Bab Munakahah
Tidak Mengetahui hukum nikah
Usul 6/ B:12: Bolehkah seseorang mengambil wali sedangkan orang tersebut tidak mengetahui hokum nikah , lalu ia di serahkan wali untuk menlanjutkan pernikahan itu ? Mohon penjelasan.
Jawab : Orang tersebut di dalam usul itu adalah wakil dari si wali , dengan Tafsil : Kalau dia sah mewakilkan anaknya sendiri sahlah menjadi wakil ( dengan bahwa dia adil aebagai wali tersebut ) , dan kalau dia tidak sah mewalikan anaknya maka tidak sahlah wakil dari si Wali.
Perkawinan Cina Buta
Usul 28 / B: 4: Benarkah sah perkawinan secara memakai “ Muhallil (Cina Buta ) ? Mohon penjelasannya?
قال الامام الكريم عما د الدين ابن الفداء ابن كثير علي مذهب الشا فعي في تفسيره : والمقصود من الزوج الثاني ان يكون را غبا في المرءة قا صد الدوام عشرتها كما هو المشروع من التزوج
Menurut Keterangan Imam Karim tersebut , Bisakah si muhallil itu orang yang bergaul dengan cara mudawamah(tetap ) yang bercampur dengannya semalam / setengah malam kemudian di talaq , dalam hal ini mohon penjelasan tentang hokum yang terkandung di dalamnya:
سئل رسو ل الله عليه سلم عن نكا خ المحلل فقا ل لا, الا نكا ح رغبة لا نكاح دلسة و استهز ا ء بكتا ب الله ثم يذو ق عسيلتها ( رواه الجو رفان عن عكرمة وابن عباس )
Menurut hadis tersebut di atas , apakah yidak termasuk si muhallil orang yang mempermainkan Ayat tuhan?
Jawab: Kalimat yang di ajukan oleh penanya itu :
قال الا مام الكريم ....الخ
Ini tidak ada , dan bukan Mazhab Syafi,I , sebenarnya yang ada dalam tafsiran Ibnu Kasir juzu’ Awwal Halaman : 410 sebagai berikut
فصل : والمقصود من الزوج الثاني ان يكون را غبا في المرءة قا صد الدوام عشرتها كما هو المشروع من التزوج و اشتر ط الامام مالك من ذلك ان يطاءها الثاني وطءا مباحا ,
Adapun hadis nabi yang saudara kemuakan di atas, saya kira saudara tulis hadis tersebut dari ikrimah dan ibnu abbas itu salah , sebenarnya dari ikrimah dari ibnu abbas, sedangkan ayat al- Qur’an yang berbunyi:
ولا تتخذوا ايات الله هزوا ( الاية )
Sebab Nuzulnya dari ibnu Abbas pada tafsiran ayat tersebut:
قال طلق رجل امرءته وهو يلعب فانزل الله هذه الاية , فالزمه رسول الله صلي الله عليه وسلم الطلاق
Dan di bawah ini kami jelaskan masalah muhallil menurut pendapat imam yang empat yang tersebut dalam kitab “ Al- fiqhu Ala Mazhabil Arba’ah “ Kesimpulannya sebagai berikut:
المليكية و الحنا بلة قالو ا اذا تزوجها الثاني بقصد تحليلها للا ول فا نها لا تحل للا ول مطلقا , و كا ن النكاح الثاني باطلا
الحنفية : اذا تزوجها الثاني بقصد تحليلها للاول فانه يصح بشرط : (1) ان يقصد عليها الثاني عقدا صحيحا . (2) ان يدخل عليها الزوج الثاني . (3 ) ان يكون وطء ا للزو ج موجبا للغسل ( 4 ) ان تنقضي عدتها من الزوج الثاني ( 5 )تيقن وقوع الوطء في المحل , بل يكون له عليه اجر بشروط : ان يقصد الصلاح بين الزوجين وان لا ينصب نفسه لذا لك , وانلا يشترط علي ذلك العمل اجرا فان فعل كان عمله محرما وعلي خذا يحمل الحديث : لعن الله المحلل و المحلل له . و ان لا يشترط التطيل في العقد , فان شرط ذلك صح العقد وبطل الشرط .
الشافيعية : ا1ا تزوج رجل مطلقة غيره ثلاثا بنية احلالها للاول فانه يصح بشروط ان يعقد عليها الثاني عقدا صحيحا , وانلا يشترط التحليل لفظا في العقد فان شرط ذلك بطل العقد فلا تحل للاول , وان يكون الزوج ممن يتصور منه ذوق اللذه , وان يكون الوطء في داخل الفرج , وان بكون ذكره منتصبا , والغرض من وطء المطلقة ثلاثا من زوج اخر هو التنفير من ايقاع الطلاق بهذه الصورة ,
Dan telah ma’lum semua imam Mazhab itu adalah Mujtahid Mutlaq, dan Mujtahid Mutlaq tidak bertaqlid pada Mujtahid yang lain, dan kita wajib menghormati semua pendapat imam yang empat ini, Dan mungkin hadis yang mengatakan : Rasulullah di Tanya ….” Tidak sabit sahnya atau Hadis hasan di sisi Mazhab Hanafi dan Syafi’I, Maka dari itulah beliau tidak mengamalkan / memakai hadis tersebut pada semua kitab-kitab syafi’iyyah seperti : Jamal , Manhaj, Mugnil Muhtaj, ‘ianah, Bajuri dan lain-lain, penjelasannya sama sebagimana telah di sebut di atas, tapi yang kombinasi kami tidak menerimanya.
Mengawinkan Perempuan
yang hamil karena Zina
Usul 29 / B;4: Bagaimanakah hukum si wali yang menglangsungkan perkawinan anaknya sedang anaknya tersebut telah hamil dua bulan karena berzina, dan bagaimana pula bila kita sebagai saksi perkawinan tersebut.?
Jawab: Perempuan yang bunting dari zina boleh (sah ) di kawin karana karena buntingan itu tidak di hormati , tetapi kalau buntingan itu di lahirkan setelah enam bulan dan dua lahzah( detik ) dari sejak perkawinannya, maka anak itu di hubungkan kepada suaminya, dan kalau ia melahirkan kurang dari yang demikin itu maka anak tersebut tidak di hubungkan kepada suaminya, sebagiman yang telah di terangkan pada berusur yang telah di nukil dari kitab : “ Bugyatul Murtarsyidin “ , dan si wali tidak bersalah mengawinkan anaknya dan begitu pula tidak bersalah menyaksikan perkawinan tersebut.
Kawin dengan anak bekas istri
Usul 14/B;8: Bolehkah seorang muslim kawin dengan anak bekas istrinya?
Jawab: Tidak boleh ( tidak sah ) orang itu kawin dengan anak bekas istrinya ( anak tiri ) kalau ia sudah mendhuli bekas istrinya itu, kalau tidak pernah menduhuli bekas istrinya itu maka boleh ia kawin dengan anak bekas istrinya itu, lain halnya kalau orang itu kawin dengan anak itu maka orang itu tidak sah kawin dengan ibu bekas istrinya itu, baik ia sudah duhul atau tidak.
Suami masuk agama Katolik
Usul 1/B;3 : Seorang laki-laki islam kawin dengan seorang perempuan islam kemudian setelah mereka bergaul, si suami masuk agama katolik atau murtad, bagaimanakah hukum perkawinannnya?
Jawab: Apabila salah seorang suami istri murtad maka terputuslah nikahnya, dan kalau kembali ke agama islam selama dalam masa iddah nikahnya bersambung tampa aqad nikah baru. Tetapi kalau kembali ke agama islam sesudah habis iddahnya, maka wajib aqad nikah lagi.
Tentang Maskawin
Usul 22/B;6: Dalam kitab Matan Zubad di terangkan sebagai berikut:
يسن في العقد ولو قليلا # محرم كنفع لم يكن مجهو لا
لو لم يسم صح عقد و انحتم # ا ما بفرض منهما او من حكم
a. Kami mohon keterangan / syarah dari bait-bait tersebut di atas ( bagian munakahat )
b. Bolehkah kita jadikan maskawin ( mahar ) dalam aqad Nikah itu dengan bacaan Al-qur’an surat Al-Ikhlas 100 kali atau dengan maskawin tahlil 1000 kali yang di baca oleh penganten laki-laki dan pahalanya di hadiyahkan pada calon peganten weanita?
Jawab :
a. Syarah dan terjemah dua bait di atas adalah sebgai berikut : Lafaz “ mahar “ itu jadi Naibul Fa’il dari Yusannu dengan ada Mudhaf mahzuf yaitu kalimat “ zakara “Jadi terjemahannnya , di sunnatkan di dalam Aqad Nikah itu menyebut maskawin, sekalipun sedikit, seperti suatu mamfaat yang maklum( seperti tinggal semalam di suatu kamar Losmen ). Kalau tidak di sebut Maskawin di dalam Aqad maka Aqad nikah itu tetap sah, akan tetapi menjadi wajiblah Mahar itu menurut penentuan dari kedua mempelai dengan redha. Kalau keduanya bersalahan kemauan, di mana yang satu mau sekian dan yang lain berkemauan lain, sedang aqad sudah terjadi maka keputusan hakimlah yang menentukan dengan Mahar Misil
b. Hadiah itu berlainan dengan maskawin, misalnya seorang perempuan bermaskawin dengan Rp:10,000,- Kemudian mempelai laki-laki memberi hadiah kepada istrinya itu sebanyak Rp : 10,000,-. Dalam hal ini si mempelai wanita masih berhak menagih maskawinnya, sebab si mempelai laki-laki belum memberikan maskawin, yang di berikannya adalah hadiah, bukan maskawin.
Laki-Laki Muslim kawin
dengan Muslimah dari jin
Usul 19/B;6: Apakah hokum perkawinan seseorang laki bangsa manusia yang beragama islam denagan gadis bangsa jin yang beragama islam pula?
Jawab :Perkawainan antara manusia dengan Jin , baik manusianya yang laki-laki atau sebaliknya, ada Khilaf pendapat ulama’ sebagaian tidak membolehkan, yaitu Ibnu Yunus dan Ibnu Abdus salam dengan mengemukakan dalil sebagai berikut:
ان الله ا متن علينا بجعل الا زواج من انفسنا ليتم السكون اليها وفي حديث حسن : نهي النبي صلي الله عليه عن نكاح الجن
Imamul Qamuli membolehkan , pendapat ini di mu’tamadkan oleh Imam Ramli serta pengikut-pengikutnya. Mungkin karana beliau memandang bahwa kedua-keduannya ( calon penganten ) sama-sama islam , Mukallaf dan sama-sama Ummat Nabi Muhammad SAW. Sekalipun jenis kemakhlukannya berlainan. ( Ibarat Manhaj Juzu’ IV halaman 177 )
Memadukan dua saudara
Usul 4/ B;12: Sahkah kita menghimpun ( di madukan ) dua perempun bersaudara: satu anak yang halal dan yang satunya anak Zina ataukah tidak sah ? mohon penjelasan karana masalah tersebut telah terjadi.
Jawab : Menghimpun antara dua perempuan yang tersebut di dalam usul itu tidak sah sarta haram, karena anak zian itu di hubungkan nasabnya kepada Ibunya, jadi antara dua perempuan tersebut bersudara seibu dan tidak sah di himpunkan di madukan antara dua prempuan yaitu kalau di taqdirkan satu laki dan satu perempuan, maka tidak sah kawin antara keduanya, maka tidak sah di madukan antara keduanya seperti seorang perempuan dengan saudaranya, atau dengan bibiknya ( saudara ibuknya atau saudara bapaknya ) maka tidak sah di himpun antara keduanya , dan perhatikan dalil - dali yang tersebut di bawah ini:
حدثني يحي بن فزعة حدثنا ما لك عن نافع عن ا بن عمررضي الله عنهما ان رجلا لاعن امراءته في زمن النبي صلم ففرق النبي صلم بينهما والحق الولد بالمرءة . وروي ابو داود من رواية عمر و ابن شعيب عن ابيه عن جده قال جعل النبي صلم ميراث ابن الملاعنة لامه ولو ورثتها من بعدها , فقال مالك بلغني انه قال عروة في ولد الملاعنة وولج الزنا اذا ما ت ورثت امه حقه في كتا ب الله و اخواته للام حقوقه ( عمدة القوي شرح البخاري ج 24 ص249 )
وروي البخاري ومسلم عن الزهري عن سهل ابن سعد الساعدي انه قال فرق الرسول صلم بين الرجل و المرءة ( يعني بلعان ) وكانت حاملا فانتفي حملحها فكان الولد يدعي لامه , وجرت السنة ان يرثها و ترث منه ما فرض الله لها , فان حكم ولد الزنا حكم الولد الملاعنة لانه ثبت النسب من امه و غير ثابت النسب من ابيه ( مجموع جزؤ 16 ص 105) , و الجمل علي المنهج ج 4 ص 178 : قوله بخلاف ولدها من زناها اي يحرم عليها وعلي سا ئر محا رمها لانه بعضها وانفصل منها انسانا , وفيه ايضا في الصفحة 183 : يحرم الجمع بين كل ا مرئتين ايتهما قدرت ذكرا تحرم عليه الاخري
Dengan dalil-dalil yang tersebut di atas jelaslah jawaban-jawaban kami di atas . kini timbullah prtanyaan , bagaiman hukum jika ia mensetubuhi istrinya yang kedua itu ? Apakah dengan mensetubuhi istri yang kedua itu akan menjadi haramlah istri yang pertama ?
Dalam hal ini ada dua pendapat:
1. Sebagian Ulama’ mengatakan dengan mensetubuhi istri yang ke dua itu, menjadi haram pula istri yang pertama.
2. Sayidina Ali bin Abi Talib dan lain sahabat ( sebagaimana yang telah di sebut di dalam Saheh Bukhari ) :
ان الحرام ( اي الثاني ) لا يحرم الحلال ( الا ول )
Akhiran “-Kan” dalam perkawinan
Usul 4/B: 34: akad Perkawinan yang khususunya di daerah lombok sebagian besar biasanya memakai bahasa sasak misalnya : Aku Nikah Ante Pulan dengan anakku si pulanah “ Pada kata Nikah Tidak ada akhiran - Kan . menurut sebagian pendapat ada yang tidak mengesahkan. Dan mohon penjelannya?
Jawab : Kita sudah ma’lum bahwa sahnya suatu akad perkawinan yaitu dngan ‘anya ijab dan qabul, seperti contoh : Perkataan Wali : زوجتك بنتي فلانة atau انكحتك بنتي فلانة Kemudian perkataan dari mempelai laki- laki : نكحت فلانة atau تزوجت فلانة atau قبلت تزويجها atau قبلت هذا النكاح , kata-kata nikah disini ma’nanya adalah “ inkah “ oleh sebab itu kita dapat mengerti bahwa nikah itu dapat di artikan dengan nikah dan sebaliknya kata nikah dapat di artikan sebagai kata inkah , sehubungan dengan usul di atas maka suatu akad perkawinan yang tidak memakai akhiran “-kan” pada kata “ Nikah “ tersebut maka perkawinan itu tetap sah , kemudian dalam bahsa sasak tidak memerlukan khiran “ -Kan “
Wali Anak perempuan
Usul 7 / B: 4 : Seseorang beragama waktu telu melahirkan seorang anak wanita, setelah besar anak itu masuk agama islam dengan ayahnya, kemudian anak itu kawian dengan orang islam. Bolehkah / sahkah si Ayah menjadi Wali ? Kalau tidak sah lalu siapa walinya ?
Jawab : Anak perempuan itu yang jadi walinya ialah ayahnya , dengan dalil bahwa sahabat-sahabat Nabi yang masuk islam dengan anaknya yang perempuan , ayahnyalah yang menjadi walinya sedangkan sebelum ia masuk islam adalah mereka kafir watsani( penyembah berhala )
Wali anak yang di dapatkan di luar islam
Usul 2 /B 12: Seorang islam jadi murtad / masuk agama Waktu telu ( Tiga ) , maka di dalam kemurtadannya itu ia berkawin sampai mempunyai anak perempuan , setelah besar anaknya ia masuk islam lagi dengan semua keluarganya, kemudian kawin anaknya , siapakah yang menjadi Walinya ?
Jawab : Ketahwilah bahawa orang yang murtad itu ( selama ia Murtad ) baik laki ataupun dia perempuan tidak sah kawiannya dengan siapapun . baik dia kawin dengan orang islam atau dengan orang kafir asli atau dengan sesama murtadnya, maka dengan penjelasan di atas ini kita dapat pengertian bahwa anak-anak dari orang-orang tersebut di dalam usul ini adalah anak-anak yang terjadi dari perkawinan yang tidak sah, maka dengan demikian kita mengetahui bukanlah bapaknya itu yang mewalikan, akan tetapi walinya adalah Hakim. Lain halnya kalau kafir asli yang masuk islam dengan keluarganya maka anaknya yang perempuan kalau kawin maka yang jadi walinya adalah bapaknya kalau anaknya di dapat dengan cara perkawainan yang sah pada mereka
Anak Zina Menjadi Wali
Usul 13 / B;4: Anak Zina yang mempunyai anak Wanita, sahkah ia menjadi Wali atau Tidak ?
Jawab: Anak Zina tersebut. Wali atas anaknya yang perempuan kalau dia Adil. Anak Zina tidak berdosa , sedangkan yang berdosa adalah kedua orang tuanya yang menjadi sebab lahirnya.
Ta’liq Wakalah
Usul: 17 / B;5: Seseorang musafir mempunyai anak wanita, pergi keluar daerah , sedang dia sebelum berangkatnya ia berpesan kepada tetangganya sebagai berikut: “ Selama saya musafir bila anak saya kawin saya berwakil kepada saudara untuk mengawinkan anak saya” . Bagaimanakah tidakan kita bila si anak tersebut kawin sedanglan ayahnya berada di luar daerah yang lebih dari dua marhalah ? dan bagaimana pula tindakan kita bila kurang dari dua marhalah ?
Jawab: Pada usul tersebut namanya: Ta’liqul Wakalah” karena ma’nanya : kalau anakku kawin aku berwakil kepadamu mengawinkannya. Sama hukumnya dengan “ ta’liqul Bai’ “seperti katanya : Apabila datang awal bulan anuk , maka aku jual kepadamu rumahku ini”, dan itu tidak sah. Begitu pula hukum Ta’liqul wakalah . ibarat kitab Mugnil muhtaj Juzu’ II halaman : 223 menerangkan sebagai berikut:
ولا يصح تعليقها اي الوكالة بشرط من صفة او وقت , كقوله : اذا قدم زيد او جاء الشهر فقد وكلتك او فانت وكيلي فيه
Artinya :Tidak sah menta’liq wakalah dengan sayarat dari sifat atau waktu , seperti katanya : apabila dating zaidun atau apabila dating awal bulan ( aabila anakku kawin ) maka aku berwakil kapadamu atau maka engkaulah wakilku padanya.
Dan kalau wakilnya itu jarak dua Marhalah maka hakimlah yang mengawinkannya,sekalipun ada wakil yang aqrab misalnya pamannya, dan jikalau walinya bertempat kurang dari dua marhalah maka wajiblah di tuntut walinya untuk mengawinkannya.
Membelikan anak
air susu orang lain
Usul 31 / B : 3 : Anak yang masih menyusu , di belikan air susu kepada orang lain dengan memkai ukuran tidakkah ia menjadi saudara susuan?
Jawab : Kalau anak tersebut berumur kurang dari dua tahun dan menyusu minimal lima kali pada wanita lain ( bukun ibu nya ) maka wanita , suaminya dan anaknya baik yang sedang menyusu maupun yang lahir kemudiannya adalah menjadi ibu susuan, ayah susuan dan saudara susuan baik air susu itu dengan cara di beli atau tidak, demikian ittifak perkataan Ulama’.
Tanbihat:
Rumusan Komisi II Majlis Ulama’ Tahun 1980 di Jakarta ( Berusur ke-8 )
A. Penggantian dan penyempurnaan kelamin
1. Merubah jenis kelmin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karana bertentangan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 119 dan karan bertentangan dengan jiwa hukum syara’.
2. Orang yang kelaminnya di ganti , kedudukan jenis kelaminya sama dengan kelamin semula sebelum di rubah.
3. Seorang Khunsa ( Banci ) yang kelaki-lakianannya lebih jalan , boleh di sempurnkan kelakai-lakiannya demikian pula sebaliknya
B. Perkawinan Antar Agama:
1. Seorang laki-laki muslim di haramkan mengawini wanita bukan muslim.
2. Terdapat perbedaan pendapat dalam perkawinan anatara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari pada maslahatnya, maka Majlis Ulama’ Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya : haram.
C.Pendangkalan agama dalam penyalah gunaan dalil:
Setiap usaha pendangkalan agama dan penyalah gunaan dalil adalah meruak kemurnian agama dan kemantapan hidup beragama, karena itu Majlis Ulama’ Indonesia harus menaganinya secara serius dan terus menerus
D. Shalat dan Puasa di daerah yang amat tidak seimbang waktu siang dan malamnya
Waktu Ibadah Puasa dan Shalat di daerah yang malam dan siangnya sangat tidak seimbang di sesuaikan dengan waktu daerah tersebut
Adat sorong serah
pada adat Lombok
Usul 4 /B;2 : Bagaimanakah pndangan islam tentang hukum denda yang ada terdapat dalam istiadat sorong serah pada adat istiadat perkawinan lombok?
Jawab: Didalam agama islam tidak terdapat hokum denda medenda selain pada orang yang yang meninggalkan wajib haji atau mengerjakan larangan yang berkenaan dengan ihram yaitu dam ( denda ) berupa kambing dan makanan yang tafsilannya terdapat pada ilmu manasik.adapunn hukum denda yang terdapat pada sorong serah pada adat istiadat perkawinan lombok itu dalam ajaran islam termasuk memakan harta orang lain dengan batil . Allah menerangkan dalam Al- Qur’an sebagai berikut:
لا تا كلو ا اموا لكم بينكم با لبا طل ( النساء 22 )
Wali berada di luar daerah/ luar negri
Usul 8 / B;2: Apakah hokum perkawinan yang di langsungkan oleh hakim terhadap seseorang yang walinya berada di luar daerah / negeri, sedangkan apabila si wali itu di Interlokal / telepon/ telegram ia kan biasa datang karana perjalanan / komonokasi yang mudah / cepat ?
Jawab : Kalau wali dari seorang perempuan berada di luar daerah yang jauhnya dua marhalah atau lebih maka haruslah hakim yang mengawinkannya dengan bertindak sebagai “ Na’ib “ ( pengganti wali ) walaupun daerah tempat tinggal si wali itu mudah hubungannya, adai kata di panggil lewat interlokal tersebut, dan biasa hadir dalam waktu yang relatif singkat.
Sama saja halnya dengan mengqasar ( memendekkan ) / menjamak sembahyang dan berbuka puasa di dalam bulan ramadhan bagi yang musafir, karana dalam hal tersebut yang di pandang adalah jauh atau dekatnya berdasarkan ukuran jarak. Maka dengan demikian perkawinan yang berlangsung seperti yang di tanyakan di atas adalah sah.
Catatan
Menurut syekh Khatib Minag kabau dalam kitabnya “ Riayadul Badi’ah “ Dua Marhalah itu sama dengan : 92,800 Km. ( Kilo Meter )
Perempuan islam
kawin dengan Keristen/ bali
Usul 20/B: 2: Apakah hukumnya seorang perempuan islam kawin dengan seorang laki-laki keristen , Hindu Bali?
Jawab : Perempuan islam tidak sah kawin dengan laki-laki kafir apa saja macam kafirnya. Kalau perempuan itu mengi’tiqadkan yang demikian itu halal ia menjadi murtad dengan I’tiqadnya sekalipun ia tetap membawa ajaran islam seperti sembahyang dan lain-lain. Adapun kalau ia tidak mengi’tiqadkan yang demikian itu halal tetapi berani melanggar larangan Allah tetap di hukumkan sebagai orang islam karana menurut pendafat mazhab “ Ahlussunnah Wal Jama’ah “ tidak menjadi kafir orang yang mengerjakan dosa besar. Sedangkan masalah anaknya pada dua masalah tersebut di atas adalah di hukum sebagai anak tidak sah.
Bertahan Pada Agama
dalam perkawinan
Usul 21 / B;2: Suaminya beragama islam sedangkan istrinya beragama bukan islam kemudian istrinya tetap bertahan pada agamanya. Bagaimankah hukum nikahnya? Dan bagaimana Masalah Warisannya boleh menerima atau tidak ?
Jawab : Laki-laki islam tidak sah beristri orang kafir. Kecuali perempuan itu kafir kitaby ( Yahudi dan Nasrani ) dengan syarat bahwa nenek moyangnya dahulu masuk agama tersebut diatas sebelum agamanya di nasakh oleh syaria’at islam.( dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW.) Dengan demikian kita dapat mengerti bahwa tidak sah orang islam kawin dengan perempuan nasrani / keristen indonesia. Sebab nenek moyang mereka memasuki agama nasrani setelah di nasakh oleh syari’at islam. Oleh karana perkainan tersebut tidak sah, anaknya pun tidak sah
Adapun masalah warisannya antara keduanya tidak saling mewarisi sebab berlainan agama sekalipun nikahnya sah dengan memenuhi syarat-syarat tersebut di atas.
Bab Talaq
Seorang istri di tinggalkan oleh suaminya dalam waktu lama
Usul 14/ B;1: Seorang istri di tinggalkan suaminya dalam waktu yang cukuplama ( setahun lebih ) dengan tidak di ketahwi tujuannya, apakah si istri itu jatuh cerai atau tidak? . kalau jatuh cerai bagaimana masalah iddahnya?
Jawab: Untuk mnjawab pertanyaaan di atas, dalam kitab “ Al- Miratsul Muqaran “ Hal : 37 di jelaskan bahwa masalah tersebut sebaiknya di serahkan kepada ijtihad Hakim, ini pendapat yang masyhur di kalangan Mazhab Syafi’I Malilki dan Nanafi, adapun Masalah iddah terhitung mulai dari sejak hakim menjatuhkan keputusan.
Perjanjian Suami
Usul 7 / B:34: Ada seseorang laki-laki yang mempunyai dua orang istri, dan si suami telah berjanji dengan istrinya yang ke dua ( setelah akad perkawinan ) dengan perjanjian sebagai berikut :
1. Saya sanggup menyewakan sebuah rumah tempat tinggal
2. Saya sanggup membeikan nafkah wajib dengan adil dan merata.
3. Saya tidak akan menyakiti badan / jasmani istri saya yang kedua.
4. Bila terjadi perselisihan di antara keduanya kemudian istri saya yang tua memaki kepada yang muda dengan kata-kata yang kotor maka saya akan mencegahnya ( istri yang tua ) memki demikian .
Kemudian bilamanan salah satu dari yang empat tersebut di atas saya lnggar , maka jatuhlah talaq saya satu kepada yang muda. Pada suatau hari terjadilah pperkelahian antara istri yang pertama dan kedua dengan ucapan istri yang tua kepada istri yang muda memaki dengan kata-kata di luar batas hokum, bahwa istri yang muda di anggap seolah- olah sebagai anak dari hasil luar nikah, kemudian si suami tidak mencegahnya sehingga dalam tanggapan keluarga si istri yang muda bahwa si suami sudah melanggar poin yang ke – 4 dari janji tersebut
Jawab : Pada ta’liq harus terdapat empat macam sesuatu :
1. Suami yang berta’liq ( mu’alliq)
2. Talaq ( Muallaq )
3. Suatu yang di ta’liqan atasnya ( Mu’allaq alaih )
4. Ucapan ta’liq ( Segat )
Menurut so’al di atas yang menjadi mu’allaqnya ialah bila melanggar salah satu dari empat janji yang telah trersebut,dalam hal ini suami yang telah melanggar salah satu dari empat janjinya maka jatuhlah talaq satu , sebagai mana yang di kehendaki oleh suaminya karena telah terdapat muallaq alaih. Dalam sebuah hadits telah di nyatakn sebagai berikut : المؤ منون عند شروطهم : Orang mu’min itu berada pada syarat mereka . Maksudnya : Sesuatu yang telah di syaratkan itu harus di ikuti dan di terima . وقوع الطلا ق بوجود المعلق عليه Pada kitab Majmu’ halaman 152 Juzu’ 17 di jelaskan sebagai berikut :
ا ذ ا علق الطلاق بشرط لا يستحيل كدخول الدار و مجيئ الشهر تعلق به فاذا وجد الشرط وقع و اذا لم يوجد لم يقع لما روي ان النبي صلم قال : المؤ منون عند شروطه
Menceraikan istri pada masa Iddh
Usul 14 / B;3 : seorang mencerikan istrinya dengan talaq satu . kemudian istrinya berangkat pulang, setelah sampai di tengah jalan ia dating kembali kepada bekas suaminya untuk mita di cerai talaq tiga. Si bekas suami menerima permintaannya/ menceraikannya talaq tiga. Apakah jatuh talaq satu atau tiga ?
Jawab : Pada masalah tersebut jatuh talaq tiga, karana begitu perempuan itu di cerai masuklah ia di dalam masa iddah, perempuan yang masih dalam masa iddah sah di tambah talaqnya lagi.
Istri minta cerai karena di tinggal
Usul 33/B;3: Andaikata ada seorang laki-laki meninggalkan istrinya tanpa izin dan tanpa bukti ( Nafakah ) sampai sepuluh bulan atau lebih, si istri minta cerai pada hakim. Apakah ada jalan serai atau tidak dan bagaimana hukumnya kalau di jatuhkan cerai?
Jawab : Masalah ini di jelaskan oleh sahibul mugni juzu’ III halaman : 442 yang ibaratnya sebgai berikut :
اذا عسر بها ( النفقه) فا ن صبرت وانفقت علي نفسها من مالها او مما ا قتر ضته صا رت دينا عليه و الا فلها الفسخ علي الا ظهار . والا صر ح ان لا فسخ بمنع مو سر حضر ا او غا ب عنها لتمكنها من تحصيل حقها با لحا كم او بنفسها ان قدرت , و عند غيبته يبحث لحا كم بلده ان كان مو ضعه معلو ما فا ن لم يعرف مو ضعه بان انقطع خبره فهل لها الفسخ او لا ؟ و قا ل الزركشي عن صا حبي المهذب و الكا في وغيرهما : ان لها الفسخ . اه
Dari ibarat tersebut dapat kita mengerti jawaban masalah di atas
Masalah yang serupa
dengan ta’liq tapi bukan ta’liq
Usul 23 / B;4: Sepasang suami istri punya 4 orang anak yang semuanya laki-laki. Pada waktu istrinya hamil si suami berta’liq : “ Kalau lahir anakku yang ke lima ini laki-laki lagi, aku cerai istriku “ . tetap ketika anak itu akan diahirkan, baru saja keluar kakinya si suami mencabut ta’liqnya, ternyata anak yang lahir itu laki-laki dan setelah di periksa oleh dokter masih ada satu lagi dan wanita. Jatuhkah atau sahkah ta’liqnya?
Jawab : Kata Suami “ Kalau kandungan yang kelima dari istriku ini anak laki-laki, akau akan talaq istriku ini” Perkataan ini namanya Wada’ ( Janji )
الوعد لا يجب الوفاء به
Jadi sekalipun perempuan itu melahirkan seseorang anak laki-laki tidak jatuh talaqnya. Apabila si suami mencabut ta’liqnya sebelum anaknya lahir dengan sempurna. Tapi kalau suami itu berkata seperti ini: Kalau istriku melahirkan yang kelima ini anak laki-laki , maka jatuhlah talaqnya. “ atau dengan bahasa Arab Begini:
ا ن ولد ت امراتي هذه في الحمل الثا من هذا و لدا ذكرا فهي طالق
Barulah jatuh talaqnya, jika istrinya itu melahirkan anak laki-laki. Tapi jika melahirkan dua orang anak , laki-laki dan perempuan maka tidaklah jatuh talaqnya karena termasuk dalam qa’idah :
الشئ مع غيره غيره في نفسه
Ta’liq talaq
Usul 24 / B;5: Seorang suami berkata kepada istrinya: Kalau kamu sanggup memberikan saya uang Rp: 50,000,- maka kamu tertalaq, kemudian istrinya menjawab sanggup. Jatuhkah talaqnya sebelum ada uang kadar ke sanggupannya saja?
Jawab: Pada Masalah tersebut di namakan : Ta’liqut-talaq dan apabila terdapat muaallaq alaih maka jatuhlah talaqnya, seperti kata suami: Kalau kamu masuk rumah maka kamu tertalaq, Maka apabila si istri masuk rumah itu ( Muaalaq alaih ) maka jatuhlah talaqnya. Dan usul tersebut ( Muaallaq alaihnya ) kesanggupan, maka apabila terdapat kesanggupan maka jatuhlah talaqnya.
Bekas istri Bunting
Usul 4/ B;8: Seorang laki-laki menceraikan isterinya dalam keadaan haid , kemudian setelah satu tahun bekas istrinya tersebut bunting, siapakah bapaknya ? sedangkan bekas suaminya tidak mengakui anakanya, sedangkan istri tidak pernah berzina, mohon penjelasan
Jawab: Anak tersebut tetap di hubungkan kepada bekas suaminya, kecuali apabila berli’an dan di sebutkan di dalam li’annya itu bahwa bahwa anak tersebut bukan dari padanya, karana anak tersebut lahir pada sebanyak – banyak waktu bunting ( Dalam mazhab syafi’I waktu sebanyak orang bunting 4 tahun )
Anak Zina kawin
dengan saudaranya dari zina
Usul 6 / B;8: Seorang telah berzina sampai mempunyai anak laki-laki dan wanita yang sudah muda dan remaja , bolehkah anak-anak tersebut kawin dengan saudaranya? Dan bolehkah ayah dan ibunya kawin dengan anaknya?
Jawab: Anak zina tidak sah kawin dengan saudaranya dari zina , karana anak itu di bangsakan kepada ibunya, begitu pula ibunya tidak sah kawin dengan anak zina itu .
Adapun bapaknya sah kawin dengan anak zinanya pada mazhab syafi’I . dalam mazhab lain si bapak tadi tidak boleh kawin dengan anak zina itu karana anak itu terjadi dari mani bapakanya yang tidak di hormati maka di hukumkan kepada ajnabiyah. Perbedaan ibunya dan bapaknya yaitu : Bapaknya hanya mengeluarkan tetesan mani sedangkan ibunya mengeluarkan bayi ( manusia )
Muallaq ‘alaih Kesanggupan istri
Usul 1/B; 6: seorang suami berkata pada istrinya” kalau kamu sanggup memberikan saya uang Rp; 50,000,- maka kamu tertalaq, kemudian istri menjawab saya sanggup. Jatuhkah talaqnya sebelum uang tersebut di berikannya?
Jawab : Masalah Ta’liq talaq , misalnya kata suami “ Kalau kamu masuk rumah ini maka kamu tertalaq. Masuk rumah itu namanya “ Muaallaq alaih” kalau terdapat jatuhlah talaq . pada usul tersebut kesanggupannya itulah muallaq alaih, jadi apabila terdapat kesanggupan maka jatuhlah talaqnya dan jika kesanggupanya itu tidak di barengi dengan uang maka ke sanggupannya itu menjadi hutang.
Zina
Usul 6 / B: 7: Bagaimanakah cara melakukan taubat yang telah terlanjur melakukan perzinahan, baik zina muhsan , atau bukan muhsan di suatu negara yang bukan negara islam seperti halnya negara Indonesia ,pilipina dan sebagainya , apakah tidak cukup dengan melakukan rukun taubat yang tiga itu serta memohon ampunan dari Allah SWT?
Zina adalah termasuk sebesar-besar dosa dan barang siapa yang telah melakukan dosa besar tersebut seharusnya ia menutupi dirinya, bahkan kalau ia telah terlanjur ber iqrar di muka hakim , maka sunnat ia ruju’ dari pada iqrarnya, hal seperti ini dapat di amabil dari hal seorang sahabat yang melaporkan dirinya kepada rasulullah SAW. Bahwa ia telah berzina,lalu menyindirnya agar dia ruju’ pada iqrarnya dengan sabdanya yang artinya: Barangkali engkau memeluknya saja atau bersentuhan saja , namun orang tadi tetap tidak mau ruju’ dari aqrarnya , akhirnya Nabi memerintahkan untuk di rejam, dengan demikian kita dapat mengerti bahwa wajib menutupi diri kita , dan baru ia wajib taubat sebenar taubat dan terserah kepada tuhan:
ان شا ء عفا وان شاء عذ به
Tapi besar harapan tuhan mengampuninya karena Allah maha pengampun.
Homo seksual
Usul 9 / B : 12: Apakah hukum seseorang laki-laki mnjalankan syahwat kepada sesama laki-lakinya, entah mungkin karana nafsunya nafsu perempuan , sehingga kalau di bicarakan masalah wanita di hadapanya dia marah. Cara menjalankan syahwat adalah sama halnya dengan istri terhadap seuaminya. Yang kami tanyakan bisakah termasuk dosa besar hal tersebut di atas ?
Jawab : Laki-laki dengan laki-laki ( seperti di dalam usul tersebut di atas ) di dalam bahasa Arabnya Di sebut “ Liwath “ .dan Perempuan sesama perempuan di sebut “ Sihaq “ dan kesemuanya itu adalah perbuatan kaum Nabi Luth yang di ceritakan di dalam Al- Qur’an dengan Azab , Negerinya di angkat keangkasa kemudian di balikkan dan di lontari dengan batu , perbuatan itu adalah sebesar-besar dosa , maka dari ibnu Abbas R.A. orang yang memperbuat perbuatan tersebut harus di jatuhkan dari tempat yang tinggi , kemudian di lontar dengan batu sampai mati , dan sabda Nabi SAW. Sebagai berikut :
من فعل فعل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول ( البواقيت والجواهير في بيان عقوبة اهل الكبائر )
Dan alasan di dalam usul tersebut tidak ada artinya.
Tidak Mengetahui hukum nikah
Usul 6/ B:12: Bolehkah seseorang mengambil wali sedangkan orang tersebut tidak mengetahui hokum nikah , lalu ia di serahkan wali untuk menlanjutkan pernikahan itu ? Mohon penjelasan.
Jawab : Orang tersebut di dalam usul itu adalah wakil dari si wali , dengan Tafsil : Kalau dia sah mewakilkan anaknya sendiri sahlah menjadi wakil ( dengan bahwa dia adil aebagai wali tersebut ) , dan kalau dia tidak sah mewalikan anaknya maka tidak sahlah wakil dari si Wali.
Perkawinan Cina Buta
Usul 28 / B: 4: Benarkah sah perkawinan secara memakai “ Muhallil (Cina Buta ) ? Mohon penjelasannya?
قال الامام الكريم عما د الدين ابن الفداء ابن كثير علي مذهب الشا فعي في تفسيره : والمقصود من الزوج الثاني ان يكون را غبا في المرءة قا صد الدوام عشرتها كما هو المشروع من التزوج
Menurut Keterangan Imam Karim tersebut , Bisakah si muhallil itu orang yang bergaul dengan cara mudawamah(tetap ) yang bercampur dengannya semalam / setengah malam kemudian di talaq , dalam hal ini mohon penjelasan tentang hokum yang terkandung di dalamnya:
سئل رسو ل الله عليه سلم عن نكا خ المحلل فقا ل لا, الا نكا ح رغبة لا نكاح دلسة و استهز ا ء بكتا ب الله ثم يذو ق عسيلتها ( رواه الجو رفان عن عكرمة وابن عباس )
Menurut hadis tersebut di atas , apakah yidak termasuk si muhallil orang yang mempermainkan Ayat tuhan?
Jawab: Kalimat yang di ajukan oleh penanya itu :
قال الا مام الكريم ....الخ
Ini tidak ada , dan bukan Mazhab Syafi,I , sebenarnya yang ada dalam tafsiran Ibnu Kasir juzu’ Awwal Halaman : 410 sebagai berikut
فصل : والمقصود من الزوج الثاني ان يكون را غبا في المرءة قا صد الدوام عشرتها كما هو المشروع من التزوج و اشتر ط الامام مالك من ذلك ان يطاءها الثاني وطءا مباحا ,
Adapun hadis nabi yang saudara kemuakan di atas, saya kira saudara tulis hadis tersebut dari ikrimah dan ibnu abbas itu salah , sebenarnya dari ikrimah dari ibnu abbas, sedangkan ayat al- Qur’an yang berbunyi:
ولا تتخذوا ايات الله هزوا ( الاية )
Sebab Nuzulnya dari ibnu Abbas pada tafsiran ayat tersebut:
قال طلق رجل امرءته وهو يلعب فانزل الله هذه الاية , فالزمه رسول الله صلي الله عليه وسلم الطلاق
Dan di bawah ini kami jelaskan masalah muhallil menurut pendapat imam yang empat yang tersebut dalam kitab “ Al- fiqhu Ala Mazhabil Arba’ah “ Kesimpulannya sebagai berikut:
المليكية و الحنا بلة قالو ا اذا تزوجها الثاني بقصد تحليلها للا ول فا نها لا تحل للا ول مطلقا , و كا ن النكاح الثاني باطلا
الحنفية : اذا تزوجها الثاني بقصد تحليلها للاول فانه يصح بشرط : (1) ان يقصد عليها الثاني عقدا صحيحا . (2) ان يدخل عليها الزوج الثاني . (3 ) ان يكون وطء ا للزو ج موجبا للغسل ( 4 ) ان تنقضي عدتها من الزوج الثاني ( 5 )تيقن وقوع الوطء في المحل , بل يكون له عليه اجر بشروط : ان يقصد الصلاح بين الزوجين وان لا ينصب نفسه لذا لك , وانلا يشترط علي ذلك العمل اجرا فان فعل كان عمله محرما وعلي خذا يحمل الحديث : لعن الله المحلل و المحلل له . و ان لا يشترط التطيل في العقد , فان شرط ذلك صح العقد وبطل الشرط .
الشافيعية : ا1ا تزوج رجل مطلقة غيره ثلاثا بنية احلالها للاول فانه يصح بشروط ان يعقد عليها الثاني عقدا صحيحا , وانلا يشترط التحليل لفظا في العقد فان شرط ذلك بطل العقد فلا تحل للاول , وان يكون الزوج ممن يتصور منه ذوق اللذه , وان يكون الوطء في داخل الفرج , وان بكون ذكره منتصبا , والغرض من وطء المطلقة ثلاثا من زوج اخر هو التنفير من ايقاع الطلاق بهذه الصورة ,
Dan telah ma’lum semua imam Mazhab itu adalah Mujtahid Mutlaq, dan Mujtahid Mutlaq tidak bertaqlid pada Mujtahid yang lain, dan kita wajib menghormati semua pendapat imam yang empat ini, Dan mungkin hadis yang mengatakan : Rasulullah di Tanya ….” Tidak sabit sahnya atau Hadis hasan di sisi Mazhab Hanafi dan Syafi’I, Maka dari itulah beliau tidak mengamalkan / memakai hadis tersebut pada semua kitab-kitab syafi’iyyah seperti : Jamal , Manhaj, Mugnil Muhtaj, ‘ianah, Bajuri dan lain-lain, penjelasannya sama sebagimana telah di sebut di atas, tapi yang kombinasi kami tidak menerimanya.
Mengawinkan Perempuan
yang hamil karena Zina
Usul 29 / B;4: Bagaimanakah hukum si wali yang menglangsungkan perkawinan anaknya sedang anaknya tersebut telah hamil dua bulan karena berzina, dan bagaimana pula bila kita sebagai saksi perkawinan tersebut.?
Jawab: Perempuan yang bunting dari zina boleh (sah ) di kawin karana karena buntingan itu tidak di hormati , tetapi kalau buntingan itu di lahirkan setelah enam bulan dan dua lahzah( detik ) dari sejak perkawinannya, maka anak itu di hubungkan kepada suaminya, dan kalau ia melahirkan kurang dari yang demikin itu maka anak tersebut tidak di hubungkan kepada suaminya, sebagiman yang telah di terangkan pada berusur yang telah di nukil dari kitab : “ Bugyatul Murtarsyidin “ , dan si wali tidak bersalah mengawinkan anaknya dan begitu pula tidak bersalah menyaksikan perkawinan tersebut.
Kawin dengan anak bekas istri
Usul 14/B;8: Bolehkah seorang muslim kawin dengan anak bekas istrinya?
Jawab: Tidak boleh ( tidak sah ) orang itu kawin dengan anak bekas istrinya ( anak tiri ) kalau ia sudah mendhuli bekas istrinya itu, kalau tidak pernah menduhuli bekas istrinya itu maka boleh ia kawin dengan anak bekas istrinya itu, lain halnya kalau orang itu kawin dengan anak itu maka orang itu tidak sah kawin dengan ibu bekas istrinya itu, baik ia sudah duhul atau tidak.
Suami masuk agama Katolik
Usul 1/B;3 : Seorang laki-laki islam kawin dengan seorang perempuan islam kemudian setelah mereka bergaul, si suami masuk agama katolik atau murtad, bagaimanakah hukum perkawinannnya?
Jawab: Apabila salah seorang suami istri murtad maka terputuslah nikahnya, dan kalau kembali ke agama islam selama dalam masa iddah nikahnya bersambung tampa aqad nikah baru. Tetapi kalau kembali ke agama islam sesudah habis iddahnya, maka wajib aqad nikah lagi.
Tentang Maskawin
Usul 22/B;6: Dalam kitab Matan Zubad di terangkan sebagai berikut:
يسن في العقد ولو قليلا # محرم كنفع لم يكن مجهو لا
لو لم يسم صح عقد و انحتم # ا ما بفرض منهما او من حكم
a. Kami mohon keterangan / syarah dari bait-bait tersebut di atas ( bagian munakahat )
b. Bolehkah kita jadikan maskawin ( mahar ) dalam aqad Nikah itu dengan bacaan Al-qur’an surat Al-Ikhlas 100 kali atau dengan maskawin tahlil 1000 kali yang di baca oleh penganten laki-laki dan pahalanya di hadiyahkan pada calon peganten weanita?
Jawab :
a. Syarah dan terjemah dua bait di atas adalah sebgai berikut : Lafaz “ mahar “ itu jadi Naibul Fa’il dari Yusannu dengan ada Mudhaf mahzuf yaitu kalimat “ zakara “Jadi terjemahannnya , di sunnatkan di dalam Aqad Nikah itu menyebut maskawin, sekalipun sedikit, seperti suatu mamfaat yang maklum( seperti tinggal semalam di suatu kamar Losmen ). Kalau tidak di sebut Maskawin di dalam Aqad maka Aqad nikah itu tetap sah, akan tetapi menjadi wajiblah Mahar itu menurut penentuan dari kedua mempelai dengan redha. Kalau keduanya bersalahan kemauan, di mana yang satu mau sekian dan yang lain berkemauan lain, sedang aqad sudah terjadi maka keputusan hakimlah yang menentukan dengan Mahar Misil
b. Hadiah itu berlainan dengan maskawin, misalnya seorang perempuan bermaskawin dengan Rp:10,000,- Kemudian mempelai laki-laki memberi hadiah kepada istrinya itu sebanyak Rp : 10,000,-. Dalam hal ini si mempelai wanita masih berhak menagih maskawinnya, sebab si mempelai laki-laki belum memberikan maskawin, yang di berikannya adalah hadiah, bukan maskawin.
Laki-Laki Muslim kawin
dengan Muslimah dari jin
Usul 19/B;6: Apakah hokum perkawinan seseorang laki bangsa manusia yang beragama islam denagan gadis bangsa jin yang beragama islam pula?
Jawab :Perkawainan antara manusia dengan Jin , baik manusianya yang laki-laki atau sebaliknya, ada Khilaf pendapat ulama’ sebagaian tidak membolehkan, yaitu Ibnu Yunus dan Ibnu Abdus salam dengan mengemukakan dalil sebagai berikut:
ان الله ا متن علينا بجعل الا زواج من انفسنا ليتم السكون اليها وفي حديث حسن : نهي النبي صلي الله عليه عن نكاح الجن
Imamul Qamuli membolehkan , pendapat ini di mu’tamadkan oleh Imam Ramli serta pengikut-pengikutnya. Mungkin karana beliau memandang bahwa kedua-keduannya ( calon penganten ) sama-sama islam , Mukallaf dan sama-sama Ummat Nabi Muhammad SAW. Sekalipun jenis kemakhlukannya berlainan. ( Ibarat Manhaj Juzu’ IV halaman 177 )
Memadukan dua saudara
Usul 4/ B;12: Sahkah kita menghimpun ( di madukan ) dua perempun bersaudara: satu anak yang halal dan yang satunya anak Zina ataukah tidak sah ? mohon penjelasan karana masalah tersebut telah terjadi.
Jawab : Menghimpun antara dua perempuan yang tersebut di dalam usul itu tidak sah sarta haram, karena anak zian itu di hubungkan nasabnya kepada Ibunya, jadi antara dua perempuan tersebut bersudara seibu dan tidak sah di himpunkan di madukan antara dua prempuan yaitu kalau di taqdirkan satu laki dan satu perempuan, maka tidak sah kawin antara keduanya, maka tidak sah di madukan antara keduanya seperti seorang perempuan dengan saudaranya, atau dengan bibiknya ( saudara ibuknya atau saudara bapaknya ) maka tidak sah di himpun antara keduanya , dan perhatikan dalil - dali yang tersebut di bawah ini:
حدثني يحي بن فزعة حدثنا ما لك عن نافع عن ا بن عمررضي الله عنهما ان رجلا لاعن امراءته في زمن النبي صلم ففرق النبي صلم بينهما والحق الولد بالمرءة . وروي ابو داود من رواية عمر و ابن شعيب عن ابيه عن جده قال جعل النبي صلم ميراث ابن الملاعنة لامه ولو ورثتها من بعدها , فقال مالك بلغني انه قال عروة في ولد الملاعنة وولج الزنا اذا ما ت ورثت امه حقه في كتا ب الله و اخواته للام حقوقه ( عمدة القوي شرح البخاري ج 24 ص249 )
وروي البخاري ومسلم عن الزهري عن سهل ابن سعد الساعدي انه قال فرق الرسول صلم بين الرجل و المرءة ( يعني بلعان ) وكانت حاملا فانتفي حملحها فكان الولد يدعي لامه , وجرت السنة ان يرثها و ترث منه ما فرض الله لها , فان حكم ولد الزنا حكم الولد الملاعنة لانه ثبت النسب من امه و غير ثابت النسب من ابيه ( مجموع جزؤ 16 ص 105) , و الجمل علي المنهج ج 4 ص 178 : قوله بخلاف ولدها من زناها اي يحرم عليها وعلي سا ئر محا رمها لانه بعضها وانفصل منها انسانا , وفيه ايضا في الصفحة 183 : يحرم الجمع بين كل ا مرئتين ايتهما قدرت ذكرا تحرم عليه الاخري
Dengan dalil-dalil yang tersebut di atas jelaslah jawaban-jawaban kami di atas . kini timbullah prtanyaan , bagaiman hukum jika ia mensetubuhi istrinya yang kedua itu ? Apakah dengan mensetubuhi istri yang kedua itu akan menjadi haramlah istri yang pertama ?
Dalam hal ini ada dua pendapat:
1. Sebagian Ulama’ mengatakan dengan mensetubuhi istri yang ke dua itu, menjadi haram pula istri yang pertama.
2. Sayidina Ali bin Abi Talib dan lain sahabat ( sebagaimana yang telah di sebut di dalam Saheh Bukhari ) :
ان الحرام ( اي الثاني ) لا يحرم الحلال ( الا ول )
Akhiran “-Kan” dalam perkawinan
Usul 4/B: 34: akad Perkawinan yang khususunya di daerah lombok sebagian besar biasanya memakai bahasa sasak misalnya : Aku Nikah Ante Pulan dengan anakku si pulanah “ Pada kata Nikah Tidak ada akhiran - Kan . menurut sebagian pendapat ada yang tidak mengesahkan. Dan mohon penjelannya?
Jawab : Kita sudah ma’lum bahwa sahnya suatu akad perkawinan yaitu dngan ‘anya ijab dan qabul, seperti contoh : Perkataan Wali : زوجتك بنتي فلانة atau انكحتك بنتي فلانة Kemudian perkataan dari mempelai laki- laki : نكحت فلانة atau تزوجت فلانة atau قبلت تزويجها atau قبلت هذا النكاح , kata-kata nikah disini ma’nanya adalah “ inkah “ oleh sebab itu kita dapat mengerti bahwa nikah itu dapat di artikan dengan nikah dan sebaliknya kata nikah dapat di artikan sebagai kata inkah , sehubungan dengan usul di atas maka suatu akad perkawinan yang tidak memakai akhiran “-kan” pada kata “ Nikah “ tersebut maka perkawinan itu tetap sah , kemudian dalam bahsa sasak tidak memerlukan khiran “ -Kan “
Wali Anak perempuan
Usul 7 / B: 4 : Seseorang beragama waktu telu melahirkan seorang anak wanita, setelah besar anak itu masuk agama islam dengan ayahnya, kemudian anak itu kawian dengan orang islam. Bolehkah / sahkah si Ayah menjadi Wali ? Kalau tidak sah lalu siapa walinya ?
Jawab : Anak perempuan itu yang jadi walinya ialah ayahnya , dengan dalil bahwa sahabat-sahabat Nabi yang masuk islam dengan anaknya yang perempuan , ayahnyalah yang menjadi walinya sedangkan sebelum ia masuk islam adalah mereka kafir watsani( penyembah berhala )
Wali anak yang di dapatkan di luar islam
Usul 2 /B 12: Seorang islam jadi murtad / masuk agama Waktu telu ( Tiga ) , maka di dalam kemurtadannya itu ia berkawin sampai mempunyai anak perempuan , setelah besar anaknya ia masuk islam lagi dengan semua keluarganya, kemudian kawin anaknya , siapakah yang menjadi Walinya ?
Jawab : Ketahwilah bahawa orang yang murtad itu ( selama ia Murtad ) baik laki ataupun dia perempuan tidak sah kawiannya dengan siapapun . baik dia kawin dengan orang islam atau dengan orang kafir asli atau dengan sesama murtadnya, maka dengan penjelasan di atas ini kita dapat pengertian bahwa anak-anak dari orang-orang tersebut di dalam usul ini adalah anak-anak yang terjadi dari perkawinan yang tidak sah, maka dengan demikian kita mengetahui bukanlah bapaknya itu yang mewalikan, akan tetapi walinya adalah Hakim. Lain halnya kalau kafir asli yang masuk islam dengan keluarganya maka anaknya yang perempuan kalau kawin maka yang jadi walinya adalah bapaknya kalau anaknya di dapat dengan cara perkawainan yang sah pada mereka
Anak Zina Menjadi Wali
Usul 13 / B;4: Anak Zina yang mempunyai anak Wanita, sahkah ia menjadi Wali atau Tidak ?
Jawab: Anak Zina tersebut. Wali atas anaknya yang perempuan kalau dia Adil. Anak Zina tidak berdosa , sedangkan yang berdosa adalah kedua orang tuanya yang menjadi sebab lahirnya.
Ta’liq Wakalah
Usul: 17 / B;5: Seseorang musafir mempunyai anak wanita, pergi keluar daerah , sedang dia sebelum berangkatnya ia berpesan kepada tetangganya sebagai berikut: “ Selama saya musafir bila anak saya kawin saya berwakil kepada saudara untuk mengawinkan anak saya” . Bagaimanakah tidakan kita bila si anak tersebut kawin sedanglan ayahnya berada di luar daerah yang lebih dari dua marhalah ? dan bagaimana pula tindakan kita bila kurang dari dua marhalah ?
Jawab: Pada usul tersebut namanya: Ta’liqul Wakalah” karena ma’nanya : kalau anakku kawin aku berwakil kepadamu mengawinkannya. Sama hukumnya dengan “ ta’liqul Bai’ “seperti katanya : Apabila datang awal bulan anuk , maka aku jual kepadamu rumahku ini”, dan itu tidak sah. Begitu pula hukum Ta’liqul wakalah . ibarat kitab Mugnil muhtaj Juzu’ II halaman : 223 menerangkan sebagai berikut:
ولا يصح تعليقها اي الوكالة بشرط من صفة او وقت , كقوله : اذا قدم زيد او جاء الشهر فقد وكلتك او فانت وكيلي فيه
Artinya :Tidak sah menta’liq wakalah dengan sayarat dari sifat atau waktu , seperti katanya : apabila dating zaidun atau apabila dating awal bulan ( aabila anakku kawin ) maka aku berwakil kapadamu atau maka engkaulah wakilku padanya.
Dan kalau wakilnya itu jarak dua Marhalah maka hakimlah yang mengawinkannya,sekalipun ada wakil yang aqrab misalnya pamannya, dan jikalau walinya bertempat kurang dari dua marhalah maka wajiblah di tuntut walinya untuk mengawinkannya.
Membelikan anak
air susu orang lain
Usul 31 / B : 3 : Anak yang masih menyusu , di belikan air susu kepada orang lain dengan memkai ukuran tidakkah ia menjadi saudara susuan?
Jawab : Kalau anak tersebut berumur kurang dari dua tahun dan menyusu minimal lima kali pada wanita lain ( bukun ibu nya ) maka wanita , suaminya dan anaknya baik yang sedang menyusu maupun yang lahir kemudiannya adalah menjadi ibu susuan, ayah susuan dan saudara susuan baik air susu itu dengan cara di beli atau tidak, demikian ittifak perkataan Ulama’.
Tanbihat:
Rumusan Komisi II Majlis Ulama’ Tahun 1980 di Jakarta ( Berusur ke-8 )
A. Penggantian dan penyempurnaan kelamin
1. Merubah jenis kelmin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karana bertentangan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 119 dan karan bertentangan dengan jiwa hukum syara’.
2. Orang yang kelaminnya di ganti , kedudukan jenis kelaminya sama dengan kelamin semula sebelum di rubah.
3. Seorang Khunsa ( Banci ) yang kelaki-lakianannya lebih jalan , boleh di sempurnkan kelakai-lakiannya demikian pula sebaliknya
B. Perkawinan Antar Agama:
1. Seorang laki-laki muslim di haramkan mengawini wanita bukan muslim.
2. Terdapat perbedaan pendapat dalam perkawinan anatara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari pada maslahatnya, maka Majlis Ulama’ Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya : haram.
C.Pendangkalan agama dalam penyalah gunaan dalil:
Setiap usaha pendangkalan agama dan penyalah gunaan dalil adalah meruak kemurnian agama dan kemantapan hidup beragama, karena itu Majlis Ulama’ Indonesia harus menaganinya secara serius dan terus menerus
D. Shalat dan Puasa di daerah yang amat tidak seimbang waktu siang dan malamnya
Waktu Ibadah Puasa dan Shalat di daerah yang malam dan siangnya sangat tidak seimbang di sesuaikan dengan waktu daerah tersebut
Adat sorong serah
pada adat Lombok
Usul 4 /B;2 : Bagaimanakah pndangan islam tentang hukum denda yang ada terdapat dalam istiadat sorong serah pada adat istiadat perkawinan lombok?
Jawab: Didalam agama islam tidak terdapat hokum denda medenda selain pada orang yang yang meninggalkan wajib haji atau mengerjakan larangan yang berkenaan dengan ihram yaitu dam ( denda ) berupa kambing dan makanan yang tafsilannya terdapat pada ilmu manasik.adapunn hukum denda yang terdapat pada sorong serah pada adat istiadat perkawinan lombok itu dalam ajaran islam termasuk memakan harta orang lain dengan batil . Allah menerangkan dalam Al- Qur’an sebagai berikut:
لا تا كلو ا اموا لكم بينكم با لبا طل ( النساء 22 )
Wali berada di luar daerah/ luar negri
Usul 8 / B;2: Apakah hokum perkawinan yang di langsungkan oleh hakim terhadap seseorang yang walinya berada di luar daerah / negeri, sedangkan apabila si wali itu di Interlokal / telepon/ telegram ia kan biasa datang karana perjalanan / komonokasi yang mudah / cepat ?
Jawab : Kalau wali dari seorang perempuan berada di luar daerah yang jauhnya dua marhalah atau lebih maka haruslah hakim yang mengawinkannya dengan bertindak sebagai “ Na’ib “ ( pengganti wali ) walaupun daerah tempat tinggal si wali itu mudah hubungannya, adai kata di panggil lewat interlokal tersebut, dan biasa hadir dalam waktu yang relatif singkat.
Sama saja halnya dengan mengqasar ( memendekkan ) / menjamak sembahyang dan berbuka puasa di dalam bulan ramadhan bagi yang musafir, karana dalam hal tersebut yang di pandang adalah jauh atau dekatnya berdasarkan ukuran jarak. Maka dengan demikian perkawinan yang berlangsung seperti yang di tanyakan di atas adalah sah.
Catatan
Menurut syekh Khatib Minag kabau dalam kitabnya “ Riayadul Badi’ah “ Dua Marhalah itu sama dengan : 92,800 Km. ( Kilo Meter )
Perempuan islam
kawin dengan Keristen/ bali
Usul 20/B: 2: Apakah hukumnya seorang perempuan islam kawin dengan seorang laki-laki keristen , Hindu Bali?
Jawab : Perempuan islam tidak sah kawin dengan laki-laki kafir apa saja macam kafirnya. Kalau perempuan itu mengi’tiqadkan yang demikian itu halal ia menjadi murtad dengan I’tiqadnya sekalipun ia tetap membawa ajaran islam seperti sembahyang dan lain-lain. Adapun kalau ia tidak mengi’tiqadkan yang demikian itu halal tetapi berani melanggar larangan Allah tetap di hukumkan sebagai orang islam karana menurut pendafat mazhab “ Ahlussunnah Wal Jama’ah “ tidak menjadi kafir orang yang mengerjakan dosa besar. Sedangkan masalah anaknya pada dua masalah tersebut di atas adalah di hukum sebagai anak tidak sah.
Bertahan Pada Agama
dalam perkawinan
Usul 21 / B;2: Suaminya beragama islam sedangkan istrinya beragama bukan islam kemudian istrinya tetap bertahan pada agamanya. Bagaimankah hukum nikahnya? Dan bagaimana Masalah Warisannya boleh menerima atau tidak ?
Jawab : Laki-laki islam tidak sah beristri orang kafir. Kecuali perempuan itu kafir kitaby ( Yahudi dan Nasrani ) dengan syarat bahwa nenek moyangnya dahulu masuk agama tersebut diatas sebelum agamanya di nasakh oleh syaria’at islam.( dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW.) Dengan demikian kita dapat mengerti bahwa tidak sah orang islam kawin dengan perempuan nasrani / keristen indonesia. Sebab nenek moyang mereka memasuki agama nasrani setelah di nasakh oleh syari’at islam. Oleh karana perkainan tersebut tidak sah, anaknya pun tidak sah
Adapun masalah warisannya antara keduanya tidak saling mewarisi sebab berlainan agama sekalipun nikahnya sah dengan memenuhi syarat-syarat tersebut di atas.
Bab Talaq
Seorang istri di tinggalkan oleh suaminya dalam waktu lama
Usul 14/ B;1: Seorang istri di tinggalkan suaminya dalam waktu yang cukuplama ( setahun lebih ) dengan tidak di ketahwi tujuannya, apakah si istri itu jatuh cerai atau tidak? . kalau jatuh cerai bagaimana masalah iddahnya?
Jawab: Untuk mnjawab pertanyaaan di atas, dalam kitab “ Al- Miratsul Muqaran “ Hal : 37 di jelaskan bahwa masalah tersebut sebaiknya di serahkan kepada ijtihad Hakim, ini pendapat yang masyhur di kalangan Mazhab Syafi’I Malilki dan Nanafi, adapun Masalah iddah terhitung mulai dari sejak hakim menjatuhkan keputusan.
Perjanjian Suami
Usul 7 / B:34: Ada seseorang laki-laki yang mempunyai dua orang istri, dan si suami telah berjanji dengan istrinya yang ke dua ( setelah akad perkawinan ) dengan perjanjian sebagai berikut :
1. Saya sanggup menyewakan sebuah rumah tempat tinggal
2. Saya sanggup membeikan nafkah wajib dengan adil dan merata.
3. Saya tidak akan menyakiti badan / jasmani istri saya yang kedua.
4. Bila terjadi perselisihan di antara keduanya kemudian istri saya yang tua memaki kepada yang muda dengan kata-kata yang kotor maka saya akan mencegahnya ( istri yang tua ) memki demikian .
Kemudian bilamanan salah satu dari yang empat tersebut di atas saya lnggar , maka jatuhlah talaq saya satu kepada yang muda. Pada suatau hari terjadilah pperkelahian antara istri yang pertama dan kedua dengan ucapan istri yang tua kepada istri yang muda memaki dengan kata-kata di luar batas hokum, bahwa istri yang muda di anggap seolah- olah sebagai anak dari hasil luar nikah, kemudian si suami tidak mencegahnya sehingga dalam tanggapan keluarga si istri yang muda bahwa si suami sudah melanggar poin yang ke – 4 dari janji tersebut
Jawab : Pada ta’liq harus terdapat empat macam sesuatu :
1. Suami yang berta’liq ( mu’alliq)
2. Talaq ( Muallaq )
3. Suatu yang di ta’liqan atasnya ( Mu’allaq alaih )
4. Ucapan ta’liq ( Segat )
Menurut so’al di atas yang menjadi mu’allaqnya ialah bila melanggar salah satu dari empat janji yang telah trersebut,dalam hal ini suami yang telah melanggar salah satu dari empat janjinya maka jatuhlah talaq satu , sebagai mana yang di kehendaki oleh suaminya karena telah terdapat muallaq alaih. Dalam sebuah hadits telah di nyatakn sebagai berikut : المؤ منون عند شروطهم : Orang mu’min itu berada pada syarat mereka . Maksudnya : Sesuatu yang telah di syaratkan itu harus di ikuti dan di terima . وقوع الطلا ق بوجود المعلق عليه Pada kitab Majmu’ halaman 152 Juzu’ 17 di jelaskan sebagai berikut :
ا ذ ا علق الطلاق بشرط لا يستحيل كدخول الدار و مجيئ الشهر تعلق به فاذا وجد الشرط وقع و اذا لم يوجد لم يقع لما روي ان النبي صلم قال : المؤ منون عند شروطه
Menceraikan istri pada masa Iddh
Usul 14 / B;3 : seorang mencerikan istrinya dengan talaq satu . kemudian istrinya berangkat pulang, setelah sampai di tengah jalan ia dating kembali kepada bekas suaminya untuk mita di cerai talaq tiga. Si bekas suami menerima permintaannya/ menceraikannya talaq tiga. Apakah jatuh talaq satu atau tiga ?
Jawab : Pada masalah tersebut jatuh talaq tiga, karana begitu perempuan itu di cerai masuklah ia di dalam masa iddah, perempuan yang masih dalam masa iddah sah di tambah talaqnya lagi.
Istri minta cerai karena di tinggal
Usul 33/B;3: Andaikata ada seorang laki-laki meninggalkan istrinya tanpa izin dan tanpa bukti ( Nafakah ) sampai sepuluh bulan atau lebih, si istri minta cerai pada hakim. Apakah ada jalan serai atau tidak dan bagaimana hukumnya kalau di jatuhkan cerai?
Jawab : Masalah ini di jelaskan oleh sahibul mugni juzu’ III halaman : 442 yang ibaratnya sebgai berikut :
اذا عسر بها ( النفقه) فا ن صبرت وانفقت علي نفسها من مالها او مما ا قتر ضته صا رت دينا عليه و الا فلها الفسخ علي الا ظهار . والا صر ح ان لا فسخ بمنع مو سر حضر ا او غا ب عنها لتمكنها من تحصيل حقها با لحا كم او بنفسها ان قدرت , و عند غيبته يبحث لحا كم بلده ان كان مو ضعه معلو ما فا ن لم يعرف مو ضعه بان انقطع خبره فهل لها الفسخ او لا ؟ و قا ل الزركشي عن صا حبي المهذب و الكا في وغيرهما : ان لها الفسخ . اه
Dari ibarat tersebut dapat kita mengerti jawaban masalah di atas
Masalah yang serupa
dengan ta’liq tapi bukan ta’liq
Usul 23 / B;4: Sepasang suami istri punya 4 orang anak yang semuanya laki-laki. Pada waktu istrinya hamil si suami berta’liq : “ Kalau lahir anakku yang ke lima ini laki-laki lagi, aku cerai istriku “ . tetap ketika anak itu akan diahirkan, baru saja keluar kakinya si suami mencabut ta’liqnya, ternyata anak yang lahir itu laki-laki dan setelah di periksa oleh dokter masih ada satu lagi dan wanita. Jatuhkah atau sahkah ta’liqnya?
Jawab : Kata Suami “ Kalau kandungan yang kelima dari istriku ini anak laki-laki, akau akan talaq istriku ini” Perkataan ini namanya Wada’ ( Janji )
الوعد لا يجب الوفاء به
Jadi sekalipun perempuan itu melahirkan seseorang anak laki-laki tidak jatuh talaqnya. Apabila si suami mencabut ta’liqnya sebelum anaknya lahir dengan sempurna. Tapi kalau suami itu berkata seperti ini: Kalau istriku melahirkan yang kelima ini anak laki-laki , maka jatuhlah talaqnya. “ atau dengan bahasa Arab Begini:
ا ن ولد ت امراتي هذه في الحمل الثا من هذا و لدا ذكرا فهي طالق
Barulah jatuh talaqnya, jika istrinya itu melahirkan anak laki-laki. Tapi jika melahirkan dua orang anak , laki-laki dan perempuan maka tidaklah jatuh talaqnya karena termasuk dalam qa’idah :
الشئ مع غيره غيره في نفسه
Ta’liq talaq
Usul 24 / B;5: Seorang suami berkata kepada istrinya: Kalau kamu sanggup memberikan saya uang Rp: 50,000,- maka kamu tertalaq, kemudian istrinya menjawab sanggup. Jatuhkah talaqnya sebelum ada uang kadar ke sanggupannya saja?
Jawab: Pada Masalah tersebut di namakan : Ta’liqut-talaq dan apabila terdapat muaallaq alaih maka jatuhlah talaqnya, seperti kata suami: Kalau kamu masuk rumah maka kamu tertalaq, Maka apabila si istri masuk rumah itu ( Muaalaq alaih ) maka jatuhlah talaqnya. Dan usul tersebut ( Muaallaq alaihnya ) kesanggupan, maka apabila terdapat kesanggupan maka jatuhlah talaqnya.
Bekas istri Bunting
Usul 4/ B;8: Seorang laki-laki menceraikan isterinya dalam keadaan haid , kemudian setelah satu tahun bekas istrinya tersebut bunting, siapakah bapaknya ? sedangkan bekas suaminya tidak mengakui anakanya, sedangkan istri tidak pernah berzina, mohon penjelasan
Jawab: Anak tersebut tetap di hubungkan kepada bekas suaminya, kecuali apabila berli’an dan di sebutkan di dalam li’annya itu bahwa bahwa anak tersebut bukan dari padanya, karana anak tersebut lahir pada sebanyak – banyak waktu bunting ( Dalam mazhab syafi’I waktu sebanyak orang bunting 4 tahun )
Anak Zina kawin
dengan saudaranya dari zina
Usul 6 / B;8: Seorang telah berzina sampai mempunyai anak laki-laki dan wanita yang sudah muda dan remaja , bolehkah anak-anak tersebut kawin dengan saudaranya? Dan bolehkah ayah dan ibunya kawin dengan anaknya?
Jawab: Anak zina tidak sah kawin dengan saudaranya dari zina , karana anak itu di bangsakan kepada ibunya, begitu pula ibunya tidak sah kawin dengan anak zina itu .
Adapun bapaknya sah kawin dengan anak zinanya pada mazhab syafi’I . dalam mazhab lain si bapak tadi tidak boleh kawin dengan anak zina itu karana anak itu terjadi dari mani bapakanya yang tidak di hormati maka di hukumkan kepada ajnabiyah. Perbedaan ibunya dan bapaknya yaitu : Bapaknya hanya mengeluarkan tetesan mani sedangkan ibunya mengeluarkan bayi ( manusia )
Muallaq ‘alaih Kesanggupan istri
Usul 1/B; 6: seorang suami berkata pada istrinya” kalau kamu sanggup memberikan saya uang Rp; 50,000,- maka kamu tertalaq, kemudian istri menjawab saya sanggup. Jatuhkah talaqnya sebelum uang tersebut di berikannya?
Jawab : Masalah Ta’liq talaq , misalnya kata suami “ Kalau kamu masuk rumah ini maka kamu tertalaq. Masuk rumah itu namanya “ Muaallaq alaih” kalau terdapat jatuhlah talaq . pada usul tersebut kesanggupannya itulah muallaq alaih, jadi apabila terdapat kesanggupan maka jatuhlah talaqnya dan jika kesanggupanya itu tidak di barengi dengan uang maka ke sanggupannya itu menjadi hutang.
Zina
Usul 6 / B: 7: Bagaimanakah cara melakukan taubat yang telah terlanjur melakukan perzinahan, baik zina muhsan , atau bukan muhsan di suatu negara yang bukan negara islam seperti halnya negara Indonesia ,pilipina dan sebagainya , apakah tidak cukup dengan melakukan rukun taubat yang tiga itu serta memohon ampunan dari Allah SWT?
Zina adalah termasuk sebesar-besar dosa dan barang siapa yang telah melakukan dosa besar tersebut seharusnya ia menutupi dirinya, bahkan kalau ia telah terlanjur ber iqrar di muka hakim , maka sunnat ia ruju’ dari pada iqrarnya, hal seperti ini dapat di amabil dari hal seorang sahabat yang melaporkan dirinya kepada rasulullah SAW. Bahwa ia telah berzina,lalu menyindirnya agar dia ruju’ pada iqrarnya dengan sabdanya yang artinya: Barangkali engkau memeluknya saja atau bersentuhan saja , namun orang tadi tetap tidak mau ruju’ dari aqrarnya , akhirnya Nabi memerintahkan untuk di rejam, dengan demikian kita dapat mengerti bahwa wajib menutupi diri kita , dan baru ia wajib taubat sebenar taubat dan terserah kepada tuhan:
ان شا ء عفا وان شاء عذ به
Tapi besar harapan tuhan mengampuninya karena Allah maha pengampun.
Homo seksual
Usul 9 / B : 12: Apakah hukum seseorang laki-laki mnjalankan syahwat kepada sesama laki-lakinya, entah mungkin karana nafsunya nafsu perempuan , sehingga kalau di bicarakan masalah wanita di hadapanya dia marah. Cara menjalankan syahwat adalah sama halnya dengan istri terhadap seuaminya. Yang kami tanyakan bisakah termasuk dosa besar hal tersebut di atas ?
Jawab : Laki-laki dengan laki-laki ( seperti di dalam usul tersebut di atas ) di dalam bahasa Arabnya Di sebut “ Liwath “ .dan Perempuan sesama perempuan di sebut “ Sihaq “ dan kesemuanya itu adalah perbuatan kaum Nabi Luth yang di ceritakan di dalam Al- Qur’an dengan Azab , Negerinya di angkat keangkasa kemudian di balikkan dan di lontari dengan batu , perbuatan itu adalah sebesar-besar dosa , maka dari ibnu Abbas R.A. orang yang memperbuat perbuatan tersebut harus di jatuhkan dari tempat yang tinggi , kemudian di lontar dengan batu sampai mati , dan sabda Nabi SAW. Sebagai berikut :
من فعل فعل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول ( البواقيت والجواهير في بيان عقوبة اهل الكبائر )
Dan alasan di dalam usul tersebut tidak ada artinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar