Keafdalan tempat sembahyang jum’at
Usul 3/B:36
Pada kaset ceramah Agama Islam oleh Drs. Dahlan AS kasub Dir .pin Departemen Agama Jakarta telah menjelaskan bahwa sembahyang sunnat jum’at lebih baik dirumah dari pada Masjid bagaimanakah sebenarnya hal tersebut
Jawab :
Penjelasan tersebut ialah benar dan dikerjakan di Masjid adalah boleh tetapi yang lebih bagus supaya dikerjakan di rumah hal ini diterangkan oleh sebuah hadits yang tercantum dalam kitab “ Umdatul Qori’ “ Syarah Saheh Bukhari Halaman 248 Jili 5 – 6
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي قبل الظهر ركعتين وبعدها ركعتين وبعد المغرب ركعتين وكان لا يصلي تعد الجمعة حتى ينصرف فيصلي ركعتين , وقوله " حتى ينصرف " أي إلى البيت فيصلي ومما يستفاد منه أن صلاة النوافل في البيت أولى
Imam meninggalkan pekerjaan
Fardhu dalam sembahyang
Usul 4/B:36
Seorang Imam meninggalkan pekerjaan yang wajib fardhu di dalam sembahyangnnya , kemudian ia tidak kembali atau tidak mengerjakan apa yang ditinggalkannya itu maka bagi makmumnya apakah ia mufaraqah / pisah dengan Imam atau tidak ?
Jawab :
Bila seseorang Imam meninggalkan fardhu di dalam sembahyangnya seperti ia duduk pada tempat yang wajib padanya ia berdiri atau sebaliknya maka wajib diperingati dengan ucapan “ Subahanallah “ dan kalau tidak mau diperingati wajib ia mufarakah hal ini diterangkan pada kitab “ Majmu’ “ Halaman : 240 Jilid 4 Sebagai berikut :
إذا ترك الإمام فعلا فإن كان فرضا بأن قعد في موضع القيام أو عكسه ولم يرجع لم يجز للمأموم متابعته في تركه لما ذكره المصنف سواء تركه عمدا فقد بطلت صلاته وإن تركه سهوا ففعله غير محسوب بل يفارقه ويتم منفردا
Masalah Khutbah Jum’at
Usul 5/B:36
Mohon penjelasan pada masalah Khutbah Jum’at sebagai berikut :
1. Bolehkah dibaca dengan duduk ?
2. Sahkah dibaca oleh orang yang menanggung Hadats ?
Jawab :
Membaca khutbah dengan secara duduk adalah tidak sah bagi orang yang kuasa berdiri sebab Rasulallah SAW senentiasa melakukannya dengan berdiri sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang berbunyi :
إنه صلى الله عليه وسلم كان يخطب خطبتين قائما يجلس بينها
Kemudian menurut keterangan dari ibarat kitab “ Majmu’ “ Halaman : 545 Jilid : 4 menerangkan sebagai berikut ;
قال الشافعي والأصحاب : يشترط لصحة الخطبتين القيام فيها مع القدرة والجلوس بينهما مع القدرة فإن عجز عن القيام استحب أن يستخلف فإن خطب قائدا أو مطجعا للعجز جاز بلا خلاف كالصلاة
Ibarat tersebut di atas menjelaskan sebagai berikut :
1. Membaca Khutbah harus dengan berdiri
2. Kalau tidak bisa berdiri ( Lemah ) sunnat diganti
3. Boleh membaca Khutbah dengan secara duduk bagi orang yang lemah dan tidak ada yang menggantinya.
Adapun bagi orang yang berhadats tidak sah membacanya karena suci dari hadas termasuk sebagian dari syarat sah khutbah sebagaimana disebutkan dalam kitab “ Majmu’ 522 Jilid 4 sebagai berikut :
(فرع ) شروط الخطبة سبعة وقت الظهر وتقديمها على الصلاة والجلوس بينهما وطهارة الحدث والنجس وسترة العورة
Sholat dengan tanpa kain
Usul 3/B:31
Di kampung kami ada seorang anak laki –laki yang sudah balig dari sejak kecilnya tidak pernah memakai pakaian sehingga dewasa karena kalau menyentuh kain badannya menjadi panas dan ia takut menyentuh kain, mohon penjelsan tentang hal tersebut ?
Jawab :
Salah satu dari beberapa keawajiaban yang dibebankan kepada para wali adalah banyak antara lain :
Wajib bagi si wali menyuruh anaknya sembahyang setelah berumur 7 tahun dan anak yang yang berumur 10 tahun wajib ia memukulnya bila anak tersebut meninggalkan sembahyang atau syarat-syarat sembahyang dan wajib si wali memberi pakaian untuk menutup auratnya
Sembahyang di belakang Imam yang mengandung hadats
Usul 3/B;36
Bagaimanakah hukum sembahyang di belakang Imam yang menanggung hadas atau pada badannya atau pakaiannya , sedangkan si makmum tidak mengetahuinya, mohon penjelasan ?
Jawab :
Orang yang sembahyang di belakang Imam yang menanggung hadas atau padanya ( pakaiannya ) terdapat Na’jis di dalam hal ini dibagai menjadi 3 bagian :
1. Apabila si makmum mengetahui sebelumnya , bahwa imamnya menanggung hadas atau pada badannya terdapat na’jis maka sembahyangnya si makmum tidak sah.
2. Kalau si Mamum mengetahuinya di tengah-tengah sembahyannya wajib ia berniat Mufarakah ( pisah ) dan menyempurnakan Sembahyangnya
3. Kalau si makmum tidak mengetahinya dan ia tahu setelah selesai sembahyang maka sembahyangnya si makmum sah dan dapatlah pahala jama’ah, kemudian ia ( Imam ) mengulangi sembahyangnya tersebut
لايصح الإقتداء بالمحدث إذا علم المأموم به إبتداء , فإن علم بذالك في إثناء الصلاة وجبت عليه نية الفارقة وأتم صلاته وصحت , وكفاه ذالك , وإن علم المأموم بحدث إمامه بعد فراغ الصلاة فصلاته صحيحة وله ثواب الجماعة , أما صلاة الإمام فباطلة في جميع الأحوال لفقد الطهارة التي هي شرط للصلاة ويجب عليه إعادتها ( الفقه على المذاهب الاربعة )
Sholat Asar dengan niat menghormati waktu
Usul 6/B:08/09/91
Seorang wanita yang putus dari pada haidh di akhir waktu Asar sehingga kalau ia akan mandi pada saat itu habislah waktu Asar, dalam hal ini bolehkah dia sholat Asar dalam hal ini bolehkah dia sholat Asar untuk mengormati waktu sebelum ia mandi ? Mohon penjelasan !
Jawab :
Ketehuilah bahwa Sholat untuk menghormati waktu itu hanya dibolehkan bagi orang yang kehilangan dua alat suci yakni ketiadaan air yang yang akan dipakai wudhu’ dan ketiadaan tanah untuk tayammum mengganti wudhu’ seperti orang yang diatas pesawat terbang atau orang yang di penjara di suatu tempat yang tidak ada air dan tidak ada tanah, inilah orang yang dinamakan kehilangan dua alat penyuci ( Paqidu Tahurain ) Yang wajib sembahyang untuk menghormati waktu , tetapi wajib diqadha’ sholat tersebut apabila dia mendapat air atau mendapat tanah di tempat yang biasa tidak ada air padanya.
Adapun orang yang tersebut di dalam usul diatas wajib ia mandi kemudian mengqadha’ Asar dan Zohor.
Melakukan gerakan yang berbeda dengan Imam
Usul 7/B:08/09/91
Bagaimanakah hukum sembahyang seseorang makmum yang dengan sengaja mendahului gerakan – gerakan Imam dan dengan sengaja tidak mengikuti Imam pada gerakan-gerakan sunnat seperti mengangkat tangan ketika membaca takbir intiqal untuk ruku’ dan sebagainya, dan bagaimana pula hukum sholatnya makmum yang melakukan gerakan sunnat yang tidak dilakukan oleh Imam , mohon penjelasan
Jawab :
Bahwa makmum yang mendahului Imam pada segala rukun-rukun sembahyang dengan sengaja ( seperti mendahului Imam ruku’ , mendahului Imam I’tidal , mendahului Imam sujud dan sebagainya ) hukumnya adalah haram sekalipun tidak batal sembahyangnya. Adapun makmum yang mendahului Imam pada pekerjaan – pekerjaan sunnat ada dua bagian :
1. Tidak Fakhsul Mukhalafah ( perbedaan yang jelek ) seperti Imam mengangkat tangan pada takbir intiqal si makmum tidak, atau sebaliknya atau seperti Imam duduk istirahat, si makmum tidak maka pada bagian pertama ini tidak mengapa makmum menyalahi ( berbeda ) Imam
2. Fakhsul Mukhalafah ( Perbedaan yang jelek ) seperti Imam duduk tasyahud awal si makmum langsung berdiri, atau Imam tidak duduk tasyahud awal sedangkan makmum tidak langsung berdiri ( duduk tasyahuud ) pada bagian yang kedua ini wajib si makmum mengikuti Imam kalau dia tidak berniat mufaraqah. Sekianlah jawaban so’al ketujuh ini
Makmum memakai kain yang Na’jis
Usul 2/B:45
Ada dua orang yang mengerjakan semabahyang dengan berjama’ah setelah keduanya telah selesai dari sembahyangnnya kemudian ternyata dikain makmum terdapat Na’jis , yang saya tanyakan sahkah semabahyang jama’ah mereka itu ?
Jawab :
Semagahang Imamnya adalah sah dan sebaliknya sembahyang makmum tidak sah karena tidak ada thaharah dan wajib atasnya mengulangi sembahyangnya tersebut . kemudian mengenai jama’ah adalah tidak sah dengan arti tidak mendapat pahala jama’ah disebabkan karena tidak ada ikatan antara semabahyangnya Imam dengan orang yang jadi makmum. Sedangkan arti jama’ah adalah : berjama’ah adalah iakatan sembahayang Imam dengan makmum dan ikatan sembahyang makmum dengan Imam
Menyempurnakan bacaan Al-fatihah pada waktu ruku’
Usul 2. /B: 5/06/88
Sahkah sembahyang seseorang bila ia meyempurnakan bacaan fatihahnya atau mengakhirinya ketika ia condrong/turun ruku’ ?
Jawab :
Membaca Fatihah adalah sebagai rukun sembahyang tiap-tiap rakaat yang wajib dibaca dengan sempurna pada ketika sedang berdiri betul dan apabila bacaan fatihah tersebut disempurnakan / diakhiri ketika conrong ruku’ maka sembahyangnya batal/ tidak sah
Hal tersebut dijelaskan pada mazahibul Arbaah dengan ittifaq tiga Mazhab sebagai berikut :
إما إتمام قرائة الفاتحة حال الركوع فمبطل للصلاة حيث كانت قراءة الفاتحة فرضا, وهذا متفق عليه إلا عند الحنفي
Imam Kentut
Usul.3/B:13/01/91
Ada seorang Imam dia kentut di dalam sembahyangnya dan sembahyangnya tersebut dilangsungkannya hingga selesai, kemudian setelah salam Imam itu memberitahukan makmumnya bahwa dirinya sudah kentut dan ia menyuruh makmumnya mengulangi sembahyangnya. Yang saya tanyakan apakah hukum sembahyang Imam dan makmum tersebut ? mohon penjelasan ..
Jawab :
Jawaban usul saudara sebagai berikut :
Ada empat macam Imam yang sah kita ikuti menjadi Imam kalau kita tidak mengetahui halnya di antaranya :
• Imam yang berhadas kecil atau berhadas besar pada sembahyang berjama’ah yang lain dari jama’ Jum’at. Adapun pula pada jama’ah jum’at ada tafsil kalau Jama’ah Jum’at itu lebih dari 40 orang dan imamnya ( berhadas kecil atau berhadas besar ) maka jama’ah dan jum’at tersebut sah.
• Sebaliknya kalau jama’ah jum’at itu cukup 40 orang dengan Imam yang berhadas itu, maka jama’ah dan jum’atnya tidak sah karena tidak ada sifat kesempurnaan yang dipandang perlu pada sah jum’at, karena mukim jum’atnya menjadi kurang dari 40 orang, dan wajib diulangi jum’atnya dan khotbahnya kalau masih ada waktu zohor, dan wajib semuanya mengulangi dengan zohor kalau waktu telah habis.
Jawaban tersebut kami Nuqil dari Kitab “ Tuhfatu Tullab “ karangan Syekh Islam Zakariya Al-Ansariy” pada Halaman 28/29 dan ibarat kitab tersebut sebagai berikut :
من لا تصح إمامته مع العلم بحاله وهو المحدث حدثا اصفرا أو كبيرا ولا تصح إمامته في الجمعة إن تم العدد به لانتفاء صفة الكمال المعتبرة في صحتها وتصح في غيرها وفيها إن تم العدد بدونه
Artinya :
Orang yang tidak sah menjadi Imam serta diketahui kelakuannya yaitu orang yang berhadas kecil atau besar dan tidak sah menjadi Imam pada sholat jum’at jika ia mencukupi bilangan jum’at itu 40 orang dengan dia, karena tidak ada sifat kesempurnaan yang dapat dipandang pada sahnya jum’at, dan sah imamahnya pada sholat yang bukan jum’at atau pada sholat jum’at bila bilangannya itu bukan di cukupkan dengan dia, dan Imam ini tidak menanggung fatihah atau setengah fatihah si masbuq, karena pada hakikatnya bukan Imam, dan si masbuk itu wajib mengulangi sembahyangnya karena rukun sembahyangnya kurang.
Hukum Sholat orang yang menyambung
Al-Fatihahnya ketika condrong ruku’
Usul 2 / B : 5/06/88
Sahkah sembahyang seorang bila ia menyempurnakan bacaan Fatihahnya atau mengakhirinya ketika ia condrong / turun Ruku’ ?
