminin
Jawaban : Mengenai seorang wanita hamil dari zina apakah dibolehkan kawin sebelum melahirkan anak, dan bagaimana hokum anak yang dilahirkan, sudah pernah kami jawab masalahnya melalui Radio kegemaran anda, Radio siaran Cenderawasih ini. Dan dapat kami kabarkan juga disini, bahwa masalah tersebut sudah termaktub pula dalam buku “ Taudihul Adillah “ juz I, halaman 90 s/d 91 ilah buku kumpulan jawabn masalah-masalah, yang pernah disiarkan melalui Radio Cendrawasih
Mengenai ayat pertama yang saudara tanyakan adalah firman Allah SWT dalam Surat Thalaq ayat 4 sebagai berikut :
وأولات الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن ( الطلاق )
Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, iddah mereka itu adalah kelahiran anak-anak mereka
Ayat ini mempunyai hubungan pengertiannya dengan ayat-ayat yang sebelumnya yaitu untuk perempuan hamil yang di thalaq oleh suaminya, dan untuk perempuan hamil yang suaminya meninggal dunia.
Nama surat yang menyebut masalah ini adalah : suratuthalaq artinya : Surat yang menguraikan masalah thalaq, Adapun perempuan yang berzina tidaklah ada iddahnya karena perhubungan yang tidak dihormati oleh syara’ bahkan perhubungan yang dimurkai. Perempuan yang berzina tidak ada iddahnya, setelah jenggonya memisahkan diri dari padanya, dengan sebab sudah bosan atau meninggal dunia. Tidak dengan tiga bulan tidak dengan tiga Quru’ ( Tiga kali suci dari haidl ) dan tidak dengan melahirkan kandungannya kalau dia hamil dengan jalan zina karena kandungannya tidak terbangsa kepada sahibul iddah. Memang ayat “ وأولات الأحمال Wa Ulatul Ahmal “ itu adalah umum meliputi isteri-isteri yang dithalaq dan yang suaminya meninggal dunia. Tetapi untuk mengumumkannya kepada kehamilan dari berzina adalah keluar dari Qadiyyah yang dimaksudkan dalam surat At talaq itu, ibarat orang main sepak bola , sudah Out ball. Jadi bola jangan ditendang lagi . Kalau seorang Suster misalnya berseru dimuka rumah bersalin : Ibu-ibu yang hamil sudah enam bulan , hari ini mesti mendapat suntik ? sudah tentu yang dimaksud adalah Ibu-ibu yang hamil enam bulan yang sudah mendaftar sebagai pasien rumah bersalin itu. Karena merekalah yang simaksudkan, dan yang dibicarakan. Jadi tidak sembarang ibu yang hamil enam bulan bisa terima suntik.
Diriwayatkan dari ubai bin Ka’ab berkata :
قلت يا رسول الله وأولات الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن للمطلقة ثلاثا أو للمتوفى عنها فقال هي للمطلقة ثلاثا و للمتوفى عنها ( رواه أحمد والدارقطني )
Artinya : Aku berkata : ya rasulallah Dan Wanita-wanita yang hamil itu, iddahnya bahwa mereka melahirkan kandungan mereka, apakah untuk yang dithalaq tiga, atau untuk yang ditinggal mati ? maka sabdanya : untuk yang dithalaq tiga dan yang ditinggal mati ( HR. Ahmad dan Addrarul Qutni )
Adapun mengenai ayat kedua yang anda tanyakan yaitu firman Allah SWT dalam surat An- Nur ayat 3 sebagai berikut :
3. laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin[1028].
[1028] Maksud ayat ini Ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.
Untuk mengetahui tafsiran ayat ini baiklah kami bawakan disini apa yang diutarakan oleh Imam Ibnu Jarir Attabari dalam tafsirnya juz ke 18 halaman 74 sebagai berikut :
حدثنا علي قال حدثنا عبد الله قال حدثنا معاوية عن علي عن ابن عباس : قوله ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة ) قال " الزاني من أهل القبلة لا يزني إلا بزانية مثله أو مشركة. قال " والزانية من أهل القبلة لاتزني إلا بزان مثلها من أهل القبلة أو مشرك من غير أهل القبلة ثم قال : وحرم ذلك على المؤمنين
Artinya : telah memberitakan kepada kami oleh Ali, katanya : telah memberitakan kepada kami oleh Abdullah, katanya : telah memberitakan kepada kami oleh Mu’awiyah dari Ali dari Ibnu Abbas ra. Firman Allah katanya “ Laki-laki jalang dari Ahli Kiblah tidakkah ia berzina melainkan dengan perempuan yang jalang yang sepertinya. Atau perempuan yang musrikah katanya “ Dan wanita jalang dari ahli kiblah tidakkah ia berzina melainkan dengan laki-laki yang bukan ahli kiblah , kemudian katanya : Dan diharamkan yang demikian itu yakni berzina atas orang-orang yang beriman.
Dengan uraian Attabari ini, nyatalah bahwa yang dimaksudkan dengan kata-kata “ La yangkihu “ artinya tidak melakukan zina sebagaimana diketahui bahwa wathi’ itu memang setengah dari pada makna nikah.
Adapun mereka yang berpendapat bahwa makna “ nikah “ disini adalah : Akad Nikah, maka dinyatakannya bahwa ayat ini memang hukum Allah yang melarang perjodohan laki-laki yang afif terhadap wanita jalang dan sebaliknya, akan tetapi larangan ini kemudian telah dinasakhkan , dihapuskan hukumnya dengan Surat An-nur ayat 32 :
32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Sebagaiman diriwayatkan dari Sa’id ibnu musayyab :
يرون الأية التي بعدها نسختها : وانكحواالأيامى منكم قال : فهن من أيامى المسلمين
Artinya : Mereka itu memandang ayat yang sesudahnya itu menasakhnya. Yaitulah : “ Wankihul Ayamaa minkum “ dikatakannya : maka mereka itupun dari pada orang-orang bujangan Muslimin.
Jadi menurut dua-dua tafsiran ini, tidaklah ayat tersebut menanggung larangan perkawinan antara laki-laki afif dengan perempuan lajang , atau laki-laki jalang terhadap perempuan afifah.
Kitab Taudihul Adillah karangan : KH. M.Syafi’i Hadzmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar