Jumat, 08 Juni 2012

Sistem Wakaf dalam penerapan kontemporer

Sistem Wakaf dalam penerapan kontemporer
Penyusun : M. Syafi'i, S.HI

Pendahuluan
Membicarakan problematika sosial masyarakat dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini maka Keberadaan lembaga wakaf bisa menjadi suatu solusi. Karna Wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi. Karena itu, pendefisinian ulang terhadap wakaf adalah untuk memiliki makna yang lebih relavan dengan kondisi yang rill persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting.
Wakaf merupakan aset abadi yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang terutama yang memerlukan. Oleh karena itu, dengan harta wakaf kesempatan untuk maju dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik akan terbuka luas sampai ke lapisan bawah.
Wakaf dalam bentuk uang tunai dalam tradisi Islam di sebut ”Waqf al-Nukud”, dipopulerkan juga dengan cash waqf. Pada masa pemerintahan Dinasti Usmani di Turki wakaf uang ini telah berjalan untuk pembiayaan dan perawatan aset wakaf (Ahmet Tabakoglu, 1992: 9) Oleh karena itu, sudah saatnya pula wakaf tunai dilaksanakan dengan baik dan berterusan di Indonesia. Dengan itu akan ada dana abadi potensial yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan harta wakaf untuk aktivitas ekonomi dan kesejahteraan ummat. Untuk melihat dan menambah wawasan tentang wakaf marilah kita telusuri bagaimana penertian wakaf dan sistem wakaf dan penerapan kontemporer.

Pembahasan
A. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “ الوقف ” yang bererti “الحبس ”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu ( Ibnu Manzhur : 9/359). Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (Al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (Al-manfa‘ah) (Al-Jurjani: 328) . Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (Al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (Al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (Al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (Al-Syairazi: 1/575).
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan ( Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Abu zahrah menyimpulkan pengertian wakaf dengan :
الوقف هو حبس العين بحيث لا يتصرف فيها بالبيع أو الهبة أو التوريث وصرف الثمرة إلى جهة من جهات البر وفق شرط الواقف
Artinya :
Wakaf adalah menahan suatu materi benada yang tidak diatur padanya dengan penjualan , Hibah, pewarisan dan penyerahan hasilnya ke semua jalan kebajikan sesuai syarat orang yang berwakaf.

B. Dasar Hukum
Wakaf merupakan salah satu pondasi kebaikan dalam islam yang dianjurkan dengan dalil nas Al-Qur’an yang banyak menganjurkan atas infaq fi sabillah seperti :
Al Quran surat ; al-Haj:77,
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Surat Al-Imron: 92,

Artinya :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Surat Al-Baqarah: 261.

Artinya :
perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

Kemudian dalam hadis Nabi yang menyinggung masalah sadaqoh jariyah yaitu:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلى الله عليه وسلم قَالَ: اِذَا مَاتَ ابْنُ اَدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ. رواه مسلم
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.(HR.Muslim)

Penafsiran shadaqoh jariyah dalam hadis tersebut dikatakan masuk kedalam pembahasan masalah wakaf, seperti yang dikatakan oleh seorang Imam:
ذَكَرَهُ فِيْ بَابِ الْوَقْفِ لاِنَّهُ فَسَّرَ الْعُلَمَاءُ الصَّدَقَةَ الْجَارِيَةَ بِالْوَقْفِ
Artinya:
Hadis tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para Ulama menafsirkan shadaqoh jariyah dengan wakaf.

Begitu juga As sunnah diantaranya adalah apa yang disebutkan Jamaluddin Az-zaela’i Al - Hanafy pada kitab Nasbu Rayah Li Ahadisil Hidayah pada kitab Wakaf Bagian III Halaman : 477 :
رَوَى الطَّبَرَانِيُّ فِي "مُعْجَمِهِ" مِنْ حَدِيثِ بَشِيرٍ السُّلَمِيُّ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْمَدِينَةَ اسْتَنْكَرُوا الْمَاءَ، وَكَانَتْ لِرَجُلٍ مِنْ بَنِي غِفَارٍ عَيْنٌ يُقَالُ لَهَا: رُومَةُ، وَكَانَ يَبِيعُ مِنْهَا الْقِرْبَةَ بِمُدٍّ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " بِعْنِيهَا بِعَيْنٍ فِي الْجَنَّةِ" ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِي وَلَا لِعِيَالِي غَيْرُهَا، لَا أَسْتَطِيعُ ذَلِكَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ، فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسَةٍ وَثَلَاثِينَ أَلْفَ دِرْهَمٍ، ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَجْعَلُ لِي مِثْلَ الَّذِي جَعَلْتَهُ لَهُ، عَيْنًا فِي الْجَنَّةِ إنْ اشْتَرَيْتُهَا؟ قَالَ: "نَعَمْ" ، قَالَ: اشْتَرَيْتُهَا وَجَعَلْتُهَا لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya :
At Tabrani meriwayatkan dalam Ma’jamnya dari Hadis basir As Sulamy ia berkata ketika Orang Muhajirin datang ke madinah mereka mengingkari adanya air dan adalah Bani gaffer seorang yang memiliki mata air yang yang terkenal dengan “ Rumah “ dan adalah pemiliknya menjual air tersebut satu griba ( tempat Air dari kulit) dengan harga satu Mud, maka Rasulallah SAW bersabda “ Jualah lah kepada ku dengan mata Air di surge, maka ia mengatakan Ya rasulallah aku dan kelurgaku tidak memiliki harta selainnya dan aku tidak bisa menjualnya, maka sampai berita tersebut kepada Utsman Bin Affan maka ia membelinya dengan harga 35 ribu dirham kemudian ia menghadap kepada Rasulallah SAW dan mengatakan ya rasulallah apakah engkau akan menjadikan bagiku seperti apa yang kau jadikan baginya berupa mata air di surge jika aku membelinya, maka Rasulallah mengatakan : Ya . maka akau membelinya dan akau jadikan dia untuk orang-orang islam.
Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dan menurut KHI Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentiangan ibadat atau keperluan umum lannya sesuai dengan ajaran Islam.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

C. Pembagian Wakaf
Berdasarkan fungsi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf para Fuqaha’ membagi wakaf menjadi tiga bagian :
1. Al- wakful Khaery adalah :
هو الوقف الذي يشترط الواقف صرف عائده إلى جهة خيرية مستمرة الوجود ( لاينقطع ) مثل الفقراء والمساكين والمدارس والمستشفيات ونحوها
Artinya :
Dia adalah wakaf yang menyaratkan oleh orang yang berwakaf mempergunakan manfaatnya kepada jalan kebaikan selama-lamanya. Seperti orang fakir dan Miskin dan Madrasah-madrasah dan Rumah sakit.

2. Al- Wakfu Ahli atau Az- Zurry adalah :
هو الوقف الذي يخصص الواقف عائده لذريته في البداية ثم من بعدها لجهة خيرية مستمرة الوجود
Artinya :
Dia adalah Wakaf yang dikhususkan oleh yang berwakaf yang manfaatnya untuk keturunannya untuk pertama kali kemudian orang – orang setelahnya untuk jalan kebaikan selama-lamanya.

3. Al- Wakful Mustarak adalah :
وهو ما ا شترك في استحقاق عائده الذرية وجهات البر العامة معا
Artinya :
Dia adalah wakaf yang ikut serta pada pemilikan manfaatnya keturunannya dan semua jalan kebaikan secara umum bersama-sama.

D. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN WAKAF
1. Masa Rasulullah
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam ( fuqaha’ ) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata:
Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani: 129).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, ia berkata:
Dari Ibnu Umar ra, berkata : “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.Muslim).
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”. Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu’ads bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar”. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah Istri Rasulullah SAW.

2. Masa Dinasti-Dinasti Islam
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.
Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan tertarik dengan pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkan.
Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara ( Baitul mal ). Ketika Shalahuddin Al-Ayyuby memerintah Mesir, maka ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh dinasti Fathimiyah sebelumnnya, meskipun secara fiqh Islam hukum mewakafkan harta baitulmal masih berbeda pendapat di antara para ulama.
Pertama kali orang yang mewakafkan tanah milik nagara (baitul mal) kepada yayasan dan sosial adalah Raja Nuruddin Asy-Skyahid dengan ketegasan fatwa yang dekeluarkan oleh seorang ulama pada masa itu ialah Ibnu “Ishrun dan didukung oleh pada ulama lainnya bahwa mewakafkan harta milik negara hukumnya boleh (jawaz), dengan argumentasi (dalil) memelihara dan menjaga kekayaan negara. Sebab harta yang menjadi milik negara pada dasarnya tidak boleh diwakafkan. Shalahuddin Al-Ayyubi banyak mewakafkan lahan milik negara untuk kegiatan pendidikan, seperti mewakafkan beberapa desa (qaryah) untuk pengembangan madrasah mazhab asy-Syafi’iyah, madrasah al-Malikiyah dan madrasah mazhab al-Hanafiyah dengan dana melalui model mewakafkan kebun dan lahan pertanian, seperti pembangunan madrasah mazhab Syafi’iy di samping kuburan Imam Syafi’I dengan cara mewakafkan kebun pertanian dan pulau al-Fil.
Dalam rangka mensejahterakan ulama dan kepentingan misi mazhab Sunni Shalahuddin al-Ayyuby menetapkan kebijakan (1178 M/572 H) bahwa bagi orang Kristen yang datang dari Iskandar untuk berdagang wajib membayar bea cukai. Hasilnya dikumpulkan dan diwakafkan kepada para ahli yurisprudensi (fuqahaa’) dan para keturunannya. Wakaf telah menjadi sarana bagi dinasti al-Ayyubiyah untuk kepentingan politiknya dan misi alirannya ialah mazhab Sunni dan mempertahankan kekuasaannya. Dimana harta milik negara (baitul mal) menjadi modal untuk diwakafkan demi pengembangan mazhab Sunni dan menggusur mazhab Syi’ah yang dibawa oleh dinasti sebelumnya, ialah dinasti Fathimiyah.
Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesat dan beraneka ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Akan tetapi paling banyak yang diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan, seperti gedung perkantoran, penginapan dan tempat belajar. Pada masa Mamluk terdapat wakaf hamba sahaya yang di wakafkan budak untuk memelihara masjid dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh pengusa dinasti Ustmani ketika menaklukan Mesir, Sulaiman Basya yang mewakafkan budaknya untuk merawat mesjid.
Manfaat wakaf pada masa dinasti Mamluk digunakan sebagaimana tujuan wakaf, seperti wakaf keluarga untuk kepentingan keluarga, wakaf umum untuk kepentingan sosial, membangun tempat untuk memandikan mayat dan untuk membantu orang-orang fakir dan miskin. Yang lebih membawa syiar islam adalah wakaf untuk sarana Harmain, ialah Mekkah dan Madinah, seperti kain ka’bah (kiswatul ka’bah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Shaleh bin al-Nasir yang membeli desa Bisus lalu diwakafkan untuk membiayai kiswah Ka’bah setiap tahunnya dan mengganti kain kuburan Nabi SAW dan mimbarnya setiap lima tahun sekali.
Perkembangan berikutnya yang dirasa manfaat wakaf telah menjadi tulang punggung dalam roda ekonomi pada masa dinasti Mamluk mendapat perhatian khusus pada masa itu meski tidak diketahui secara pasti awal mula disahkannya undang-undang wakaf. Namun menurut berita dan berkas yang terhimpun bahwa perundang-undangan wakaf pada dinasti Mamluk dimulai sejak Raja al-Dzahir Bibers al-Bandaq (1260-1277 M/658-676) H) di mana dengan undang-undang tersebut Raja al-Dzahir memilih hakim dari masing-masing empat mazhab Sunni.
Pada orde al-Dzahir Bibers perwakafan dapat dibagi menjadi tiga katagori: Pendapatan negara hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa kepada orang-orang yanbg dianggap berjasa, wakaf untuk membantu haramain (fasilitas Mekkah dan Madinah) dan kepentingan masyarakat umum. Sejak abad lima belas, kerajaan Turki Utsmani dapat memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga Turki dapat menguasai sebagian besar wilayah negara Arab. Kekuasaan politik yang diraih oleh dinasti Utsmani secara otomatis mempermudah untuk merapkan Syari’at Islam diantaranya ialah peraturan tentang perwakafan.
Di antara undang-undang yang dikeluarkan pada dinasti Utsmani ialah peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 Hijriyah. Undang-undang tersebut mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi administrasi dan perundang-udangan.
Pada tahun 1287 Hijriyah dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf. Dari implementasi undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih banyak tanah yang berstatus wakaf dan diperaktekkan sampai saat sekarang. Sejak masa Rasulullah, masa kekhalifahan dan masa dinasti-dinasti Islam sampai sekarang wakaf masih dilaksanakan dari waktu ke waktu di seluruh negeri muslim, termasuk di Indonesia.
Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah diterima (diresepsi) menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Disamping itu suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda bergerak atau benda tak bergerak. Kalau kita perhatikan di negara-negara muslim lain, wakaf mendapat perhatian yang cukup sehingga wakaf menjadi amal sosial yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju perubahan jaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak Kekayaan Intelektual (Haki), dan lain-lain. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.


E. Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf Di Beberapa Negara Muslim
Dalam catatan sejarah islam, sudah dipraktikkan baik dalam bentuknya yang masih tradisional/konvensional, dalam arti bentuk wakaf berupa benda-benda tidak bergerak maupun wakaf produktif berupa wakaf uang atau wakaf tunai (cash waqh) bahkan, wakaf tunai (cash waqh) ternyata sudah diperaktikan sejak awal abad kedua hijriyah. M Syafii Antonio mengutip hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menjelasakan bahwa Imam az Zuhri (w. 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar kondifikasi hadist (tadwnin- al hadist) mengeluarkan fatwa yang berisi anjuran melakukan wakaf dinar dan dirham untuk membangun sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.

E.1. Kerajaan Magrib/ Maroko
1. Munculnya Wakaf dan perkembangan
Muncul nya wakaf di maroko tidak terlepas dari proses penaklukan kota tersebut oleh kaum Muslimin karena ketika mereka sampai di suatu tempat di kerajaan tersebut mereka mendirikan pondasi sebuah Masjid karena mengikut Nabi Muhammad SAW, pendirian pondasi Masjid termasuk ketulusan niat para penaklukan kota, masjid merupakan tempat awal pendidikan keislaman yang lahir didalamya risalah islam. Ini dibuktikan oleh sejarah ketika Ukbah bin Nafi’ sampai Maroko ia mendirikan Masjid di Dar’ah dan begitu juga di sus Al Aqsa dan masjid-masjid yang lainnya.
Dan jelas lah bagi kita bahwa wakaf sudah diketahui dan terkenal di Maroko ketika penaklukan kota tersebut sehingga dikatakan :
حتى لم يكد يخلو حي أو زقاق من مسجد أو مساجد
Artinya :
Hampir tidak ada desa dan gang-gang yang sunyi dari Masjid bahkan mereka memiliki beberapa Masjid.

Selanjutnya semangat berwakaf untuk membangun Masjid terus meningkat dan itu terlihat pada pemerintahan Yusuf Bin Tasyifin yang sangat antusias mendirikan Masjid dan memperbaiki Tembok , Tempat penampungan Air dan Tempat Qadha Hajat ( WC ) disemua penjuru kota Pas.sehingga kalau ada di suatu tempat tidak ada Masjidnya maka penduduknya dihukum dan mereka dipaksa untuk mendirikanya.
Di antara sumber pendapatan negara diperoleh dari wakaf dan dikelola secara baik. Ada kementerian khusus yang bertanggung jawab mengelola wakaf, yaitu Menteri Wakaf dan Urusan Islam . Di Indonesia, wakaf ini ditangani oleh Menteri Agama.
Negeri Arab yang berada di ujung paling barat, hingga juga diberi sebutan maghrib ini berpenduduk muslim, lebih dari 98 %. Oleh karena itu wakaf menjadi sumber pendapatan yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sosial, seperti untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan, pengentasan kemiskinan, modal usaha, termasuk membiayai kebutuhan tempat ibadah, dan lain-lain.
Berbagai jenis wakaf dikelola oleh pemerintah, misalnya wakaf tanah, bangunan dan lain-lain. Wakaf tanah pertanian misalnya, dikelola hingga menghasilkan uang pada setiap panen. Begitu pula, tanah wakaf yang berada di tempat-tempat strategis, dibangun pertokoan, perumahan atau fasilitas lain. Berbagai jenis fasilitas itu kemudian disewakan untuk menghasilkan uang.
Orang Maroko bertempat tinggal di apartemen. Di sepanjang jalan dari Rabat ke beberapa kota. Orang membeli apartemen dan selanjutnya digunakan sebagai tempat tinggal. Tidak sebagaimana di Indonesia, siapapun bisa seenaknya membangun rumah, orang Maroko hanya dibolehkan membuat rumah apabila di tempat yang direncanakan itu telah tersedia saluran air, listrik, dan sarana pembuangan sampah.
Akibat dari ketentuan tersebut, maka tidak semua orang secara bebas bisa membuat rumah sendiri seenaknya. Orang Maroko pada umumnya kemudian membeli atau menyewa apartemen-apartemen untuk selanjutnya digunakan sebagai tempat tinggal. Ketentuan yang diberlakukan oleh kerajaan seperti itu menjadikan rumah-rumah di Maroko satu dengan yang lain tampak mengumpul, dan di antara perumahan yang satu dengan lainnya dipisahkan oleh lahan pertanian, hutan, dan lain-lain.
Kembali pada persoalan wakaf, bahwa oleh karena pengelolaannya ditangani secara modern, maka hasil wakaf menjadi sumber pendapatan negara hingga selanjutnya digunakan untuk membiayai kepentingan sosial yang beraneka ragam. Masjid yang ada di Maroko misalnya, pembangunan dan pengelolaannya dibiayai dari hasil wakaf. Para muadzin dan imam masjid digaji oleh pemerintah. Selain itu tidak diperbolehkan pembangunan masjid dicarikan dari sumbangan yang tidak jelas, apalagi dari sumber yang diperoleh dengan cara meminta-minta di pinggir jalan, itu dilarang.
Selain itu, hasil wakaf digunakan untuk membiayai pendidikan. Di Maroko semua biaya pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi ditanggung oleh pemerintah. Pendidikan di negeri itu semua gratis. Semua biaya pendidikan, mulai dari penyediaan sarana dan prasarana, gaji guru dan pegawai ditanggung oleh pemerintah, dan bahkan para mahasiswa mendapatkan biaya hidup. Semua dana itu, di antaranya, diperoleh dari hasil pengelolaan wakaf.


E.2. Al Jazair
Aljazair (الجزائر) terletak di barat-laut Afrika dengan pantai sepanjang Laut Tengah di sebelah utara, berbatasan dengan Tunisia di timur laut, Libya di timur, Niger di sebelah tenggara, Mali dan Mauritania di barat laut, dan Maroko di barat. Nama Algeria berasal dari nama ibu kotanya Aljir yang berarti kepulauan (al-jazā’ir, dalam bahasa Arab). Ini mungkin merujuk kepada 4 buah pulau yang terletak berdekatan dengan Aljir. Algeria merupakan negara kedua terbesar di benua Afrika. Lembaga wakaf di Al Jazair sepenuhnya belum terlaksana dengan bebas hingga datang undang-undang Tahun 1989 M. Yang diterangkan dalam pasal 49 : yang mengatakan :

الأملاك الوقفية وأملاك الجمعيات الخيرية معترف بها ويحمى القانون تخصيصها
Artinya :
Harta Wakaf dan Harta- harta untuk kebaikan diakui dan dilindungi undang-undang ketentuannya.

Dengan adanya undang-undang tersebut lembaga Wakaf di negara tersebut memiliki dasar hukum yang kuat menurut undang-undang.
الأوقاف في الجزائر بشكلها التقليدي تنقسم إلى : أوقاف ثابتة كالمباني والأراضي الزراعية 2. وأوقاف منقولة كوقف المصاحف والكتب وغيرها
Artinya :
Wakaf di Aljazair dalam bentuk tradisional dibagi menjadi: wakaf tetap seperti bangunan dan tanah pertanian 2. Dan Wakaf wakaf manqulah seperti mewakafkan Quran, buku dan lainnya
Wakaf sebagaimana biasanya masih tetap dengan sifanya yaitu masih tunduk pada syarat yang disyaratkan oleh Wakif dari segi penggunaan manfaat untuk keturunan pada wakaf zurry atau untuk jalan kebaikan pada wakaf Khairi atau untuk keduanya pada wakaf Mustarak dan tidak ada kemungkinan untuk mengambil sebagian manfaat dari harta wakaf dengan tujuan mengambalikan pokoknya karna akan merusak sarat sarat orang yang berwakaf.
Melihat itu semua di Al Jazair Wakaf memiliki penyaratan yang sangat ketat dari wakif yang membuat organisasi wakaf di sana merasa kualahan untuk mengembangkan harta wakaf
E.3. Kerajaan Yordan
Kerajaan Yordania yang penduduknya diperkirakan sekitar 6,3 juta pada tahun 2009. Negara ini berbatasan dengan Syiria, Saudi Arabia, Iraq, dan Palestina. Ibukotanya adalah Amman. 92% penduduknya adalah Muslim dengan sunni sebagai madzhab mayoritas. Yordania termasuk salah satu negara yang memiliki pendapatan perkapita terbesar di dunia Arab. Negara ini juga dianggap sebagai salah satu negara yang bersih (clean government) .
1. Hukum Positif tentang Wakaf di Yordania
Urusan wakaf di Yordania diatur dalam peraturan pengelolaan wakaf Usmani yang diterbitkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Aturan ini berlaku hingga munculnya undang-undang baru tentang wakaf tahun 1946 M .
Dalam undang-undang dasar yang disahkan pada tanggal 19 April 1928, perhatian terhadap wakaf sudah dilakukan seperti terlihat dalam pasal 61 yang menyebutkan bahwa urusan wakaf dan manajemen keuangannya ditentukan secara khusus dalam sebuah undang-undang. Kemaslahatan wakaf dianggap sebagai salah satu kemaslahatan pemerintah. Ketika diumumkan tentang pendirian kerajaan Yordania pada tanggal 25 Mei 1946, undang-undangnya menguatkan hal tersebut dengan dikeluarkannya pasal 63 yang memberikan perhatian khusus terhadap wakaf. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah undang-undang wakaf nomor 25 tahun 1946.
Ada hal yang perlu diperhatikan di sini bahwa undang-undang dasar untuk pemerintahan Yordania, kemudian undang-undang kerajaan tahun 1946 telah menunjukkan secara bersamaan bahwa pengaturan wakaf dan manajemen keuangan dan semacamnya diatur dengan udang-undang khusus, sebagai penunjuk kekhasan wakaf yang bebas dan juga penunjuk bahwa harta wakaf tidak boleh dicampur dengan harta-harta lain yang sifatnya umum. Ini menunjukkan bahwa sejak awal, wakaf telah diposisikan secara istimewa di Yordania. Ketika muncul undang-undang kerajaan tahun 1952 pada masa raja Thalal bin Abdullah, dibuatlah pasal 107 yang memuat pasal 63 undang-undang tahun 1946. Pada masa ini ditetapkan bahwa hanya Mahkamah Syar’iyyah memiliki hak untuk memutuskan perkara wakaf sesuai dengan peraturannya yang khususnya. Juga disebutkan bahwa mahkamah tersebut harus menerapkan hukum-hukum syara’.
Perubahan yang paling penting adalah ketika menyebut undang-undang ini dengan sebutan undang-undang wakaf dan urusan Islam pada tahun 1968. Dengan demikian, urusan kementrian wakaf tidak hanya masalah wakaf tapi lebih luas.

1. Pensyariatan Wakaf di Yordania.
Kementrian wakaf dan urusan Islam bertanggungjawab tentang pendayagunaan wakaf yang didasarkan pada ajaran syariah dengan tetap memperhatikan keinginan wakif. Untuk itu, dibuatlah suatu undang-undang yang khusus membahas tentang wakaf dengan pasal-pasal yang bebas, yaitu, pasal 3, bab II, dari kitab ketiga yang mengandung pasal 1233-1270 yang isinya antara lain mengatur penyewaan wakaf.

2. Manajemen Lembaga Wakaf di Yordania
Kementrian wakaf dan perkara Islam menangani manajemen wakaf khairi. Wakaf-wakaf itu telah memiliki bukti tercatat di wilayah tanah dan lapangan. Dan wakaf-wakaf yang diwakafkan dan didaftarkan sebagai wakaf atas nama kementrian secara langsung, atau penamaan wakaf sesuai dengan pemiliknya. Hal ini dilakukan untuk penyempurnaan pencatatan wakaf yang sudah dilakukan pada masa sebelumnya. Adapun wakaf dhurri, pengurusannya diserahkan kepada ahli waris namun tetap di bawah pengawasan pengadilan syariah.

3. Bentuk Organisasi Kementrian Wakaf
Berdasarkan peraturan tahun 1997 nomor 16, manajemen organisasi untuk kementrian disusun sebagai berikut :
1. Sekretaris jenderal “الأمين العام ”
2. Wakil sekretaris jenderal bidang administrasi dan keuangan “ مساعد الأمين العام للشئون الإدارة والمالية ”
3. Wakil sekretaris jenderal bidang dakwah dan pengembangan Islam “مساعد الأمين العام للشئون الدعوة والتوجيه الإسلامي ”
4. Wakil sekretaris jenderal bidang wakaf “مساعد الأمين العام للشئون الوقفية ”
5. Wakil sekretaris jenderal bidang pemeliharaan tempat suci “ مساعد الأمين العام للشئون القدس ”
Adapun peran wakaf dalam pengembangan sosial di Yordania adalah untuk masjid, sekolah dan universitas, panti asuhan anak yatim, dan pusat kesehatan. Sedangkan dalam bidang ekonomi di antaranya adalah pengembangan pertanian dan penyewaan tanah.
Secara administratif, pelaksanaan pengelolaan wakaf dikerajaan Yordania didasarkan pada Undang-undang wakaf Islam No. 25/ 1947. dalam UU tersebut bahwa yang termasuk dalam urusan kementrian wakaf dan kementerian agama Islam adalah wakaf masjid, madrasa lembaga-lembaga Islam, rumah-rumah yatim, tempat pendidikan, lembaga-lembaga syariah, kuburan-kuburan Islam, Urusan-urusan haji dan urusan fatwa. UU wakaf yang mengatur tentang peraturan UU wakaf No. 26/ 1966. dalam pasal 3, secara rinci disebutkan bahwa tujuan kementrian wakaf dan urusan agama Islam antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memelihara masjid dan harta wakaf serta mengendalikan urusan-urusanya.
2. Mengembangkan masjid untuk menyampaikan risalah Nabi Muhamad SAW dengan mewujudkan pendidikan Islam
3. Membakar semangat zihad dan menguatkan jiwa Islam serta meningkatkan kualitas keimanan
4. Menumbuhkan akhlak Islam dan menguatkan dalam kehidupan kaum muslimin
5. Menguatkan semangat Islam dan menggalakan pendidikan agama dengan mendirikan lembaga-lembaga dan sekolah untuk menghafal Al-Quran
6. Menyosialisasikan budaya Islam, menjaga peninggalan Islam melahirkan kebudayaan baru Islam dan menumbuhkan kesadaran beragama.
E.4. Republik Libanon
Republik Lebanon adalah sebuah negara di Timur Tengah, sepanjang Laut Tengah, dan berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, dan Israel di selatan. Ketentuan wakaf di Libanon adalah :

1. الأوقاف المضبوطة : وهي الأوقاف التي وقفت من قبل السلاطين على أن تكون بعهد إدارة الدولة أو الأوقاف التي ضبطت أملاكها من قبل نظارة الأوقاف
2. الأوقاف الملحقة : وهي الأوقاف التي تدار بواسطة المتولى إما بإشراف نظارة الأوقاف ومحاسبتها
3. الأوقاف المستثناة : وهي الأوقاف التي استثنيت من الضبط والإلحاق وفق شروط الواقف
Artinya :
1. Wakaf Madbuthah yaitu wakaf yang diwakafkan melalui pemerintah. 2. Wakaf Mulhaqah yaitu wakaf yang beredar dengan perantara petugas wakaf 3. Wakaf Mustasnat yaitu Wakaf yang tidak termasuk wakaf Madbutah dan Mulhaqah.

E.5. Republik Kuwait
Kuwait adalah negara monarki yang kaya akan minyak di pesisir Teluk Persia, Timur Tengah. Ia berbatasan dengan Arab Saudi di sebelah selatan dan Irak di utara. Nama 'Kuwait' berasal dari kata Arab yang bermakna "benteng yang dibangun dekat air".
Strategi kebangkitan wakaf di Kuwait menghasilkan :
1. .تحقيق المقاصد الشرعية للواقفين
2. رسوخ الوقف كصيغة نموذجية للإنفاق الخيري
3. رسوخ الوقف كاطار تنظيمي تنموي فعال في البنيان المؤسسي للمجتمع
4. الجذب المستمر للأوقاف الجديدة
5. إدارة الأموال الوقفية بأقصى كفاءة ممكنة
Artinya :
1. Penentuan tujuan syari’ah bagi yang mewakafkan 2.Kajian mendalam tentang wakaf dari segi segat 3. Organisasi 4. Kelanjutan untuk wakaf baru 5. Sekretariat wakaf yang maksimal

E.6. Republik Sudan
Sudan adalah negara negara muslim yang terletak di Afrika bagian utara dan merupakan negara terluas di Afrika dan Arab. Kepemerintahan Sudan berbentuk republik.
1. Sejarah Wakaf di Sudan
Sama seperti zakat, sejarah sebelum dibentuknya lembaga wakaf adalah dikarenakan sadarnya pemerintah mengenai potensi wakaf untuk turut membantu membangun negara sehingga dibuatlah lembaga yang mengurusi penerimaan dan pengelolaan wakaf dengan tujuan pelaksanaan wakaf terorganisir. Lembaga wakaf juga mengalami beberapa reformasi guna terus meningkatkan kualitas lembaga wakaf.

2. Reorganisasi Lembaga Wakaf
Lembaga wakaf Haiat al-waqf al-Islamii Sudan secara singkat penerapan wakaf di Sudan terlaksana melalui dua tahap, yaitu :
1. Tahap pertama
Tahapan ini di mulai dengan reorganisasi ulang lembaga wakaf dengan namahaiat al- waqf al- islamy. Adapun tujuan dari reorganisasi ini adalah Haiatagar bisa lebih leluasa mengelola harta wakaf tanpa ada campur tangan pemerintah. Pada prakteknya, Haiat al-waqf al-Islami mempunyai dua posisi, pertama : Sebagai nadzir, hal ini bisa terjadi ketika di temukan wakafmajhul yaitu harta–harta wakaf yang tidak diktahui sertifikat-sertifikatnya dan tidak pula tujuanya juga harta-harta wakaf baru yang di mobilisasi. Seorang nadzir disini ditunjuk oleh hakim. Sebaliknya harta-harta wakaf yang nadzirnya masih ada, maka fungsi haiat di sini hanya sebagai pengawas saja.
2. Tahapan kedua
Tahapan ini di mulai pada penghujung tahun 1991 dengan di susunnya undang-undang pemerintah yang memberikan otoritas penuh kepada haiat untuk memanfaatkan dan memperdayakan harta wakaf yang di sediakan oleh pemerintah ke berbagai proyek investasi untuk kesejahteraan umat. Secara umum, pelaksanan lembaga wakaf di sudan memiliki dua aktifitas penting yaitu:
1.Mobilisasi harta wakaf (penghimpunan wakaf).
2.Pendayagunaan dan investasi harta wakaf (pemroduktifan wakaf).

3. Manejemen penghimpunan Haiat al-waqf al-Islamy Sudan

Dalam rangka meningkatkan kwalitas pengelolaan wakaf secara optimal, Lembaga wakaf Sudan malakukan evaluasi dan perbaikan struktur organisasi wakaf, juga mengadakan study kelayakan ke beberapa lembaga wakaf yang dianggap berhasil serta menghadirkan produk-produk yang berkwalitas dan di invsetasikan ke perusahaan-perusahaan. Dengan demikian di harapkan mampu memenuhi kebutuhan pengembangan social masyarakat. Diantara cara yang di lakukan Sudan dalam meghimpun dana wakaf adalah mengajak kepada para donator agar menginvestasikan harta ke lembaga-lembaga wakaf yang ada, yang nantinya akan di gunakan untuk pembangunan proyek. Dari hasil proyek tersebut akan di alokasikan untuk pemberdayaan umat dan untuk kemaslahatan umum.
Secara umum arah pendayagunaan dan tujuan lembaga wakaf haiat al-waqf al-Islami di sudan bisa di singkronkan ke hal-hal sebagai berikut:
1. Pemberian beasiswa dan asrama kepada pelajar
Dalam pelaksanaan proyek ini, haiat al-Waqf al-islami mengadakan koordinasi dengan Shunduq al-Qoumi al-Thullab (dana beasiswa nasional) Sudan.
2. Pembangunan rumah sakit dan apotik
Proyek dilakukan kerja sama dengan Diwan zakat. Diwan zakat yang menyediakan obat-obatan (Diwan zakat adalah satu-satunya lembaga amil zakat sudan yang resmi dan independen, ia dibawah pengawasan kementrian Pencanangan Pembangunan nasional).
3. Penyediaan asrama haji.
4. Pendirian percetakan, hususnya percetakan al-quran.
5. Mendirikan pasar yang berskala besar.

Pemerintah Sudan berhasil mendirikan pasar-pasar perdagangan yang terebar di beberapa kota di sudan dinataranya di khurtum. Wakaf Corporation Sudan: parastatal otonom bertanggung jawab kepada Menteri Perencanaan Sosial

4. Perkembangan Model Wakaf di Sudan

Selain wakaf dalam bentuk tanah atau property, Sudan juga menjalankan wakaf uang. Sejak 1987, Sudan membenahi manejemen wakafnya dengan membentuk Badan Wakaf yang Memiliki kewenangan yang lebih luas termasuk dalam aspek pengelolaan wakaf uang. Sejarah telah menunjukkan bahwa berkat wakaf uang, Universitas Al-Azhar, Universitas Zaituniyyah di Tunis, serta Madaris Imam Lisesi di Turki mampu bertahan hingga kini meski mereka tak berorientasi pada keuntungan. Badan wakaf juga menurus wakaf yang tidak terdapat akte dan syarat – syarat waqifnya. Pembaharuan juga dilakukan pada system pengaturan pada program wakaf dan system pengaturan pada manajemen dan investasi harta wakaf yang ada.

5. Perkembangan manajemen Wakaf Sudan

Dalam melakukan tugas – tugasnya untuk menggalakkan berdirinya wakaf baru, badan wakaf di Sudan menggunakan cara dengan membentuk kerangka pengaturan dan melakukan survey, serta membuat program produksi dan investasi bagi proyek – proyek wakaf yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat dan pembangunan umum, kemudian menghimbau kepada para dermawan dari semua kalangan masyarakat untuk mewakafkan hartanya melalui channel dari proyek wakaf produktif dengan syarat – syaratwakaf yang diajukan oleh badan wakaf untuk setiap jenis proyek wakaf. Dengan demikian, badan wakaf di Sudan telah mempelopori gerakan berdirinya berbagai proyek wakaf, sebagian khusus untuk social terbatas, dan sebagian lagi bersifat umum untuk semua tujuan wakaf secara bersama – sama.
Diantara proyek wakaf khusus ini misalnya, proyek wakaf untuk para pelajar, dimana badan wakaf di Sudan melakukan penggalangan dana wakaf dari para dermawan untuk membangun asrama mahasiswa yang dekat dengan kampus. Pelaksanaan proyek ini terlaksana atas kerjasama dengan lembaga dana social untuk pelakjar di Sudan. Adapun tanah untuk asrama ini didapat dari pemberian pemerintah. Setelah itu pengurus proyek wakaf membangun asrama tersebut dengan dana wakaf dari para dermawan yang memberi sumbangan berupa syarat – syarat khusus yang ditawarkan kepada mereka. Jadi pada praktiknya ini menyerupai cara penggalangan dana dari public melalui penjualan quota produksi, saham dan obligasi wakaf, dimana pengurus proyek membuat profil proyek yang ditawarkan kepada public.
Contoh lain dari proyek wakaf khusus ini misalnya proyek wakaf pembinaan kesehatan yang bertujuan membangun rumah sakit dipinggiran kota atau di desa – desa Sudan. Demikian juga proyek pemondokan asrama jahi yang bertujuan mengakomodasi jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru kota dan desa di Sudan dalam rangka menuju ke Mekkah dan menjadi ke tempat tinggal sementara hingga mereka telah menyelesaikan semua prosedur perjalananannya. Di samping itu juga ada proyek parmasi pedesaan yang bertujuan membangun proyek parmasi pedesaan dengan cara member obat bagi orang – orang miskin dengan harga yang sangat murah.
Selain itu terdapat proyek yang lainnya seperti percetakan untuk dimana pengurus proyek menyediakan bangunan, mesin dan alat percetakan yang tujuannya adalah mencetak Al-Quran dan terjemahannya ke dalam berbagai bahasa yang banyak dipergunakan di Afrika.
Contoh lain dari wakaf umum ini juga, misalnya proyek wakaf yang disebut lembaga Dana Sosial yang bertujuan menggalang dana wakaf umum untuk diinvestasikan pada pasar uang dan pasar property dan menyalurkan hasilnya untuk berbagai tujuan kebaikan sesuai dengan yang ditentukan oleh badan wakaf umum dalam program tahunannya dan anggaran tahunannya.

E.7. Harta Wakaf di Malaysia

Sebagai sebuah negara Islam, Malaysia memiliki harta wakaf yang cukup banyak dan tersebar luas di seluruh penjuru negeri. Pengelolaan wakaf dilakukan oleh masing-masing Majlis Agama Islam Negeri.
Di Malaysia, harta wakaf selain digunakan untuk keperluan peribadatan, juga digunakan untuk kepentingan pendidikan. Bahkan ada juga yang digunakan untuk kepentingan ekonomi, seperti untuk pembangunan apartemen, pertokoan, stasiun pengisian bahan bakar/SPBU, kebun kelapa, dan sebagainya (Muhammad Syukri Salleh & Abdul Hamid Md Tahir, 1985).
Bahkan Utusan Malaysia seperti dipetik Ahmad Azrin Adnan dan Wan Mohd Yusof Wan Chik (2009: 3), melaporkan bahwa pengurus wakaf Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) telah membangun tanah wakaf miliknya di kawasan segi tiga emas Jalan Perak Kuala Lumpur untuk membangun menara MAIWP pada awal Juni 2007. Projek pembangunan tanah wakaf terbesar di Malaysia itu telah membangun bangunan gedung setinggi 34 tingkat dengan biaya RM151 juta (sekitar 450 milyar rupiah). Selain itu, Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) telah pula memastikan 24 projek komersial untuk dibangunkan di atas tanah wakaf di seluruh negara yang bakal dilaksanakan sepanjang Rancangan Malaysia ke-Sembilan (RMK-9). Dengan pengelolaan wakaf seperti itu, tentunya harta wakaf memiliki potensi yang besar untuk pemberdayaan ekonomi umat di Malaysia.
Sekaitan dengan manfaat ekonomi wakaf ini, M. Yasir Nasution (2004: 76) mengemukakan bahwa terjadi mobilititas, baik dari sudut sosial, politik dan ekonomi, mobilitas itu akan terjadi secara natural dan seimbang dalam kehidupan masyarakat, karena ada aset abadi yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang terutama yang memerlukan. Oleh karena itu, dengn harta wakaf kesempatan untuk maju dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik akan terbuka luas sampai ke lapisan bawah.
Wakaf dalam bentuk uang tunai dalam tradisi Islam di sebut ”Waqf al-Nukud”, dipopulerkan juga dengan cash waqf. Pada masa pemerintahan Dinasti Usmani di Turki wakaf uang ini telah berjalan untuk pembiayaan dan perawatan aset wakaf (Ahmet Tabakoglu, 1992: 9) Oleh karena itu, sudah saatnya pula wakaf tunai dilaksanakan dengan baik dan berterusan di Indonesia. Dengan itu akan ada dana abadi potensial yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan harta wakaf untuk aktivitas ekonomi dan kesejahteraan ummat.


E.7. Harta Wakaf di Malaysia

Sebagai sebuah negara Islam, Malaysia memiliki harta wakaf yang cukup banyak dan tersebar luas di seluruh penjuru negeri. Pengelolaan wakaf dilakukan oleh masing-masing Majlis Agama Islam Negeri.
Di Malaysia, harta wakaf selain digunakan untuk keperluan peribadatan, juga digunakan untuk kepentingan pendidikan. Bahkan ada juga yang digunakan untuk kepentingan ekonomi, seperti untuk pembangunan apartemen, pertokoan, stasiun pengisian bahan bakar/SPBU, kebun kelapa, dan sebagainya (Muhammad Syukri Salleh & Abdul Hamid Md Tahir, 1985).
Bahkan Utusan Malaysia seperti dipetik Ahmad Azrin Adnan dan Wan Mohd Yusof Wan Chik (2009: 3), melaporkan bahwa pengurus wakaf Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) telah membangun tanah wakaf miliknya di kawasan segi tiga emas Jalan Perak Kuala Lumpur untuk membangun menara MAIWP pada awal Juni 2007. Projek pembangunan tanah wakaf terbesar di Malaysia itu telah membangun bangunan gedung setinggi 34 tingkat dengan biaya RM151 juta (sekitar 450 milyar rupiah). Selain itu, Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) telah pula memastikan 24 projek komersial untuk dibangunkan di atas tanah wakaf di seluruh negara yang bakal dilaksanakan sepanjang Rancangan Malaysia ke-Sembilan (RMK-9). Dengan pengelolaan wakaf seperti itu, tentunya harta wakaf memiliki potensi yang besar untuk pemberdayaan ekonomi umat di Malaysia.
Sekaitan dengan manfaat ekonomi wakaf ini, M. Yasir Nasution (2004: 76) mengemukakan bahwa terjadi mobilititas, baik dari sudut sosial, politik dan ekonomi, mobilitas itu akan terjadi secara natural dan seimbang dalam kehidupan masyarakat, karena ada aset abadi yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang terutama yang memerlukan. Oleh karena itu, dengn harta wakaf kesempatan untuk maju dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik akan terbuka luas sampai ke lapisan bawah.
Wakaf dalam bentuk uang tunai dalam tradisi Islam di sebut ”Waqf al-Nukud”, dipopulerkan juga dengan cash waqf. Pada masa pemerintahan Dinasti Usmani di Turki wakaf uang ini telah berjalan untuk pembiayaan dan perawatan aset wakaf (Ahmet Tabakoglu, 1992: 9) Oleh karena itu, sudah saatnya pula wakaf tunai dilaksanakan dengan baik dan berterusan di Indonesia. Dengan itu akan ada dana abadi potensial yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan harta wakaf untuk aktivitas ekonomi dan kesejahteraan ummat.

E.8. India
Republik India adalah sebuah negara di Asia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu miliar jiwa, Islam adalah agama terbesar kedua di Republik India setelah Hindu, dengan lebih dari 13,4% penduduk negara tersebut (lebih dari 138 juta per 2001 sensus dan 160.900.000 per 2009 estimasi) menyebut diri sebagai Muslim.
Penjajahan inggris di india sangat mempengaruhi Pengelolaan wakafnya, terjadi padanya perubahan undang-undang wakaf yang islami sehingga keluar dari ketentuan syariat islam yang mengakibatkan kemudaratan pada pengelolaan wakaf dan masyarakat. Dan ketika India mendapatkan kembali kemerdikaannya ia mulai memperbaiki manajemen perwakafan sehingga pada akhirnya undang – undang tahun 1995 M. terbit yang menjelaskan system pengurusan wakaf yang islami pada Negara tersebut. Sekalipun berbeda dengan aturan perwakafan pada Negara islam lainnya.

Kesimpulan:
Pembentukan system dan manajemen pengelolaan wakaf dalam penerapan kontemporer pada dasarnya berpusat pada tiga hal
1. Perbaikan yang bersifat Agama ( الإصلاح التشريعي )
2. Perbaikan Administrasi dan Organisasi ( الإصلاح الإداري )
3. Perbaikan pengembangan Harta ( الإصلاح المالي )


Daftar Pustaka

Mahmud Ahmad Mahdi, Nizomul Wakfi fi Tatbiqil Ma’asir, Jiddah,1423.

Departeman Agam RI, Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, 1997/1998

Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam , Departemen Agama Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,

Ahmad djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Jakarta, Mumtaz Publishing. 2007

Sudirman Hasan alamat : http://sudirmansetiono.blogspot.com/2010/02/praktik-wakaf-di-kerajaan-yordania-al.html

http://www.bw-indonesia.net








Lihat Artikel lainya yang berkaitan dengan :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar