Selasa, 21 Juni 2011

Anak Zina dalam pernikahan

Beberapa masalah dalam kongres

Usul yang di jawab oleh kongres Nahdatul Ulama’ yang di ketuai oleh Kiyai Hasyim As’Ary Jombang.
1. Seorang perempuan mati suaminya, kemudian di dalam Iddahnya atau setelah habis Iddahnya Empat bulan sepuluh hari ia berzina dan bunting
2. Seorang perempuan di talaq oleh suaminya , kemudian di dalam Iddahnya atau setelah habis iddahnya dengan Quru’ ( yakni tiga kali suci ) ia berzina dan bunting, kemudian ia kawin dengan si kacung…..yang di tanyakan apakah hukum perkawinan tersebut, dan apa hukum anaknya yang di lahirkan itu. Kemudian Kongres Nahdatul Ulama’ tersebut menjawab / memetuskan sebagai berikut :


a. Jika perempuan tersebut melahirkan anaknya dalam masa kurang dari enam bulan di hitung dari akaq kawinnya dengan si kacung dari empat tahun dari masa mati suaminya atau kurang dari empat tahun dari masa di talaq suaminya yang mati itu / kepada suaminya yang mentalaq nya, dan ternyata perkawinannya dengan si kacung itu tidak sah , dalilnya yaitu hadis yang berbunyi sebagai berikut :
الولد للفراش و على العا هر الحجر ( البخاري )
Artinya : Anak tersebut kembali bagi suaminya yang sah ( yakni suami yang mati itu atau suami yang mentalaq itu ) dan atas perempuan yang berzina itu batu perejam

b. Jika perempuan tersebut melahirkan anaknya setelah enam bulan , dihitung dari perkawinannya , maka anaknya itu adalah anak si kacung dan ternayata perkawinannya si kacung itu adalah sah
c. Dan jika perempuan itu melahirkan anak kurang dari enam bulan dari akaq perkawinannya dengan si kacung dan lebih dari empat tahun di hitung dari masa mati suaminya atau dari masa di talaqnya oleh suaminya , maka anak itu bukan anak si kacung dan bukan anak suaminya yang mati itu atau bukan anak suaminya yang mentalaq itu tetapi ia adalah anak ibunya.
Dan inilah keputusan dan jawaban Nahdatul Ulama’ yang di ajukan kepada Ulama’ – Ulama’ besar di makkah al – Mukarramah yang di setujui oelh beliau – beliu hal tersebut terjadi pada tahun : 1937 M. Tahun ini saya sendiri naik Haji ke makkah Al – Mukarramah ini yang ke ketiga , kali ini saya dapat bermukim di makkah sampai tiga kali haji, dan saya pulang ke Indonesia pada awal tahun 1940 M. setelah mulai perang dunia kedua baru enam bulan.
Saudara – saudara dari jawaban tersebut dapat kita mengerti dan memetik jawaban – jawaban dari usul – usul yang masuk kepada Majlis Ta’lim pada pengajian yang telah lalu yakni pada tanggal : 15 April 1984 M. yang di tunggu –tunggu oleh pengusul jawabannya, pada hari pengajian Abituren yang sekarang ini, Dan sekarang marilah kita teliti usul –usul yang masuk itu dengan seksama sebagai berikut :

Penghubungan anak zina
Usul : 1 / B; 27 :
Seorang perempuan yang sudah didukhuli di cerai oleh suminya, pada waktu pertengahan Iddah , Iddah Quru’ atau Iddah bulan atau sesudah selesai Iddahnya perempuan ini berzina dengan beberapa orang dan perempuan mengaku dengan zinanya, dan ia beranak kurang dari empat tahun, di hitung dari jatuh talaknya
Jadi yang saya tanyakan : Anak yang di lahirkan itu apakah bisa di ilhakkan yakni di hubungkan kepda suaminya yang mentalqnya itu, sehingga anak itu nanti dapat menerima harta warisan nanti bila bekas suaminya itu meninggal dunia ? Dan bagaiman hukum anak itu kalau bekas suaminya tidak mengakuinya sebgai anaknya?

Jawab :
Jawab Usul tersebut bahwa anak itu di ilhakkan ( di hubungkan ) kepada suaminya yang mentalqnya itu , dan sudah barang tentu bahwa anak tersebut pasti mendapatkan warisan dari bapaknya itu adaikata dia mati , dan bukan hanya itu saja melainkan juga ia menjadi walinya kalau anak itu perempuan dan berkawain, dan tidak dapat anak itu ternafi dari bapaknya itu dengan tidak mengakuinya , kecuali dengan jalan berli’an dengan cara yang di sebut di dalam kitab Fiqh pada babul Li’an, dan dalialnya hadis yang telah di utarakan dalam jawaban nahdatul Ulama’ tersebut.

Nikah orang yang sudah berzina

Usul : 2 / B: 27 :
Seorang istri yang sudah di dukhuli meninggal dunia suaminya setelah selesai Iddahnya yaitu empat bulan sepuluh hari, ia berzina dan hamil dan ia mengaku dengan zinanya, begitu juga laki – laki yang menzinainya juga mengaku dengan zinannya itu , lalau di nikahkan oleh walinya , apakah nikahnya ini di anggap sah atau tidak ?

Jawab :
Usul yang kedua ini sebagaimana tersebut di dalam jawaban kengres Nahdatul Ulama’ itu , ada padanya tafsil antara lain :
a. Kalau perempuan itu melahirkan anak kurang dari empat bulan , di hitung dari waktu perkawinannya dengan laki –laki tersebut dan kurang dari empat tahun di hitung dari mati suaminya , maka anak itu di ilhakkan kepda suaminya yang mati itu, dan ternayata perkawinanya dengan laki-laki itu tidak sah.
b. Kalau perempuan tersebut melahirkan setelah enam bulan di hitung dari waktu perkawinannya dengan laki – laki itu maka anaka itu adalah anak suaminya yang kedua dan ternyata perkawinannya sah.
c. Dan kalau perempuan itu melahirkan kurang dari enam bulan di hitung dari perkawinannya dengan laki – laki tersebut dan lebih dari empat tahun di hitung dari waktu mati suaminya yang semula, maka anak itu bukan anak suaminya yang kedua dan tidak di ilhakkan kepada suaminya yang mati itu dan ternayata bahwa perkawinannya dengan suami yang kedua itu adalah sah dan anak itu bukan anak suami yang kedua dan tidak di ilhakkan kepada suami yang mati akan tetapi anak itu adalah anak ibunya saja .

Perempuan yang di tinggal
meninggal yang sudah diduhuli dan ia berzina

Usul : 3 / B : 27
Seseorang perempuan yang sudah diduhuli , suaminya meninggal dunia . sesudah satu tahun ia berzina dengan beberapa orang , dan perempuan ini mengaku dirinya berbuat zina dan ia bunting , kemudian ia melahirkan anaknya pada tahun yang kedua dari meninggal dunia suaminya. Yang saya tanyakan : Apakah anak yang lahir itu di ilhakkan kepada suaminya yang meninggal dunia itu?. Dan kalau di ilhakkan , bagaimana harta yang sudah di bagi oleh waris apakah harus di tinjau kembali ?

Jawab :
Jawab Usul ketiga yaitu bahwa anak tersebut harus di ilhakkan kepada suaminya nyang mati itu , dan peninggalan yang telah di bagi itu harus di tinjau kembali , kemudian di bagi secara ilmu fara’id sebagaimana mestinya,




Laki-laki yang kawin dengan
perempuan yang sudah bunting

Usul : 4 / B : 27 :
Seorang laki – laki berkawin dengan perempuan bunting yang di zinainnya, setelah beberapa hari kemudian dari pada itu tidak mewathikkannya atau yang mewathikkannya lebih dahulu baru ia mencerainya. Kemudian perempuan itu melahirkan setelah enam bulan lebih beberapa hari , di hitung dari akaq nikahnya, dalam masalah ini kemanakah anak ini di ilhakkan atau anak siapakah ini ?

Jawab :
Jawab Usul yang ke empat ini bahwa anak tersebut harus di ilhakkan kepada suaminya itu, masalahini dalilnya sebagai yang di sebut di dalam kitab “ Bugyatul Murtarsyidiin “ Halaman : … iabaratnya :
لو نكح حاملا من الز نا فو لدت لستة أشهر و لحظتين فأكثر من النكاح فالولد يلحقه

Perempuan yang bercina buta setelah berzina
Usul : 5 / B : 27 :
Seorang suami mentalaq istrinya dengan talaq tiga . kemudian setelah selesai iddahnya kurang lebih satu tahun , ia berzina dengan bekas istrinya itu , dan keduanya mengku perbuatannya itu , kemudian perempuan ini berkawin dengan orang lain , dengan kata lain ( bercina Buta ) tetapi ternyata setelah lima bulan dari bercine butanya, Perempuan ini melahirkan anak. Yang saya tanyakan.
a. Bagaimana so’al Cina Butanya? Apa sah atau tidak?
b. Dan bagaimana kalau anak itu lahir setelah enam bulan lebih ?

Jawab :
Jika kurang dari Enam bulan dari waktu kawin cina butanya dan kurang empat tahun dari masa di talaq oleh suaminya itu, maka anak itu di ilhakkan ( di hubungkan ) Kepada suaminya yang mentalaqnya itu, dan ternyata perkawinan cina butanya itu tidak sah
Dan jika melahirkan setelah enam bulan dari perkawinan cina buta itu, maka anak itu adalah anak suami cina buta itu, dan perkawinan cina buta itu adalah sah.

Komentar
Ketahuilah bahwa jawaban – jawaban dari lima usul di atas di ambil dari jawaban keputusan Kongres Nahdatul Ulama’ yang di ajukan kepada Ulama’-Ulama’ Besar Makkah Al – Mukarramah pada tarikh yang yang telah saya jelaskan di atas, yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari beliau – beliau itu.
Kemudian dengan ini saya tujukan kepada pengusul sendiri yang mengatakan bahwa ia tidak puas dengan jawaban – jawaban yang ia telah mendengarnya sebelum dari jawaban saya ini.
Nah sekarang setelah mendengar jawaban saya ini,kemudian tidak merasa puas,itu terserah kepada pengusul sendiri,puas tidak puas, karena kita sebagai orang awam wajib mengikuti pendapat ulama’-ulama’ besar yang terpandang /termashur didunia islam,kemudian jangan usul kembali dikemudian hari ……..dan kalau saudara selidiki
Dengan secara mendalam,saudara ketauhi bahwa jawaban ulama’ itu adalah berdasarkan hadis seperti berikut ini
الولد لفراش و على العاهر الحجر
Pengertian hadis tersebut hanya pemandangan kepada suami yang sah dan tidak ada pemandangan sama sekali kepada wathik, zina dan dasar kedua yang beliau pakai dalah kaidah sekurang-kurang buntingan yaitu enam bulan, dan kaidah selama-lama
buntingan yaitu empat tahun, maka dari itu kalau tidak mungkin dihamili anak itu kepada suaminya yang sah dahuluan karena dilahirkan kemudian dari empat tahun dan tidak mungkin dihamili pada suaminya yang kedua, karena lahirnya kurang dari enam bulan, dihitung dari kawinnya dengan suami kedua barulah bekiau-beliau itu memutuskan bahwa anak tersebut tidak dapat diilhakkan keoada suaminya yang dahuluan yang mentalaknya atau yang mati dan tidak dapat juga diilhakkan kepadasuami yang kedua, karena sebab-sebab tersebut diatas.


Lihat Artikel lainya yang berkaitan dengan :



4 komentar:

  1. saya kok malah gak paham ya,keteranganya kok jauh banget contohnya "Jika kurang dari lima bulan dari waktu kawin cina butanya dan kurang empat tahun dari masa di talaq oleh suaminya" empat tahun apa empat bulan ya ustadz?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oya. Terimakasih atas Komentarnya :
      dak jauh bangat....hee
      Maksudnya adalah : Jika kurang dari 6 bln dari perkawinannya yg ke dua dengan suami cina butanya tersebut:( karena minimal masa kehamilan dalam mazhab Syafi'i adalah 6 bln dari perkwinnannya dan paling banyak ( Maksimalnya ) adalah 4 Th. )jadi:
      Kalau ia melahirkan dalam perkawinan keduanya ( cina butanya )kurang dari 6 bln dankurang dari 4 th dari perkawinannya dengan suami pertama ( sumami yg mentalaqnya ) maka perkawinannya ( cina butanya tidak sah)

      Hapus
  2. empat bulan to empat tahun??
    fatwanya 4 bulan, contohnya 4 tahun. mana yg bener?

    BalasHapus