Jawab :
Membaca Fatihah adalah sebagai rukun semabahyang tiap – tiap rakaat yang dibaca dengan sempurna pada ketika sedang berdiri betul dan apabila bacaan Fatihah tersebut disempurnakan / diakhiri ketika condrong ruku’ maka sembahyangnya batal/ tidak sah
Hal tersebut dijelaskan pada kitab “ Mazahibul Arba’ah “ dengan ittifak tiga Mazahab :
اما اتمام قر اءة الفاتحة حال الركوع فمبطل للصلا ة حيث كانت قر اءة الفاتحة فرضا , وهذا متفق عليه الا عند الحنفية
Mengerjakan Sholat Jenazah tanpa Wudhu’
Usul 3/B:08/09/91
Mohon penjelasan tentang fatwa Imam Ramli yang tertulis di dalam “ Khamis Wal Kubra “ karangan Syekh Ibnu Hajar Al- Haetami “ di dalam Iabarat tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Sholat jenazah itu adalah Do’a, yang saya tanyakan bolehkah Sholat Jenazah itu dikerjakan dengan tanpa whudhu’ kalau dimaksud dengan Do’a ?
Jawab :
Pengusul yang budiman , yang dimaksudkan dengan sholat jenazah itu yaitu do’a melalui sholat karena do’a melalui sholat lebih dekat kepada dikabulkan Tuhan, Dan ketahuilah bahwa semua macam sholat baik sholat fardhu ‘ain atau fardhu Kifayah atau Sholat sunnat atau pekerjaan yang seperti hukum sholat seperti sujud syukur atau sujud tilawah semuannya disyaratkan suci dari pada hadats kecil dan hadats besar , perhatikanlah kalimat sholat itu.
Hukum Sholat Jenazah yang belum dimandikan dan dikapankan
Membongkar & memindahkan Mayit
Usul: 7/ B; 39 :
Sahkah Sholat jenazah atas Mayyit yang belum dimandikan dan atas mayyit yang belum di kapankan, kemudian bagaimanakah hukum membungkar kubur karena darurat seperti ada barang yang berharga ikut tertanam dan bagaimana pula hukum memindahkan kubur ketempat lain seperti pemerintah mau membangun perumahan/ bendungan dan lain sebagainya ?
Jawab :
Sholat jenazah atas mayit yang belum dimandikan adalah tidak sah dan sholat jenazah atas mayit yang belum dikapankan hukumnya makruh dengan dasar Ibarat yang tercantum dibawah ini :
ويشترط لصحة الصلاة تقدم غسله بشرط أذ هو المنقول عنه صلى الله عليه وسلم : ولأن الصلاة عليه بمنزلة صلاته وتكره الصلاة عليه قبل تكفينه ولاينافي ما مر في كونه بمنزلة المصلى لأن باب التكفين أوسع من الغسل بدليل أن من دفن بلا غسل نبش قبره ليغسل بخلاف من دفن بلا تكفين وأن من صلى عليه بلا طهر لعجزه عما يطهربه بلزمه الإعادة
Kemudian membongkar kubur hukumnya haram kecuali dengan sebab darurat seperti ada sesuatu barang yang ikut tertanam padanya, bahkan kalau pemiliknya tersebut tidak redha ditinggalkan ( dalam kubur ) maka wajib dibungkar , hal ini diterangkan pada Jamal Manhaj Halaman : 211 jilid 2 sebagai berikut :
وحرم نبشه بعد دفنه إلا لضرورة كدفن بلا طهر أو توجيه أو في مغصوب من أرض أو ثوب ووجد ما يدفن أو يكفن فيه الميت فيجب نبشه وأن تغير ليرد كل لصاحبه مالم يرض ببقائه أن وقع فيه مال خاتم أو غيره فيجب نبسه وأن تغير لأخذه سواء طالبه مالكه أم لا
Adapun memindah kubur menurut usul di atas tidak boleh, namun hal tersebut dilakukan terserah atasnya.
Hukum sembahyang banci
Usul 1/B:36
Bagaimanakah hukum sembahyang orang mengikuti ( imamnya ) yang banci ( Hunsa Muskil ) sebelum dimulai orang tersebut Jenis kelaminnya laki tapi saat menjelang rakaat kedua atau terakhir berubahlah alatnya menjadi Wanita . mohon penjelasan ?
Jawab :
Semabahyang orang banci ( Hunsa Muskil ) Lima macam :
1. Tidak sah menjadi Imam dan makmumnya orang laki karena muhtamil dia perempuan
2. Tidak sah menjadi Imam , makmumnya orang banci karena muhtamil dia Perempuan dan makmumnya dia laki-laki
3. Sah menjadi makmum kalau imamnya orang laki-laki
4. Sah sembahyang sendirian
Cara menentukan waktu Sholat
Usul 7/B;36
Bagaimanakah cara mengukur tanda masuk waktu ketika Matahari berada di Buruj Selatan atau utara ? Mohon penjelasan ?
Jawab :
Cara mengukur tandanya masuk waktu adalah sebagai berikut :
1. Zohor : yaitu mulai dari sejak Gelincirnya Matahari dan kapan saja ia miring dari pertengahan langit saat itu mulai masuknya waktu zohor, itu ambillah sebatang kayu yang lurus dan tanamlah pada bumi yang rata disaat Matahari mulai naik, kayu tersebut akan mempunyai zil ( bayangan ) dan Zil itu akan berkurang sedikit demi sedikit, kemudian bila zil tersebut berhenti saat itu adalah waktu Istiwa’ dan bila Zil itu lewat ke timur menandakan waktu zohor.
2. Asar : yaitu mulai dari sejak lebihnya oleh bayangan sesuatu dari seumpamanya dengan tidak dihitung zil yang ada atau terdapat pada waktu Istiawa’ dan berakhir sampai tenggelam Matahari.
3. Magrib: Waktunya mulai dari terbenam sekalian bundaran Matahari sampai hilang Syafaqul Ahmar ( Mega-mega Merah ), Menurut pendapat Qaul jadid mengatakan bahwa awal waktu Magrib yaitu apabila Matahari telah terbenam dan berakhir sampai dengan dapat kita mengerjakan hal-hal sebagai berikut :
1. Dapat bersuci ( berwudhu’ )
2. Memperbaiki Pakaian
3. Azan dan Iqamah secara sederhana
4. Dapat mengerjakan sembahyang sebanyak lima rakaat , demikian kadar ukuran batas waktu Magrib menurut qaul jadid,
Adapun Qaul Qadim Mengatakan : Bahwa waktu Magrib itu berakhir sampai dengan hilangnya Syafaqul Ahmar diatas Ufuk sebelah barat dan pendapat Qadim inilah yang dikuatkan oleh semua Ulama’-Ulama’ Syafi’i.
4. Waktu Isya’ : yaitu mulai dari sejak hilangnya Syafaqul Ahmar hingga terbit Fajar
5. Waktu Subuh : waktunya mulai dari terbitnya Fajar Shadik sampai terbit Matahari,
Adapun yang dinamakan Terbit Fajar Shadik itu Cahaya Sinar Matahari yang etrsebar naik kelangit dan meratakan Ufuk diatas sebelah timur.
Kemudian Fajar Kazib yaitu : Sinar yang memutih dilangit sebelah timur yang diiringi gelap.
Do’a qunut
Usul 2/B:5-5-1991
Dalam Masalah do’a qunut yaitu pada waktu membaca ( فإنك تقضي ولا يقضي عليك ) apakah diwajibkan kita sir ,mohon penjelasan ?
Jawab :
Masalah qunut pada rakaat terakhir dari sembahyang subuh sebagaimana maklum pada kita sekalian hukumnya adalah sunnat Ab’ad dengan arti kalau ditinggalkan baik dengan lupa dengan sengaja sunnat ditempel dengan dengan Sujud sebelum salam atau sesudah salam kalau lupa, menempelnya sesudah salam dengan catetan tidak lama fasal ( Jarak pemisah ) antara salamnya dengan sujudnya kemudian diulangi salamnya dan orang yang membaca qunut tersebut kalau dia sembahyang sendirian harus dengan memakai Damir Mutakallim Wahdah seperti katanya :
اللهم اهدني فيمن هاديت وعافمي فيمن عافيت
Dan begitulah seterusnya , dan kalau dia jadi Imam harus memakai Damir Mutakallim Ma’algair seperti katanya :
اللهم اهدنا فيمن هاديت وعافنا فيمن عافيت
Dan seterusnya.
Dan si Imam itu harus jahar ( Nyaring ) supaya si makmumnya mendengar kunutnya agar makmumnya membaca Amin sambil keduanya menadahkan telapak tangan ke langit
Adapun waktu membaca tsana’ yaitu :
Dan wakttu Imam membaca Tsana’
فإنك تقضي ولا يقضي عليك وإنه لايذل من وليت ولا يعز من عاديت تبارت ربنا وتعاليت فلك الحمد على ماقضيت واستغفرك اللهم وأتوب إليك
itu tidak sunnat makmum membaca Amin akan tetapi sunnat mengikuti Imam membacanya dengan sir baik bagi makmum atau Imam
Adapun waktu membaca ;
اللهم اكشف عنا من البلاء والوباء والفحشاء مالا يكشفه غيرك واصرف عنا من البلاء والوباء والفحشاء مالا يصرف غيرك وادفع عنا من البلاء و الوباء والفحشاء ومالا يدفعه غيرك
Kembali si makmum itu membaca Amin sambil keduannya mengangkat dua telapak tangan dengan membalikkan kedua telapak tangan kebawah ( karena begitulah adab do’a kalau memohon sesuatu dari tuhan hendaklah ditadahkan telapak tangan ke langit dan kalau meminta dihindari /dijauhkan bahaya dibalikkan telapak tangan ke bawah baik di dalam qunut sembahyang atau di luar sembahyang karena mengikuti riwayat Imam Muslim )
Kemudian waktu Imam membaca shelawat pada akhhir qunutnya keduannya menadahkan kembali kedua telapak tangannya ke langit dan Makmum membaca Amin
Membaca Qunut pada sholat Idh
Usul 3/B; 42
Di Desa kami ada seseorang Imam yang membaca Qunut pada sholat idh tetapi lupa membacanya di tempat semestinya kemudian setelah sujud ia bangun membaca qunut tersebut, yang saya tanyakan : sahkah sembahyang hari raya orang tersebut ?
Jawab :
Qunut ialah tiap-tiap perkataan yang mengandung Fuji-fujian dan Do’a, Menurut Mazhab Syafi’i bahwa membaca do’a qunut terseut disunnatkan pada beberapa tempat di antaranya sebagai berikut :
1. Ketika I’tidal pada rakaat Kedua pada sholat subuh
2. Pada rakaat terakhir dari sholat Witir di Bulan Ramadhan yaitu Nisfu /Setengah yang kedua dari bulan Ramadhan
3. Dirakaat terakhir pada sholat witir yang dikerjakan setiap malam
4. Disebut dengan Qunut Nazilah yaitu dibaca pada saat turun Bala’ umum , di saat itu disunnatkan membacanya pada I’tidal rakaat yang terakhir di dalam sembahyang yang lima waktu sehari semalam.
Adapun yang lain dari sembahyang tersebut tidak disunnatkan qunut. Kemudian terhadap usul di atas sembahyang orang tersebut menjadi batal. sedangkan pada sholat subuh saja kalau bangun dari sujud kemudian membaca doa qunut sembahyangnya menjadi batal karena telah masuk dalam pekerjaan Fardhu, oleh sebab itu maka haram ia bangun kembali untuk mengerjakan sunnat.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa sholat Imam tersebut adalah batal begitu pula sholat orang yang menjadi makmum kalau ia mengikutinya.
Membaca Alaihimas Salam dalam Sholat
Usul : 4/B; 42;
Bagaimanakah hukum orang yang menjadi makmum membaca Alaihimussalam di dalam sembahyang pada ketika Imam memabaca surat Al-A’la kemudian sampai pada ayat si makmum membaca do’a tersebut. di dalam hal ini apakah memang dianjurkan mohon penjelasan
Jawab :
Sebahagian dari perbuatan yang membatalkan sembahyang adalah mengeluarkan kata-kata dengan tanpa ada Qasad Tilawah atau zikir seperti memperingati Imam dikala sedang lupa pada suatu pekerjaan di dalam sembahyang. Demikian pula kata-kata yang mengandung do’a kepada orang lain seperti menjawab salam atau menjawab orang yang bersin ( العاطس ) kalau memakai dhamir mukhatab dan disertai kasad tilawah atau zikir sembahyangnya menjadi batal dengan dasar ibarat kitab “ Majmu’ “ pada Halaman 84 jilid 4 sebagai berikut :
والصحيح المشهور البطلان وهو الذي نص عليه الشافعي رحمه الله في كتبه فلورد السلام أو شمت العاطس بغير لفظ خطاب فقال عليه السلام إو يرحمه الله لم تبطل صلاته باتفاق الأصحاب لأنه دعاء مخض
Adapun seperti do’a yang dimaksudkan oleh penanya tidak memabatalkan sembahyang dan kita tidak dituntut untuk memabacanya dalam sembahyang tersebut.
Sholat Jenazah berulang-ualng
Usul 4/B:7 /07/91
Boleh Sholat Jenazah berulang-ualng pada satu jenazah ?
Jawab :
Jawaban usul ke empat ini ada dua karena mengandungi dua kemungkinan :
1. Kalau sholat Jenazah itu berulang-ulang, rombongan pertama lain, rombongan kedua lain , rombongan ketiga lain dan seterusnya, kalau begini maksudnya si penanya maka tidak ada syak pada harusnya( bolehnya ) sebagaimana yang biasa dipakai di daerah kita ini.
2. Adapun jikalau maksudnya berulang-ulang sholat Jenazah bagi seorang seperti dia ikut ronbungan kedua dan seterusnya, maka menurut fatwa Imam Ramli yang tertulis di khamis fatwa Al-Kubra karangan Syekh Ibnu Hajar Al- Haitami ia mengatakan boleh karena yang dimaksudkan dengan sholat Jenazah adalah Do’a.
Sholat Id yang berualang-Ulang samapai dua kali
Usul 1/B:42 :
Mohon penjelasan tentang sholat Idh bolehkah dikerjakan dua kali dengan catatan di rumah ia menjadi Imam pada Jama’ah wanita, kemudian di Masjid ia menjadi Imam pada jama’ah laki.
Jawab :
Mengulangi sembahyang hukmnya sunnat baik sembahyang yang pertama itu dikerjakan dengan munfarid atau berjamaah asalkan sembahyang yang diulangi tersebut bukan termasuk sholat jenazah.
Pada masalah tersebut diatas Mazhab Syafi’i telah mengungkapkan didalam kitab Mazahibul Arba’ah Halaman 434 jilid : I sebagai berikut :
تسن إعادة الصلاة في الوقت مطلقا سواء صلى الأولى منفردا أو بجماعة بشرط : أن تكون الصلا ة الثانية كلها في جماعة و أن يبنوي إعادة الصلاة الفروضة وأن تقع الثانية في الوقت ولو ركعة فيه على الراجح وأن يعيدها الإمام مع من يرى جواز إعادتها أو ندبها وأن تكون الأولى مكتوبة أو نفلا تسن الجماعة وأن تعاد مرة واحدة على الراجح وأن تكون غير صلاة النازة وأن تكون الثانية صحيحة وأن لم تغن عن القضاء وإنلا ينفرد وقت الإحرام بالصلاة الثانية عن الصف مع إمكان دخول فيه فإن انفرد فلا تصح الإعادة , أما إذا انفرد بعد إحرامه فإنها تصح و إن تكون الصلاة الثانية من قيام لقادر وأن تكون الجماعة مطلوبة في حق من يعيدها فإن كان عاريا فلا يعيدها في غير ظلام, فإن فقد شروط من هذه الشروط لم تصح الإعادة
Sholat Idh dengan berualang membaca takbir
Usul 2/B: 42:
Bagaimanakah hukum sholat Idh kalau kita lupa membaca takbir dan tasbihnya pada rakaat yang kedua ? mohon poenjelasan ?
Jawab :
Membaca takbir yakni ( الله أكبر ) dan tasbih di dalam sholat Idh hukumnya sunnat dan bagi orang yang luput membacanya maka terhadap sholatnya tetap sah dengan dasar ibarat Kitab Majmu’ Halaman 18 Jilid 5 yang berbunyi :
لو نسي تكبيرات الزائدة في صلاة العيد في ركعة فتركوهن في الركوع أو بعده مضي في صلاته ولا يكبرهن ولا يقضيهن فإن عاد غلى القيام ليكبرهن بطلت صلاته إن كان عالما بتحريمه وإلا فلا ولو تذكرهن قبل الركوع , أما في القراءة أو إما بعدها فقولان : الصحيح الجديد إنه لا يأتي بهن لفوات محلهن وهو قبل القراءة , والقديم يأتي بهن سواء ذكرهن في القراءة أو بعدها ما لم يركع وعنجه أن محلها القيام وهو باق فعلى القديم لو تذكر في أثناء الفاتحة قطعها وكبر هن و يستحب استثناف الفاتحة وفيه وجه شاذ حكاه الرفعي أنه يجب استسناف الفاتحة والصواب الأول
Adapun Ibarat dari Kitab “ Jamal manhaj “ Halaman 96 Juzu’ II menjelaskan kalau membaca Takbir setelah kembali dari Ruku’ sembahyangnya adalah batal.
Sholat Idd berulang-ulang
Usul 5/B:7 /07/91
Bolehkah Sholat hari Raya Id berulang-ulang samapai dua atau tiga kali
Jawab :
Ketahuilah bahwa sholat id itu tidak ada perintah untuk mengulangnya, kalau sholat yang pertama itu sudah sah .
Dan Sholat itu memang disuruh untuk memperbanyaknyaknya dengan mengerjakan sholat Mutlaq baik siang atau malam hari asal saja pada bukan waktu karahah , kalau lain dari kota makkah Al- Mukarramah , kecuali seorang sholat sendiri kemudian ada orang dirikan jama’ah supaya dia mendapat fadilah jama’ah , atau seorang datang sendirian dan jama’ah sudah selesai maka sunnat bagi salah seorang dari pada yang sudah berjamaah itu membantu orang yang datang terlambat itu baik mengimaminya atau memakmuminya, begitu pula hukum sholat id.
Adapun mengulangi sholat id bagi seseorang sekali atau dua kali atau lebih maka hal itu tidak pernah disuruh oleh Nabi atau tidak pernah dikerjakan oleh shabat-sahabat Nabi dengan demikian hukum mengulanginya adalah Bid’ah
Setiap Bid’ah itu Dalalah ( Sesat ) dan setiap Dalalah itu di Neraka
Khatib berbicara setelah salam pembuka
Usul 5/B:15
Ada seorang Khatib baru saja ia mengucap salam , maka ia berkata “ Semua yang diluar Masuk “ dan dengar khotbah !!! begitu kata khatib. Maka seorang guru tidak mengesahkan Khotbah tersebut karena ia berkata-kata sebelum waktunya. Mohon penjelsan ?
Jawab :
Telah maklum pada semua orang , bahwa rukun khotbah adalah lima yaitu :
1. Msungucap hamdalah
2. Selawat atas Nabi
3. Wasiat dengan Taqwa
4. Membaca Ayat Al-Qur’an pada salah satu dari kedua khotbahnya
5. Dan Membaca do’a bagi mu’minin dan mu’minat pada khotbah yang kedua
Adapun membaca Salam si khotib kepada hadirin itu hanya sunnat belaka, dengan demikian mengandung pengertian bahwa khotbah si khatib tersebuit adalah sah, bahkan berbicara sedikit pada uruf ditengah-tengah khotbah tidak memutuskan mualat, antara rukun-rukun khotbah dengan dalil sebagai berikut :
“ pada suatu waktu nabi SAW sedang membaca khotbah dengan tiba-tiba datanglah cucunya yangmulia yaitu sayidina hasan RA lalu beliau turun dari mimbar memegang lengan cucunya sambil ia bersabda sebagai berikut :
إن لابني هذا لشأنا لعل الله يصلج به بين طائفتين من المسلمين
Hukum Sembahyang Hadiah Untuk Mayit
Usul 12 / B;
Mohon penjelasan bagaimana hukumnya sembahyang Hadiah untuk Mayit beserta dalilnya?
Jawab :
Mengenai sembahyang Hadiah yang di ajukan oleh pengusul itu, Yaitu satu bulan lebih saya mencari masalah sembahyang tersebut, yaitu dari kitab – kitab fiqih Mu’tabar seperti “ Iqna’ , I’anah, Bajuri, Tahrir, dan Ihya’ Ulumuddin “ juga dari kitab Kitab Hadis yang saheh seperti ‘ Abu daud Muslim dan Bukhari “ dan di semua kitab – kitab tersebut tidak ada kami jumpai. Kecuali tempat kami jumpai di Khsyiah kitab sittin dia nukil dari kitab “ Nasbatul Najalis “ di sebut beberapa kelebihan yang sangat banyak dan amat besar, terutama di kerjakan ketika baru-baru di kuburkan Mayit.
فر االمنى هد اني الله و ايا كم
Bahwa kitab “ Nuzhatul Majalis “ itu adalah sebuiah kitab yang di larang oleh guru-guru kami Ulama’- Ulama’ Makkah Al – Mukarramah, beliu berkata : Janganlah Membaca dan membeli kitab “ Nuzhatul Majalis “ karena kebanyakan isinya adalah Hadis- hadis Maudhu’
Mendirikan Jum’at
Usul 8 B:42
Disuatu tempat ada yang mendirikan Jum’at sedangkan makmumnnya kurang dari 40 orang tetapi dengan adanya 3 buah dusun yang agak berdekatan maka dusun yang lain itu mencukupi 40 orang sehingga mereka mendirikan jum’at tetapi setelah beberapa waktu penduduk dusun yang datang berjum’at dari tempat lain itu melebihi mukimnya yang wajib jum’at serta telah mencukupi syarat-syarat , yang saya tanyakan apakah penduduk dusun tersebut boleh menderikan jum’at di dusunnya sendiri ataukah ia tetap pergi ke tempat permula’aan jum’at itu ?
Jawab :
Kalau tiga dusun itu berlainan pada uruf orang banyak maka tidak sah ahli tiga dusun tersebut menggabungkan diri untuk mendirikan jum’at, akan tetapi wajib mereka menuntut jum’at kepada tempat yang telah lengkap memenuhi syarat-syarat jum’at serta mendengar Azan.
Sebaliknya kalau salah satu dari dusun tersebut telah mencukupi ahlul kamalnya wajiblah ia mendirikan jum’at ditempatnya itu dan dusun yang lain yang tidak lengkap Ahlul kamalnya wajib menuntut jum’at pada dusun yang telah lengkap oleh ahlul kamalnya.
Iabarat kitab “ Majmu’ Jilid 4 Halaman : 487
أما إذا نقصوا عن أربعين ممن أهل الكمال فلهم حالان : ( أحدها ) أن لا يبلغهم النداء من قرية تقام فيها جمعة فلا جمعة عليهم حتى لو كانت قريتان أو قرى متقاربة يبلغ بعضها النداء من بعضها و كل واحدة ينقص أهلها عن أربعين لم تصح الجمعة باجتماعهم في بعضها بلا خلاف لأنهم غير متوطنين في محل الجمعة . ( الثاني ) أن يبلغهم النداء عن قرية أو بلدة تقام فيها الجمعة فيلزمهم الجمعة , قال الشافعي : المعتبر نداء رجل على الصوت يقف على طرف للبلد من الجانب الذي يلي تلك القرية ويؤذن والأصوات هادئة والرياح ساكنة فإذا سمع صوته من وقف في طرف تلك القرية الذي يلي بلد الجمعة وقد أصغى إليه ولم يكن في سمعه خلل ولا جاوز سمعه في الجودة عادة الناس وجبت الجمعة على كل من فيها و إلا فلا ( تكملة المجموع )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar