Kamis, 03 Januari 2013

Menetapkan Fatwa Harus Dengan Metodologi


Jakarta (Pinmas)—Fatwa mempunyai kedudukan yang penting dalam agama Islam. Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan kebekuan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang dalam penetapannya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan, menghadapi persoalan serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang.
Al-Quran dan As-Sunah yang menjadi sumber utama dalam syariah Islam tidak mungkin difahami oleh semua golongan muslim kecuali mereka yang mengkaji secara mendalam tentang bidang dan ilmu agama. Justru, para ulama memainkan peranan yang amat penting dalam merealisasikan tuntutan agama bagi memberi kefahaman yang jelas dan benar melalui fatwa.
Namun demikian tidak sembarang orang bisa mengeluarkan fatwa. Pemberi fatwa atau mufti harus memenuhi syarat antara lain pemahaman yang mendalam tentang Al Quran dan As Sunnah, menguasai kaidah bahasa Arab serta menguasai berbagai masalah.
Demikian benang merah yang terungkap pada pembahasan sesi pertama Konferensi Internasional tentang Fatwa di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (24/12).
Pemaparan yang disampaikan Ketua Pelaksana Harian MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat Dr KH Ma’ruf Amin mengetengahkan tajuk tentang Fatwa-Fatwa MUI dan pentingnya untuk landasan hukum Islam dalam konteks negara bangsa. Bertindak sebagai pembahas, Prof Dr Abdunnasir Abul Basal, Dr Ahmad bin Abdullah Humeid dan Dr Adel bin Abdullah Qutah.
“Barang siapa berfatwa tanpa ilmu dia berdosa karena fatwanya,” kata Kiai Ma’ruf.
Menurutnya, salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh agama.
“Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang kokoh. Oleh karenanya, implementasi metode (manhaj) dalam setiap proses penetapan fatwa merupakan suatu keniscayaan,” jelas kiai yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Adapun metode yang dipergunakan oleh MUI dalam proses penetapan fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Nash Qath’i, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji. Pendekatan Nash Qoth’i dilakukan dengan berpegang kepada nash al-Qur’an atau Hadis untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat dalam nash al-Qur’an ataupun Hadis secara jelas. Sedangkan apabila tidak terdapat dalam nash al-Qur’an maupun Hadis maka penjawaban dilakukan dengan pendekatan Qauli dan Manhaji.
Menurut Dr Ahmad bin Abdullah Humeid, ulama dari Arab Saudi, persoalan ijtihad hanya boleh dilakukan ulama yang memang mempunyai kemampuan untuk berijtihad. “Mufti tidak boleh memutuskan kecuali sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah. Kalau melanggar Al Quran dan As Sunnah fatwanya wajib ditolak,” tegasnya.
Sementara Prof Dr Abdunnasir Abul Basal mengatakan, umat Islam harus member perhatian kepada mufti dan orang-orang yang mengeluarkan fatwa. Perlu ditekankan bahwa fatwa tidak bertentangan dengan maqasid syariah. “Kalau bertentangan maka wajib kita tolak.” Kata Rektor sebuah Perguruan Tinggi di Yaman.
Selain itu, seorang mufti juga harus bersikap arif dan bijak. Jangan sampai fatwa yang dikeluarkan mengundang kontravesial, sehingga menimbulkan perpecahan dikalangan umat Islam.
Dr Adel bin Abdullah Qutah mengatakan, fatwa hanya disa dilakukan oleh ulama yang kompeten, serta memiliki integritas dan ketrampilan dalam berinteraksi dengan masyarakat. “Mufti harus menjadi pemadan kebakaran setiap kali ada yamnw mengobarkan api,” tuturnya.
Menurutnya, seorang mufti harus memiliki niat yang baik dan tujuan yang baik. Selain itu tidak mencari popularitas. “Mufti harus ikhlas, penuh kewibawaan,” imbuhnya.
Pada sesi tanya jawab, salah seorang peserta mengusulkan agar Konferensi yang diselenggarakan kerjasama Kementerian Agama dengan Rabithah Alam Islami mengeluarkan fatwa tentang vaksinasi yang dipergunakan jamaah haji, moderator Dr Saleh bin Abdullah Humeid menjelaskan bahwa konferensi ini bukan untuk mengeluarkan fatwa baru. Namun dalam rangka menjelaskan bahwa fatwa memiliki arti yang sangat penting bagi umat. (ks)
Sumber :http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=115576

Lihat Artikel lainya yang berkaitan dengan :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar