Syahadatul Khair
Usul 6 / B:34: Di dalam upacara pemakaman Jenazah seringkali di dengar para penta’ziah memohon kepada para hadirin untuk ikut serta menyaksikan bahwa jenazah almarhum si pulan umpamanya orang baik, yang meragukan saya misalnya saya yang ikut menghadiri pemakaman tersebut, namun saya tidak tahu apakah almarhum itu orangnya baik atau tidak . pertanyaan saya: Manakah lebih baik bagi saya diam atau ikut mengatakan baik ?
Jawab: Penyaksian terhadap mayit dengan kebaikan di namakan Syahadatul Khair, sebagimana hadits yang di riwayatkan oleh sayidina Anas R.A.:
عن انس رضي الله عنه قال مر وا بجنازة فاثنوا عليها خيرا فقال النبي صلم وجبت ثم مروا باخرى فاثنوا عليها شرا فقال النبي صلم و جبت فقال عمر بن الخطاب رضي الله عنه ما وجبت ؟ فقال هذا اثنيتم عليه خيرا فوجبت له الجنة و هذا اثنيتم عليه شرا فوجبت له النار انتم شهداء الله في الا رض ( مفق عليه )
Telah lalu oleh orang banyak dengan satu jenazah maka ia memuji dengan baik , kemudian nabi bersabda Wajabat dan setelah itu lewat lagi dengan satu jenezah yang lain, maka ia memuji dengan jahat, maka nabi bersabda “ Wajabat” , Kemudian saidina Umar bin khattab bertanya kepada rasulullah SAW apakah yang di maksudkan dengan “ Wajabat “? Rasulullah menjawab : ini jenajah yang pertama kamu katakan orang baik maka wajiblah atasnya sorga dan ini jenazah yang kedua yang kau katakan dia orang jahat maka wajiblah atasnya neraka, Kamu semua ( Sahabat ) adalah orang mu’min menjadi syaksi Allah SWT di muka Bumi.
Menurut hadits tersebut di atas, orang yang di katakana baik ia menjadi baik, dan orang yang dikatakana jahat ia menjadi jahat, Maksudnya adalah sebagai tanda apa yang ada pada hakikatnya / Nafsul Amri menurut galibnya, karana orang baik atau ahli fadli tidak mungkin mengatakan / memuji seseorang dengan kebaikan mlainkan dengan sebab orang yang di katakan / di syaksikan itu benar-benar orang baik, bukan di maksudkan orang yang di jadikan isi sorga ( berbuat baik ) akan menjadi isi neraka, begitu pula orang yang di jadikan isi neraka ( berbuat jahat ) akan menjadi isi surga dengan sebab perkataan / syahadah mereka. Dengan hadits tersebut para imam mengmbil pengertian, bahwa orang yang di lalui oleh jenazah ia di sunnatkan berdo’a dan memuji dengan baik kepadanya, jika jenazah itu benar-benar orang baik. Demikianlah penjelasan di dalam kitab dalilul falihin juzu’ 6 halaman 97
Kemudian kalau kita menyaksikan suatu yang belum kita ketahuwi maka penyaksyian itu tidak benar dan di namakan “ Syahadatuz Zur “ , Firman Allah : لا تقف ما ليس لك به علم Artinya : Jangan kamu ikuti sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya, oleh karana itu orang yang mengantar jenazah tidak ada salahnya menyaksikan terhadap orang yang baik kalau kita tilah mengetahui bahwa jenazah si pulan umpamanya oarng yang baik,, dan menyaksyikan terhadap jenazah yang belum kita ketahui apakah ia orang yang baik atau tidak kemudian penta’ziah mengatakan baik maka kita yang mendengar bukan menjadi syaksi , tapi mendengarkan orang yang menjadi syaksi.
Bersedeqah kepada Mayit
Usul 9/ B; 34: Bagaimanakah sebenarnya hokum : Nelung , Mitu’, Nyiwa’, dan Nyatus yang sudah menjadi kebiasaan di setiap kampung ? mohon penjelasannya.
Jawab : Marilah kita renungkan hadis di bawah ini yang berbunyi :
عن عا ئشة رضي الله عنها ان امي ا فتلتت نفسها وارا ها لو تكلمت تصدقت فهل لها اجر ان تصدقت عنها قال نعم ( متفق عليه )
Maksud hadis ini adalah ada salah seorang laki-laki telah bertanya kepada rasulullah SAW menayakan tentang pahala tasadduk (sedeqah )kepada ibunya yang telah meninggal dunia , bila ia akan mensedekahkan dari padanya, kemudian rasulullah menjawab ia, bagiannya ada pahala. Menurut hadis ini bahwa tasadduk itu adalah perbuatan yang baik sebagai suatu kebiasaan terhadap orang tua maupun kerabat, Ke –ihsanan itu baik ia lakukan di masa hidup maupun setelah mati, asalkan yang dia sedekahkan itu bukan hak milik anak yatim atau mahjur alaih. Berbuat baik terhadap orang tua atau kerabat , Allah nyatakan dalam Al- Qur’an :
و بالوالدين احسانا و ذالقربي ( البقر ة )
Selanjutnya menghadiri Da’wah pada upacara Kematian yang mempunyai acara seperti tasadduq ‘anil mayit , tahlilan , Zikir, Do’a di lain hari pertama maka yang demikian itu bukan termasuk bid’ah makruh atau yang termasuk Ibarat yang berbunyi :
وما اعتيد من جعل اهل الميت طعاما ليدعو الناس اليه بدعة مكروهة كاجا بتهم
Maksudnya ibarat ini adalah menghadiri panggilan keluarganya si mayit pada hari pertama setelah penguburan, kemudian mereka berkumpul untuk makan dan memberikan ta’ziah , hal ini di hokum Bid’ah Makruhah, di sebabkan pada hari pertama itu adalah hari yang penuh dengan duka cita oleh ahli yang di tinggalkan berdasarkan sebuah hadits yang berbunyi :
الصبر عند الصدمة الاولي
Dengan demikian di anjurkan kepada ahli yang di tinggalkan untuk bnyak-banyak bersabar pada hari tersebut.
Adapun menghadiri panggilan pada hari-hari berikutnya seperti hari ke- 3,7,9,40,100 dan satu tahun ( Haul ) Bukan untuk brkumpul makan dan menyebut-nyebut sifat kebaikan si mayit ( Niahah ) atau menyebut sifat keberanian dan kemegahan si mayit ( Tafakhur ) akan tetapi untuk mengadakan Tahlil , Zikir, dan Do’a kepada si Mayit , Maka terhadap keluarga yang mengadakan semacam itu termasuk dalam kalimat ( و ذي القربي ) atau ( ولد صالح يدعو له ) sebagai man tercantum dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim :
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسو ل الله صلم قال : اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له اي لانه من كسبه وقد تفضل الله تعالي بكتا بة مثل صواب سائر الحسنات التي يعملها الاولاد للوالدين دون اثام السيئات ويقا س الدعاء الصدقة عنه بالا ولي
Arti dari : ولد صالح يدعو له apakah ia berdo’a dengan sendiriaannya atau ia meminta do’a kepada orang lain dengan jalan da’wah / memanggil. Kemudian jamuan yang di berikan terhadap tamu-tamu tersebut termasuk pula tasadduq anil mayit dan sebagai tasyakkur dari ahli mayit kepada Allah SWT dennganm sebab kedatangan mereka yang telah memenuhi undanngan tersebut :
لا يشكر الله من لا يشكر الناس ( رواه ابو داود )
Kemudian bagi yang menerima Tasadduq itu apakah ia salah ? tentunya tidak , karana yang demikian itu atas dasar keikhlasan mereka dan merupakan rizki dari Allah SWT
كلو ا واشربو ا من رزق الله ( الا ية )
Kesimpulan :
1. Nelung, Mitu’, Nyiwa’ dan seterusnya termasuk tasadduq anil mayit. ( Hukumnya Boleh )
2. Ibarat yang mengatakan Bid’ah makruhah adalah benar , denngan dasar ada ikkatnya
3. Kalau Illat sudah tidak ada maka makruh itu hilang:
Hukum Makan
di rumah orang yang meninggal
Usul 7 / B;3: Bagaimana hukumnya makan di rumah si mayit, karana makanan yang di suguhkan adalah dari peninggalan si mayit, sedangkan si mayit meninggalkan beberpa orang anak yatim. Lalu bagaimanakah jalan keluar yang dapat di amabil dengan sebaik-baiknya?
Jawab : Dalam hal pertanyaan tersebut, sebenarnya tidak ada jalan keluar,kecuali kalau biaya perowahan atau selamatan itu atas tanggungan ahli warisnya yang sudah aqil bailg seperti istri dan saudaranya, baik dengan uang ahli waris itu sendiri maupun dengan harta yang di peroleh dari peninggalan si mayit.
Kain Kapan,telunjuk
dan air liur orang yang meninggal
Usul 8 / B;3: Apakah yang di maksudkan dengan penjelasan guru-guru dahulu yang menyatakan bahwa bagi orang-orang yang telah meningggl dunia maka kain putihnya selku kertas, telunjuknya selaku pena dan air liurnya selaku tinta. Mohon penjelsan?
Jawab: sehubungan dengan pertanyan tersebut di atas, Menurut keterangan Abdullah bin salam di dalam kitab Melayu : ( Daqa’iqul Akhbar ) : Bahwa seseorng apabila telah selesai di kukburkan maka di datangi oleh dua orang malaikat yaitu Mungkar dan Nakir , yang memerintahkan kepada si mayit untuk menulis segala perkerjaan / perbuatan yang telah di lakukan di atas dunia selama masa hidupnya yaitu dengan memakaikain kapannya selaku buku , telunjuknya selaku pena dan air liurnya selaku tinta, demikianlah di sebut di dalam kitab tersebut, namun sebenarnya mengenai maalah ini Allah lah yang lebih mengetahui karana sampai saat ini belum kami dapati dasarnya yang dapat di pertannggung jawabkan yaitu berupa Al-Qur’an dan Hadis.
Mengazankan dan mengiqamatkan
orang yang meninggal
Usul 11 /B;3: Bagaimankah yang sebenarnya kalau orang mati setelah di kuburkan lalu di azankan dai di ikamatkan, apakah ada dasar perbuatan ini dalam agama?
Jawab : Azan dan ikamat atas orang yang di baringkan di dalam kuburannya memang ada Ulama’ yang mensunnatkan, alasannya di kias kepada anak yang baru datang kedunia ( baru lahir ) dan masalah ini memang ada nasnya dari hadis Nabi, tetapi yang mu’tamad mengatakan yang demikan itu tidak di sunnatkan, demikan di sebutkan dalam khsyiah “ Syarkawi “ Juzu’ I halaman : 227.
Memindahkan Kuburan
Usul 18/B:6: Bagaimanakah hukumnya memindahkan kuburan di tengah petakan sawah?
Jawab: Memindahkan Mayit dari kuburannya sebelum habis hancur tulangnya jadi tanah, tidak boleh. Ibarat “ Bujairimi “ Juzu’ II hal : 27 menyatakan sebagai berikut:
و اما نشه بعد د فنه و قبل البلي عند اهل الخبرة بتلك الا رض للنقل وغيره كا لصلا ة عليه و تكفينه فحر ا م لا ن فيه هتكا لحر مته
Tasasadduq kepada Mayit
Usul 11/ B;12: Mengenai masalah tasadduq bagi mayit terdapat kebiasan satu kampung yang di namakan “ pelampak” untuk mayit untuk tasadduk lil mayit dengan peninggalan seperti : Kain, Baju, Sorban si mayit dan sebagaiya, sedangkan si mayit banyak meninggalkan Anak yatim hal tersebut boleh atau tidak ?
Jawab : Mensedekahkan milik anak yatim adalah haram dan tidak sah, baik pelampak atau yang lainnya, dan kalau warisnya aqil balig yang mensedeqahkan barang tersebut maka wajib di hitung sebagai bagiannya ketika di adakan fara’id nanti, denagan demikian maka sedeqah itu sah sampai pahalanya kepada si mayit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar